Kamis, 25 September 2014

Setiap nabi di janji oleh Alah karena nur muhammad

Alloh swt berfirman:

وَإِذْ أَخَذَ اللَّهُ مِيثَاقَ النَّبِيِّينَ لَمَا آتَيْتُكُمْ مِنْ كِتَابٍ وَحِكْمَةٍ ثُمَّ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مُصَدِّقٌ لِمَا مَعَكُمْ لَتُؤْمِنُنَّ بِهِ وَلَتَنْصُرُنَّهُ ۚ قَالَ أَأَقْرَرْتُمْ وَأَخَذْتُمْ عَلَى ذَٰلِكُمْ إِصْرِي ۖ قَالُوا أَقْرَرْنَا ۚ قَالَ فَاشْهَدُوا وَأَنَا مَعَكُمْ مِنَ الشَّاهِدِينَ

“Dan (ingatlah), ketika Alloh mengambil perjanjian dari para nabi:
“Sungguh, apa saja yang Aku berikan kepadamu berupa Kitab dan hikmah kemudian datang kepadamu seorang Rosul yang membenarkan apa yang ada padamu, niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya”
Alloh berfirman:
“Apakah kamu mengakui dan menerima perjanjian-Ku terhadap yang demikian itu .?”
Mereka menjawab: “Kami mengakui”
Alloh berfirman:
“Kalau begitu saksikanlah (hai para nabi) dan Aku menjadi saksi (pula) bersama kamu.”
(QS. Ali Imron: 81).

أَنَا سَيِّدُ النَّاسِ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ

Nabi Muhammad saw bersabda:
“Aku adalah Sayyid (Pemimpin) manusia di hari kiamat.” (HR. Bukhori dan Muslim)

‘Ali ibn Abu Tholib ra dan Ibn ‘Abbas ra keduanya meriwayatkan bahawa Nabi saw bersabda:
“Alloh tidak pernah mengutus seorang Nabi, dari Adam dan seterusnya, melainkan Nabi itu harus melakukan perjanjian dengan-Nya berkenaan dengan Muhammad saw. Seandainya Muhammad saw diutus di masa hidup Nabi itu, maka ia harus beriman pada beliau dan mendukung beliau dan Nabi itu pun harus mengambil janji yang serupa dari ummatnya.”

Diriwayatkan bahawa ketika Alloh swt menciptakan Nur Nabi-Nabi, Alloh swt memerintahkan kepada mereka untuk memandang pada Nur Nabi Muhammad saw, lalu mereka melihat Nur beliau melingkupi cahaya mereka semua, dan Alloh swt membuat mereka berbicara, dan mereka pun berkata:
“Wahai Tuhan kami, siapakah yang meliputi diri kami dengan cahayanya .?”
Alloh swt berfirman:
“Ini adalah cahaya dari Muhammad ibnu ‘Abdulloh; jika kalian beriman padanya akan Aku jadikan kalian sebagai Nabi-Nabi.”
Mereka menjawab:
“Kami beriman padanya dan pada kenabiannya.”
Alloh swt berfirman:
“Apakah Aku menjadi saksimu .?”
Mereka menjawab: “Ya..”
Alloh swt berfirman:
“Apakah kalian setuju, dan mengambil perjanjian dengan-Ku ini sebagai pengikat dirimu .?”
Mereka menjawab: “Kami setuju..”
Alloh swt berfirman:
“Maka saksikanlah (hai para Nabi), dan Aku menjadi saksi (pula) bersamamu.”
Ma’na dari kalimat “Maka saksikanlah (hai para Nabi), dan Aku menjadi saksi (pula) bersamamu.” bahwa janji Nabi-Nabi yang telah disepakati bersama itu telah dipersaksikan oleh masing-masing pihak, dan Alloh swt menjadi saksi pula atas ikrar mereka itu.
Disamping itu apabila terkemudian diutusnya mereka di dunia, dia yang telah mengambil perjanjian dengan Alloh swt, memberitahukan kepada ummatnya bahwa bilamana datang seorang Rosul yang bernama Ahmad (Muhammad) membenarkan kitab dan hikmah yang ada padanya, mereka akan beriman dengan dia dan akan menolongnya, mereka itu akan mempercayainya, meskipun mereka sendiri telah diberi Al-Kitab dan diberi pula hikmah, mereka tetap akan mempercayai dan mendukungnya.
Hal itu disebabkan karena maksud dari diutusnya Nabi-Nabi dan Rosul-Rosul itu adalah satu. Yaitu menyampaikan ajaran Alloh swt. Oleh karena itu para Nabi dan Rosul itu harus menguatkan tolong-menolong.

