Minggu, 28 September 2014

Abrahah menyerang KA'BAH

Pada cerita sebelumnya, Tubba’ yang kejam telah membunuh 20 ribu orang dengan api dalam lubang Ukhdud.
Ternyata, ada yang selamat dari kejahatan Tubba’ ini, satu orang, namanya Daus bin Tsa’labah. “Kalau begitu saya harus minta tolong,” pikirnya. “Ini bukan masalah daerah dan daerah, tapi ini masalah agama.”
Akhirnya Daus memutuskan untuk berangkat ke Romawi yang waktu itu beragama Nasrani.
Menghadaplah Daus pada Kaisar Romawi, “Wahai Kaisar Romawi, saya ini beragama Nasrani. Tolong kasihani saya. Dua puluh ribu penganut agama Nasarni dibunuh oleh Tubba’ Yaman. Sekarang tolong hantam Yaman.”
Kaisar Romawi menyanggupinya.
Karena jarak Romawi ke Yaman cukup jauh, maka Kaisar Romawi mengirim utusannya ke Najasyi raja Habasyah, untuk menyelamatkan umat Nasrani di Yaman. Habasyah ini kalau sekarang adalah wilayah Ethiopia.
Maka Najasyi mengirim pasukan yang begitu banyak untuk menyerang Yaman, dengan dipimpin oleh 2 jendral, yaitu Aryath dan Abrahah. Jadi ternyata Abrahah ini bukanlah orang Yaman asli, melainkan dari Habasyah.
Singkat cerita, Yaman kalah, lalu dikuasai oleh kedua jendral tersebut, Abrahah dan Aryath. Kalau satu negara dipimpin oleh 2 jendral, masing-masing punya pasukan, pasti berantem.
Maka, kedua jendral tersebut berduel. “Kalau saya yang kalah, pasukanku untukmu. Kalau kamu yang kalah, pasukanmu untukku.”
Abrahah menang. Aryath terbunuh oleh Abrahah.
Akhirnya Yaman dipimpin oleh seorang raja bernama Abrahah.
Mendengar kabar satu jendralnya terbunuh, apalagi karena kedua jendralnya saling berantem, saling membunuh, maka Najasyi marah. Saking marahnya, dia bersumpah, “Demi Allah, saya akan injak rambutnya Abrahah di pasir Yaman.”
Abrahah kaget mendengar berita ini, ketakutan. Lalu apa yang Abrahah lakukan?
Dia cukur rambutnya sampai habis. Dia ambil batu. Di batu itu dia hamparkan pasir Yaman. Jadi rambutnya dihamparkan di pasir Yaman itu. Lalu dikirimnya ke Najasyi.
Utusannya mengatakan, “Wahai Najasyi, saya ini disuruh oleh Abrahah untuk menyampaikan keinginan Anda yaitu untuk menginjak rambut Abrahah di pasir Yaman.
Ini rambutnya, ini pasir Yaman, silakan injak.”
Subhanallah! :)
Lalu setelah itu ada surat khusus dari Abrahah, permohonan maaf dan pengagungan terhadap Najasyi. Akhirnya  Najasyi tidak jadi marah. Subhanallah.. pintar ya Abrahah ini. :)
Kemudian Najasyi menantang Abrahah, “Kalau kau memang menghormati aku, buktikan penghormatanmu itu”
Maka dari situ, Abrahah mendirikan tempat peribadatan namanya Al Qulais. Al Qulais ini merupakan suatu bangunan yang sangat tinggi sebagai tempat ibadahnya orang-orang Nasrani.
Saat itu pemerintahan Abrahah semakin berkembang, maka dikirimlah surat ke jazirah Arab agar orang Arab pun datang beribadah/berhaji ke Qulais ini. Tapi karena orang Arab sudah mempunyai tempat berhaji, yaitu Ka’bah di Mekkah, maka tidak ada yang datang ke Al Qulais.
Abarahah bertanya-tanya kenapa tak ada yang datang. Ketika akhirnya Abrahah mengetahui bahwa orang-orang Arab memiliki tempat ibadah sendiri yaitu Ka’bah di Mekkah, maka timbullah niat buruk dari Abrahah, yaitu ingin menghancurkan Ka’bah di Mekkah.

Setelah menerima surat dari Abrahah untuk datang berhaji ke Qullais, orang Arab bertanya-tanya tentang Qullais ini. Apa sih Qullais ini, sejarahnya bagaimana, kapan jadinya, agungnya apa, hebatnya apa, tidak ada yang tahu. Malah bagi orang Arab, justru ini merupakan penghinaan bagi Ka’bah.
Ada satu kabilah yang sangat mencintai dan mengagungkan Ka’bah, Bani Faqim in ‘Adiy nama kabilanya, ingin menyelidiki seperti apa Qullais ini.
Maka, pada waktu tengah malam, mereka masuk ke Qullais, dilihatnya bangunan tinggi ini. Tapi na udzu billah.. mereka melakukan tindakan yang tidak terpuji pada Qullais ini, mereka mengotori Qullais, bahkan kotorannya ditempel-tempel di dinding, na udzu billah.. Hal ini mereka lakukan karena saking bencinya terhadap Qullais ini.
Ketika mengetahui apa yang terjadi pada Qullais ini, marahlah Abrahah,
“Siapa yang telah mengacaukan  tempat peribadatan ini?”
“Itu kabilah Bani Faqim in ‘Adiy”
“Siapa kabilah Bani Faqim in ‘Adiy?”
“Kabilah dari bangsa Arab. Mereka yang mengagungkan Ka’bah”
“Ka’bah? Apa itu Ka’bah?”
“Ka’bah adalah tempat berhajinya orang-orang Arab”
Maka ada satu pendapat dari para cendekia nya Abrahah yang mengatakan, “Wahai Raja Abrahah, ketahuilah orang Arab ini tidak mungkin bisa berhaji  ke Qullais selama Ka’bah itu masih ada.”
“Kalau begitu, hancurkan Ka’bah,” perintah Abrahah.
Lalu Abrahah dan pasukannya siap berangkat ke kota Mekkah untuk menghancurkan Ka’bah. Mereka berangkat dengan menggunakan kendaraan yang asing bagi orang Arab, orang Arab tidak mengenalnya, yaitu gajah. Gajah yang warnanya agak putih, besar sekali, orang Arab belum pernah melihatnya.
Nama gajah yang paling depan adalah maHmud, pake H besar. Kalau mahmud pake h kecil, itu artinya terpuji. Kalau maHmud pake H besar, artinya bisa dijelaskan sebagai berikut, karena saking besarnya, sehingga pas kakinya menginjak, timbul getaran di bumi, karena saking gedenya kakinya. Bleng! Bleng!
Maka berangkatlah gajah itu dengan supirnya/pengendalinya yang bernama Unais, sedangkan Abrahah berada di belakangnya. Berita keberangkatan pasukan Abrahah yang akan menghancurkan Ka’bah ini tersebar ke seluruh jazirah Arab.
Sehingga gentarlah, takutlah orang-orang Arab, waduh, bagaimana ini, Ka’bah akan dihancurkan. Namun kabilah-kabilah Arab mengadakan perlawanan pada pasukan Abrahah ini.
Selama perjalanan menuju Mekkah, banyak perlawanan dari kabilah Arab, tapi sayang mereka tidak bersatu. Akibatnya dengan mudah mereka dikalahkan oleh pasukan Abrahah.
Perlawanan yang pertama adalah dari kabilah yang dipimpin oleh Dhu Nafar. Kabilah ini merupakan salah satu kabilah yang kuat, tapi sayang karena tidak bersatu, maka ketika mereka menyerbu Abrahah, dalam waktu tak berapa lama, mereka sudah habis kalah oleh pasukan Abrahah. Akhirnya pimpinan kabilah, Dhu Nafar pun diborgol dan dijadikan tawanan.
Perlawanan berikutnya adalah dari kabilah yang dipimpin oleh Nufail bin Habib Al-Khats’amiy. Namun karena tidak bersatu, maka mengalami akhir yang sama dengan kabilah Dhu Nafar, kalah, pemimpinnya, Nufail bin Habib Al-Khats’amiy juga ditawan.
Abrahah tetap mendapatkan perlawanan dari kabilah-kabilah Arab dalam perjalanannya menuju Mekkah. Walaupun seluruh bangsa Arab tahu, tidak mungkin ada yang bisa mengalahkan pasukan Abrahah, namun mereka tetap mengadakan perlawanan walaupun harus mati.  Setiap kabilah melawan.
Subhanallah.. Saking cintanya mereka pada Ka’bah

Abrahah dan pasukannya tetap meneruskan perjalanannya menuju Mekkah, walaupun mereka mendapat perlawanan dari setiap kabilah. Akhirnya sampailah mereka di Thaif.
Di Thaif ini ada satu kabilah yang dipimpin oleh Abu Rughaal, namanya Bani Tsaqifah. “Waduh, kalau Abrahah datang ke sini pasti dia akan menghancurkan kita juga,” kata Abu Rughaal.
Maka ketika datang Abrahah, tiba-tiba Abu Rughaal mengatakan, “Wahai Abrahah, kau jangan menghancurkan kami. Bani Tsaqifah di Thaif ini jangan kau hancurkan.”
“Aku tidak akan menghancurkan Bani Tsaqifah, tapi apa balasanmu kepada saya,” tukas Abrahah.
“Saya akan tunjukkan padamu jalan menuju Mekkah yang terdekat. Sehingga kau gampang untuk menghancurkan Ka’bah.”
Maka yang mengkhianati pertama kali untuk masalah Ka’bah ini adalah Abu Rughaal. Padahal semua kabilah di Arab sudah sepakat untuk menjaga kesucian Ka’bah, tapi Abu Rughaal ini justru mau menunjukkan jalan terdekat menuju Ka’bah. Abu Rughaal berkhianat demi kedudukan dan demi jabatannya.
Jadi kalau ada seseorang yang khianat, teman sendiri mungkin ditipu, teman sendiri mungkin ditendang, bahkan keluarganya sendiri tidak dikenal, demi jabatan dan kedudukan, itulah Abu Rughaal. Itulah sebabnya, kalau ada pengkhianat, orang Arab selalu mengatakan “Kau ini Abu Rughaal, pengkhianat.”
Abu Rughaal meninggal dalam perjalanan ke Mekkah. Allah berikan Abu Rughaal penyakit sehingga mati di jalan lalu dikuburkan di sana. Sampai sekarang, ada satu tempat yang dikatakan makam Abu Rughaal. Kalau orang-orang lewat sana, maka mereka akan melempar batu ke arah makam Abu Rughaal tersebut. “Ini makamnya Abu Rughaal, ini makamnya pengkhianat,” saking sebelnya.

Sampailah Abrahah dan pasukannya di Wadi Muhasir, artinya lembah api. Wadi Muhasir ini terletak di antara perbatasan Muzdalifah dan Mina, panjang jaraknya sekitar 500 m (1/2 km).
Maka masuklah Abrahah dan pasukannya ke perbatasan kota Mekkah. Dilihatnya orang-orang Mekkah sedang menggembala ternaknya, seperti sapi, unta, kambing dan semacamnya.
Abrahah memerintahkan pasukannya untuk merampas semua ternak tersebut.
Mereka kaget dengan kedatangan pasukan Abrahah. Diambilnyalah semua ternaknya oleh pasukan Abrahah, termasuk ada 200 ekor kambing (ada juga yang mengatakan unta) milik kakek nabi Muhammad, yaitu Abdul Muththalib (Nabi Muhammad waktu itu belum lahir).
Abdul Muththalib ini adalah pemimpin di kota Mekkah. Maka datanglah orang-orang mekkah yang ternaknya dirampas oleh Abrahah, mengadu,
“Wahai Abdul Muththalib, sudah datang raja Abrahah. Mereka mengambil ternak.”
Akhirnya Abdul Muththalib datang menghadap ke Abrahah, namun tidak bisa. Prosedur pemerintahan.
Kemudian Abdul Muththalib bertemu dengan 2 orang tawanan Abrahah : Dzu Nafar dan Nufail bin Habib.
Kepada mereka berdua, Abdul Muththalib berkata,
“Wahai Dzu Nafar dan Nufail bin Habib, tolong temukan aku dengan Abrahah.”
“Bagaimana aku akan mempertemukan dengan Abrahah? Aku juga seorang tawanan di sini, tidak mungkin.”
“Wahai Dzu Nafar dan Nufail bin Habib, tolonglah saya ini agar bertemu dengan Abrahah,” pinta Abdul Muththalib lagi.
“Begini saja, kami akan ajukan proposal pertemuan, janji untuk waktu pertemuan. Tapi saya tidak langsung ke Abrahah, tapi lewat supir gajahnya, yaitu Unais.”
Maka ditemuinya Unais, “Wahai Unais, ada pemimpin kabilah Mekkah Quraisy, namanya Abdul Muththalib, ingin bernegosiasi/musyawarah dengan raja Abrahah.”
Dengan perantara Unais inilah, akhirnya disepakati oleh Abrahah
Subhanallah.. berikut ini adalah kisah pertemuan yang hebat, pertemuan yang agung. Kita akan melihat bagaamana kedudukan kakek nabi Muhammad.
Pada waktu yang telah ditentukan, duduklah Abdul Muththalib di atas kudanya/untanya untuk menuju tempat pertemuan dengan Abrahah.
Abrahah pun sudah duduk menunggu di singgasananya.
Perlu diketahui bahwa Abrahah ini terkenal bossy, orang yang tidak pernah mau menghadapi tamunya kecuali dia harus tetap duduk di atas singgasananya, tidak pernah. Kalaupun ada orang datang, dia tidak pernah menyambutnya turun, jadi tetap duduk saja di singgasananya.
Abrahah adalah raja yang tidak pernah keluar atau turun dari singgasananya. Mau siapapun yang datang, tidak peduli, dia tetap duduk saja di singgasananya. Dan apalagi kalau harus duduk di karpet. Allahu Akbar! Lihat betapa sombongnya Abrahah ini.
Tapi hal luar biasa terjadi ketika datang kakek nabi Muhammad, Abdul Muththalib.
Wajah Abdul Muththalib yang adem, wajahnya yang Subhanallah bercahaya, wajahnya yang penuh berwibawa, Subhanallah, semua kaget melihat tiba-tiba Abrahah turun dari singgasananya, turun ia lalu berjalan menyambut Abdul Muththalib.
“Ahlan! Ahlan! Selamat datang.. wahai ketua kaum Quraisy. Selamat datang,” sambut Abrahah.
Semua heran, aneh Abrahah ini. Apa yang terjadi padanya?
Subhanallah.. itu terjadi karena Abrahah melihat wajah Abdul Muththalib yang berwibawa, melihat wajahnya yang Subhanallah sangat mengesankan, membuat Abrahah lupa diri sehingga langsung turun dari singgasananya.
“Silakan duduk di singgasanaku,” kata Abrahah.
Tapi Abdul Muththalib mengatakan, “Tidak, saya mau duduk di karpet saja.”
Ketika Abdul Muththalib duduk di karper, Abrahah pun yang dalam kehidupannya tidak pernah dia duduk seperti ini, selalu di kursi apalagi kalau ada tamu, Subhanallah, saat itu Abrahah ikut saja duduk di karpet. Berduaan mengobrol dengan Abdul Muththalib.
Yang harus kita garis bawahi di sini adalah, kesombongan Abrahah ini luntur begitu melihat wajah yang agung yang lembut bercahaya wajah yang bersinar penuh dengan wibawa, ialah Abdul Muththalib, kakek nabi Muhammad.
Maka bicara pun Abrahah ini hati-hati, karena yang dihadapinya ini adalah pemuka Quraisy.
“Wahai pemuka Quraisy, apa yang membuat Anda datang kemari? Tugas apa, apa yang kau inginkan sehingga engkau datang kemari?”

Pada pertemuan dengan kakek Rasulullah -Abdul Muththalib, Abrahah bertanya,
“Wahai pemuka Quraisy, apa yang membuat Anda datang kemari? Tugas apa, apa yang kau inginkan sehingga engkau datang kemari?”
Allahu Akbar! Simak apa jawaban Abdul Muththalib.
“Saya, datang ke sini untuk meminta 200 ekor kambing,” tegas Abdul Muththalib.
Maka saat itu Abrahah kaget bercampur marah.
“Dasar Arab! Dasar pikirannya rendah! Aku sudah turun dari singgasanaku, dan aku mau duduk di karpet, kiranya mau musyawarah yang besar, mau musyawarah tentang pertempuran Ka’bah. Kau ini seorang pemuka Quraisy, tapi ke sini hanya untuk meminta 200 ekor unta dikembalikan?”
Atau unta atau kambing, karena di sini  ada sejarah/riwayat unta atau kambing.
“Dasar Arab! Kau ini seorang pemuka Quraisy yang sudah aku hargai, aku sambut di depan pintu, aku turun dari singgasanaku, aku duduk di karpet, kiranya kau ini mau bermusyawarah tentang Ka’bah yang agung, sudah saya hormati dengan mengatakan, apa yang membuat anda datang kemari, eeh malah tiba-tiba, jawabannya, yang membuat saya datang ke sini, kembalikan 200 ekor kambing milik saya.”
Ga nyambung benerrr…
Lalu Abrahah marah dan berdiri, rugi, sudah menyambut dan turun trus duduk di karpet, rugi!
Tapi lihat perkataan Abdul Muththalib setelahnya, “Memangnya tujuan Anda mau apa ke sini?”
“Saya datang ke Mekkah untuk menghancurkan Ka’bah. Malah kau yang dikatakan penghuni Mekkah, yang lahir di Mekkah, masak kau tidak mau melawan kami? Dengan pasukanmu mungkin yang ada untuk menghalangi kami menghancurkan Ka’bah. Bukannya cuma meminta 200 ekor kambing itu.”
Tahukah jawaban Abdul Muththalib? Subhanallah.. Lihat perkataannya, kemungkinan jawaban ini tidak pernah terpikirkan oleh kita sekarang ini.
“Wahai raja,” kata Abdul Muththalib, “aku ini adalah tuannya kambing. Aku ini yang memiliki kambing maka kewajibanku untuk menjaga kambing-kambingku. Aku selamatkan, itu kambingku.
Kalau Ka’bah ini yang memilikinya Allah, maka Allah yang pasti akan menjaganya.”
Subhanallah. Lihat kualitas keimanan Abdul Muththalib. Subhanallah..
“Sekarang kembalikan semua harta yang kau ambil, ternak kambing, unta, sapi, semuanya kembalikan,” tuntut Abdul Muththalib.
Maka dikembalikan semuanya oleh Abrahah.
“Kapan kamu akan menghancurkan Ka’bah?” tanya Abdul Muththalib menantang.
“Aku akan menghancurkannya sekian hari lagi,” jawab Abrahah.
“Kalau begitu, saya akan bawa kembali dulu semua ternak ini, setelah itu saya akan kosongkan kota Mekkah.”
Subhanallah.. Lihat keberanian Abdul Muththalib.
Dibawanya semua ternaknya, kemudian dibagikan kepada yang berhak. Setelah itu semua penduduk kota Mekkah kumpul di depan Ka’bah, dengan wajah sedih karena akan berpisah dengan Ka’bah. Yang nangis ya nangis..
Abdul Muththalib pun memegang Ka’bah dan berkata,
“Wahai Allah yang memiliki rumah ini, jagalah rumahMu, jagalah rumahMu.. bagaimana terserah engkau ya Allah, jagalah.”
Semua menunduk di hadapan Ka’bah, isak tangis tak tertahan karena sedih. Setelah itu semuanya keluar dari kota Mekkah, berpencar naik ke gunung, untuk menyaksikan Abrahah dan pasukannya.

Lalu Nufail berkata di telinga gajah maHmud, “Pintar sekali kamu maHmud. Kamu lebih pintar daripada rajamu, Abrahah.”
Maka gajah maHmud ini tetap duduk diam di tempat, dicucuk pun tetap duduk, disuruh berdiri juga tidak mau. Tapi kalau diarahkan untuk keluar kota Mekkah, dia mau.
Akhirnya untuk mengurus masalah satu gajah ini, semua prajurit sibuk agar gajah ini mau masuk ke kota Mekkah. Karena dengan gajah sebesar itu, sekali tubruk aja, Ka’bah bisa langsung rubuh.
Saat dalam keadaan kacau, saat mencari cara bagaimana maHmud bisa masuk ke dalam Mekkah, di Wady Muhasir, semua menyaksikan, bangsa Quraisy mengatakan,
“Ketika itu kami melihat langit seperti mau hujan, mendung hitam, awan hitam. Ternyata yang hitam itu bukan awan mendung, melainkan burung yang begitu banyak jumlahnya, terbang mendekat, sehingga tampak seperti awan hitam datang, burungnya pun tidak besar, burung ababil, kecil.”
Burung ababil itu besarnya di bawah merpati, agak besar dikit di atas burung pipit. Setiap burung ababil membawa 3 batu, di paruhnya , di kaki kanan dan kiri. Itu yang mereka bawa sambil terbang. Jadi Allah perlihatkan pada semua orang Quraisy.
Sehingga orang-orang mengatakan, “Wah luar biasa. Apa itu?”
Ternyata burung. Tapi dari jauh, kelihatan seperti awan hitam. Jadi ketika burung yang banyak sekali jumlahnya ini terbang mendekat, dari jauh tampak kelihatan seperti awan hitam mendekat.
Dan, melihat yang hitam itu, dikiranya hujan, jadi Abrahah dan pasukannya santai saja. Tapi setelah mulai dekat, ternyata burung terlihat.
Subhanallah, di situlah burung ababil menjatuhkan setiap batu yang dibawanya, yang langsung mengenai tubuh Abrahah dan pasukannya, lalu mereka “ka’ashfim makkuul” artinya, seperti daun yang dimakan oleh ulat.
Jadi setiap batu yang jatuh, maka langsung menembus badan, trus  jatuh ke tanah. Batu itu dari api neraka, sehingga karena saking panasnya, batu itu bisa menembus badan. Bayangkan saja, seperti  sesuatu yang bolong, seperti plastik kena bara, bocor langsung, seperti itu. Semua pasukan kena batu itu, rengek, hancur. Bayangkan begitu banyak burung yang melemparnya. Maka saat itu hancurlah Abrahah dan pasukannya.
Kisah ini diabadikan di dalam Al Qur’an surat Al Fiil ayat 1-5,
(yang diawali dengan kalimat “Alam taro kaifa fa’ala robbuka bi ash-haa bil fiil)
“Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap tentara bergajah. Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Ka’bah) itu sia-sia? dan Dia mengirimkan kapada mereka burung yang berbondong-bondong (abaabiil), yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar, lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat).”
Demikianlah hancurnya Abrahah dan pasukannya.
Tapi ada satu orang prajurit yang selamat, tidak diketahui siapa namanya. Prajurit ini langsung memacu kudanya kembali ke Yaman. Istirahat di jalan, berangkat lagi, istirahat di jalan, berangkat lagi, istirahat di jalan, berangkat lagi, supaya segera sampai di Yaman, untuk segera memberikan kabar kepada penduduk Yaman.
Sesampainya di pintu gerbang kerajaan Abrahah di Yaman, dia langsung berteriak,
“Celaka! Celaka! Kehancuran! Kehancuran!”
“Untuk siapa?”
“Untuk seluruh pasukan Abrahah”
“Apa yang terjadi?”
“Semuanya mati”
Semua orang Yaman dikumpulkan, orang-orang bertanya, apa yang terjadi? Setelah itu Yaksum datang. Yaksum adalah anak Abrahah, dia yang memegang mandat kerajaan selama Abrahah pergi.
Maka bertanyalah Yaksum pada prajurit yang selamat tersebut,
“Wahai prajurit, terangkan kepada kami, bagaimana hancurnya Abrahah? Benar atau tidak?”
“Wahai tuanku,” prajurit itu pun menceritakan kisah dari awal, ketika tiba-tiba maHmud tidak mau bergerak, diarahkan ke kanan, jalan, ke kiri, jalan, ke belakang, jalan, tapi maju tidak mau jalan.
“Saya lagi sibuk mengurus maHmud agar mau maju ke depan, tiba-tiba terlihat seperti awan hitam, ternyata itu adalah burung. Dan setiap burung membawa 3 butir batu. Setiap batu itu dilemparkan oleh burung, lalu mengenai tubuh manusia, lalu ka’ashfim makkuul..”
Maksudnya ka’ashfim makkuul adalah hancur, hangus.
Yaksum mengernyitkan kening, “Saya tidak mengerti. Ulangi lagi ceritanya. Bagaimana matinya pasukan Abrahah?”
Maka prajurit tersebut mengulangi ceritanya, ketika kami sibuk, datang burung, melempar batu, setelah itu, setiap batu yang jatuh kena tubuh manusia, lalu ka’ashfim makkuul..
Yaksum tetap tidak mengerti, “Coba kamu terangkan dengan tenang, bagaimana?”
Prajurit itu berpikir sejenak, lalu mulai menceritakan lagi, dengan lebih lambat,
“Begini.. Ketika.. sibuk.. memajukan Mahmud.. Tiba-tiba.. datang yang hitam.. oh ternyata itu burung.. setiap burung.. membawa batu.. batu itu dilemparkan kepada kita.. setiap batu yang jatuh kena tubuh kita, kita hancur, manusia ini ka’ashfim makkuul..
Yaksum menggeleng, “Saya masih tidak mengerti, coba ceritakan lagi.” Baginya tidak masuk akal, hanya batu kerikil jatuh, bagaimana mungkin bisa menghancurkan Abrahah dan pasukannya sehingga mati semua.
Prajurit terdiam, berpikir bagaimana lagi cara menceritakannya agar semua mengerti, tiba-tiba datang burung ababil. Ternyata dia diikuti oleh satu burung ababil.
Melihat itu, semua berseru, “Ada burung!”
Burung ababil itu terbang mendekat, tepat di atas prajurit itu, dijatuhkan batunya , satu-dua-tiga batu dijatuhkan. Batu itu mengenai tubuh prajurit yang sedang berpikir bagaimana cara menyampaikan.
Begitu kena batu itu, prajurit itu langsung berkata, “Nah, beginilah matinya mereka semua, beginilah seperti saya mati.” Dan prajurit itu pun mati di depan Yaksum dan orang-orang Yaman.
Yaksum pun mengerti. Demikianlah Allah perlihatkan bagaimana kematian Abrahah, beginilah cara matinya seperti prajurit yang mati di depan Yaksum sendiri.
Nah, 50 hari setelah kejadian Al Fiil ini, barulah lahir kekasih kita, teladan kita, Nabi Muhammad SAW, pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun gajah.

Selanjutnya " Kelahirang Nabi Muhammad SAW "


Tidak ada komentar:

Posting Komentar