Syaikh Taqiyyuddin al-Subkhi mengatakan:
“Dalam ayat mulia ini, tampak jelas penghormatan kepada Nabi saw dan pujian atas kemuliaannya. Ayat ini juga menunjukkan bahawa seandainya beliau diutus di zaman Nabi-Nabi lain itu, maka risalah da’wah beliau pun harus diikuti oleh mereka. Kerana itulah, kenabiannya dan risalahnya adalah universal dan umum bagi seluruh ciptaan dari masa Adam as hingga hari Pembalasan, dan seluruh Nabi beserta ummat mereka adalah termasuk pula dalam ummat beliau saw. Jadi, sabda Nabi Muhammad saw:
“Aku telah diutus bagi seluruh ummat manusia”
bukan hanya ditujukan bagi orang-orang di zaman beliau hingga Hari Pembalasan, tapi juga meliputi mereka yang hidup sebelumnya.”
Hal ini dijelaskan lebih jauh oleh Syaikh Taqiyyuddin al-Subkhi:
Maysaro al-Dhobbi ra berkata bahawa ia bertanya pada Nabi saw:
“Ya Rosululloh, bilakah Anda menjadi seorang Nabi .?”
Beliau saw menjawab:
“Ketika Adam masih di antara ruh dan badannya.”
Berpijak dari hal ini, Nabi Muhammad saw adalah Nabi dari para nabi, sebagaimana telah pula jelas saat malam Isro’ Mi’roj, saat mana para Nabi melakukan sholat berjama’ah di belakang beliau (yang bertindak selaku Imam). Keunggulan beliau ini akan menjadi jelas nanti di Akhirat, saat seluruh Nabi akan berkumpul di bawah bendera beliau saw.”
As-Syi’bi meriwayatkan bahawa seorang laki-laki bertanya:
“Ya Rosululloh, bilakah Anda menjadi seorang Nabi .?”
Beliau menjawab:
“Ketika Adam masih di antara ruh dan badannya, ketika janji dibuat atasku.”
Al Irbadh ibn Sariya, berkata bahawa Nabi saw bersabda:
“Aku sudah menjadi Penutup Para Nabi, ketika Adam masih dalam bentuk tanah liat.”
Dalam Shohih Muslim, Nabi saw bersabda bahwa Alloh swt telah menulis Taqdir seluruh makhluq lima puluh ribu tahun (dan 1 hari di sisi Alloh adalah 50.000. tahun dunia) sebelum Dia menciptakan Langit dan Bumi, dan `Arasy-Nya berada di atas Air, dan di antara hal-hal yang telah tertulis dalam ad-Dzikir, yang merupakan Ummul-Kitab (induk Kitab), bahawa Nabi Muhammad saw adalah Penutup para Nabi.
Demikianlah Alloh swt telah mengaruniakan kenabian pada ruh Nabi Muhammad saw sebelum penciptaan Nabi Adam as, bahkan sebelum menciptakan alam semesta. dan Alloh swt limpahkan barokah tak berhingga atas ciptaan ini, dengan menuliskan nama Muhammad saw pada ‘Arsy-Nya, dan memberitahu para Malaikat dan lainnya akan penghargaan-Nya yang tinggi bagi beliau saw.

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ

“Sesungguhnya Alloh (Yang Maha Agung lagi Yang Maha Kuasa yang menghimpun segala sifat terpuji) dan (demikian pula) malaikat-malaikat-Nya (yang merupakan mahluk-mahluk suci) bersholawat untuk Nabi.
(Alloh melimpahkan rohmat dan aneka anugrah kepada Nabi Muhammad saw, dan para malaikat bermohon kiranya dipertinggi lagi derajat dan dicurahkannya maghfiroh atas beliau saw, yang merupakan mahluk Alloh termulia dan paling banyak jasanya kepada ummat manusia dalam memperkenalkan Alloh swt, dan menunjukkan jalan lurus menuju kebahagia’an).

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً

(Karena itu) Wahai orang-orang yang beriman, bersholawatlah kamu (semua) untuknya (dengan memohon kepada Alloh swt, kiranya sholawat kepada beliau saw lebih dicurahkan lagi, dan di samping itu wahai orang-orang yang beriman, hindarkanlah dari beliau saw, segala aib dan kekurangan, serta sebut-sebutlah keistimewa’an dan jasa-jasa beliau) dan bersalamlah yang sempurna (ya’ni ucapkankanlah salam penghormatan kepada beliau dan penuhi tuntunan beliau)”
(QS. Al-Ahzab : 56).

Kata SHOLLU terambil dari kata SHOLAH yang berma’na “menyebut-nyebut yang baik serta ucapan yang mengandung kebajikan” dan tentu saja do’a dan curahan rohmat merupakan sebagian ma’nanya.
Sedangkan kata SALLIMU terambil dari kata SALAM yang terambil dari akar kata yang terdiri dari tiga huruf SIN LAM MIM ma’na dasar dari kata yang terangkai dari huruf-huruf ini adalah “luput dari kekurangan, kerusakan dan aib”.
Dari sini boleh jadi orang yang mengucapkan kata SELAMAT namun si pengucap tidak menginginkan terjadinya keselamatan atau tidak mengharap yang mengakibatkan kekurangan atau kecelakaan, SALAM atau DAMAI semacam ini adalah ucapan salam atau damai PASIF.

Ada juga SALAM atau DAMAI POSITIF ketika anda mengucapkan selamat kepada seseorang yang sukses dalam usahanya, maka ucapan itu adalah cermin dari keselamatan positif.

اللَّهُمَّ اجْعَلْ صَلَاتَكَ وَرَحْمَتَكَ وَبَرَكَاتِكَ عَلَى سَيِّدِاْلمُرْسَلِيْنَ وَإِمَامِ اْلمُتَّقِيْنَ وَخَاتَمِ النَّبِيِّيْنَ

“Ya Alloh, limpahkanlah sholawat, rohmat dan berkahmu pada pemimpin para utusan, pemimpin orang-orang yang bertaqwa dan pamungkas para Nabi.” (HR. Ibnu Majah)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar