Jumat, 19 September 2014

Abdullah bin Abdul Mutholib

Abdulloh عبد الله adalah nama Arab yang memiliki arti “hamba Alloh”. Ia putra dari Abdul Mutholib (Syaiba bin Hasyim), dan menikah dengan Aminah binti Wahab. Ia adalah ayah kandung Nabi Muhammad saw. Abulloh meninggal dalam kafilah perjalanan dagang antara Madinah dan Mekah karena sakit, pada usia dua puluh lima. Saat ia meninggal Nabi Muhammad saw masih dalam kandungan Aminah ibunya.
Meski meninggal dalam usia muda, Abdulloh adalah termasuk benang merah dalam sejarah kehidupan Nabi Muhammad saw, karena dari benihnya lahir seorang manusia paling mulia dalam sejarah ummat manusia.
Riwayat Abdulloh secara keseluruhan adalah juga sejarah Abdul Mutholib ayahandanya. Karena kelahiran Abdulloh mengiringi sebuah cerita dramatik yang seakan menjadi pertanda penting dalam menentukan episode hidup Nabi Muhammad saw berikutnya.
Tak di ragukan lagi, Abdulloh adalah tokoh penting dalam agama Islam. Dari rahim istrinya, Aminah, Nabi Muhammad saw lahir di Makkah. Dan di atas pundaknya risalah Islam dibebankan untuk disampaikan ke penjuru dunia.

Abdulloh, ayah Rosululloh saw tidak memiliki anak lelaki atau perempuan selain Nabi Muhammad saw.
Biasanya, dalam memprediksi tahun kelahiran seorang tokoh yang tidak hadir pada zamannya, sejarawan mengaitkannya pada kejadian besar yang pernah terjadi pada masa tokoh itu hidup, sebelum dia lahir atau pun setelah kematiannya. Seperti saat menentukan kelahiran Nabi Muhammad saw yang bersamaan dengan peristiwa tentara bergajah pimpinan Abrahah yang menyerang Makkah. Kemudian sejarah mengenalnya sebagai ‘amul fiil (tahun gajah) 571 M.
Uniknya, dalam kasus Abdulloh bin Abdul Mutholib tidak ada kejadian berdekatan yang bisa disandarkan untuk menentukan tahun kelahirannya. Hingga para sejarawan dalam menentukan tahun kelahirannya, perlu menarik jauh masanya sampai tahun gajah, di mana pada tahun itu pula anak semata wayangnya, Nabi Muhammad saw, lahir.
DR. Haikal dalam “Hayat Muhammad”, mencoba membongkar misteri tahun kelahiran Abdulloh, hingga terciptalah syajarah nasab (pohon nasab) yang memuat silsilah keluarga Nabi Muhammad saw berikut tahun kelahirannya.
Qusay lahir tahun 400 M, Abdul Manaf 430 M, Hasyim 464 M, Abdul Muthalib 497 M, Abdullah 545 M, Muhammad saw 571 M [bertepatan dengan tahun gajah].
Berdasarkan perhitungan tersebut maka DR. Haikal menetapkan angka 25 sebagai usia wafatnya Abdullapoh bin Abdul Mutholib –terhitung sebelum tahun gajah.
Tidak banyak sejarawan yang mencatat masa kecilnya, kecuali hanya sebuah deskripsi bahwa Abdulloh, “… seorang yang paling bagus rupa dan akhlaqnya di antara suku Quraisy… dari wajahnya terpancar cahaya Nabi… seorang lelaki yang sedap di pandang di antara suku Quraisy… [Abdulloh Abun Nabi, hal. 109].
Memang tidak ada seorang pun yang mampu melukis sosok Abdulloh bin Abdul Mutholib secara detail. Namun mengikuti perkataan Nabi saw bahwa “Saat seseorang semakin bertambah umurnya, dia akan semakin menyerupai bapaknya.” Maka cukuplah meraba sosok Abdulloh bin Abdul Mutholib dari sifat-sifat yang ada pada diri anaknya, Nabi Muhammad saw.
Kembali sejarawan berselisih dalam menetapkan umur Abdulloh bin Abdul Mutholib saat menikahi Aminah binti Wahab. Sebagian menyebut angka 18 tahun, dan lainnya mengatakan lebih dari itu.
Satu hal yang pasti dalam masalah ini, Abdulloh menikahi Aminah setelah lolos dari undian yang menentukan dia sebagai sembelihan bapaknya; satu-satunya peristiwa dramatik dari Abdulloh yang dikenang sejarah.

ANA IBNU ADZ-DZABIHAINI

Dalam Mustadrok-nya, Al-Hakim meriwayatkan sebuah hadits dari Mu’awiyyah yang mengisahkan Rosul saw pernah dipanggil dengan “Ibnu Adz-Dzabihaini” oleh sahabat Ibnu ‘Arobi. Beliau saw hanya tersenyum tanpa sedikitpun menyangkalnya.
Sahabat lain pun bertanya:
“Siapa Dzabihaini itu ya Rosululloh .?”
Jawb Rosul saw:
“Mereka berdua Isma’il dan Abdulloh.”
Dalam kaitannya dengan julukan Abdulloh sebagai Adz-Dzabih Ibnu Burhanuddin, mengangkat sebuah hadits Rosululloh saw menyebut dirinya, “Ana ibnu Dzabihaini”. Terlepas dari perdebatan ulama tentang status hadits pengakuan Nabi sebagai ibnu Dzabihaini, banyak hadits lain yang substansinya sejalan dengan klaim Nabi tersebut. Karena julukan Adz-Dzabih untuk Abdulloh bin Abdul Mutholib berkaitan erat dengan kisah mimpi Abdul Mutholib yang diperintah Alloh menggali sumur Zamzam. Banyak sekali hadits yang mengabarkan peristiwa ini dengan berbagai macam redaksi.
Sejarah Abdulloh bergulir dari sini.
Saat itu pembesar Quraisy menentang keras hasrat Abdul Mutholib menggali sumur Zamzam, di karenakan letaknya yang berada di antara dua berhala, Ash dan Nailah.
Selain itu, mereka juga mengetahui Abdul Mutholib hanya mempunyai seorang anak laki-laki yaitu Al-Harits. Abdul Mutholib pun beranjak pergi dalam galau yang mendalam. Lalu berdiri di hadapan Ka’bah dan bernadzar kepada Alloh swt.
Dalam sebuah hadits riwayat Ibnu Sa’ad yang sanadnya marfu’ sampai Abdulloh bin Abbas ra, menuturkan:
Ketika Abdul Mutholib bin Hasyim menyadari bahwa hanya sedikit kemampuan yang dia miliki untuk menggali Zamzam, dia pun bernadzar, “Jika aku dikaruniai sepuluh anak laki-laki, dan setelah mereka dewasa mampu melindungiku saat aku menggali Zamzam, maka aku akan menyembelih salah seorang dari mereka di sisi Ka’bah sebagai bentuk korban”.
Seiring perjalanan zaman, Abdul Mutholib benar-benar dikaruniai oleh Alloh swt 10 orang anak, masing-masing tumbuh menjadi besar, kuat-kuat dan gagah. Abdul Mutholib berniat merealisasikan rencananya menggali Zamzam, sambil bersiap-siap mengorbankan salah satu anaknya sebagai bentuk pelaksanaan dari nadzar yang dia ucapkan.
Maka dilakukanlah undian atas sepuluh anaknya, lalu keluarlah nama anaknya yang paling kecil, Abdulloh. Ketika nama Abdulloh keluar dalam undian, maka orang yang ada di sekitarnya berusaha menolak, mereka mengatakan tidak akan membiarkan Abdulloh disembelih. Abdulloh saat itu terkenal sebagai seorang yang bersih, tidak pernah menyakiti siapa pun. Senyuman khas Abdulloh terkenal sebagai senyuman yang paling lembut di kawasan jazirah Arab. Muatan rohaninya demikian jernih, dan hatinya yang mulia seolah taman bunga di tengah gurun sahara yang tandus.
Sungguh Abdulloh telah menarik simpati masyarakat di sekitarnya, semua manusia datang kepadanya dan menentang usaha penyembelihannya. Para pembesar Quraisy berkata, “Lebih baik kami menyembelih anak-anak kami sebagai tebusan baginya, daripada ia yang harus disembelih. Tidak ada yang lebih baik dari dia. Pertimbangkanlah kembali masalah ini, dan biarkan kami bertanya kepada Kahin (Peramal-dukun)”.
Abdul Mutholib tidak mampu menghadapi tekanan ini, lalu mempertimbangkan kembali apa yang telah ditetapkan para pembesar. Kemudian pembesar Quraisy mendatangi seorang Kahin. “Berapa taruhan yang kalian miliki .?” Tanya Kahin. “Sepuluh ekor onta.” Jawab mereka. “Datangkanlah sepuluh onta, lalu lakukanlah kembali undian atasnya dan atas nama Abdulloh, jika dalam pengundian yang keluar nama Abdulloh lagi maka tambahlah sepuluh ekor onta, begitu seterusnya, hingga tidak keluar lagi nama Abdulloh”, Perintah Kahin kepada mereka.

Kemudian dilakukanlah undian atas nama Abdulloh dan sepuluh ekor unta yang besar.
Undian itu pun masih selalu mengeluarkan nama Abdulloh, dan Abdul Mutholib menambah sepuluh ekor unta lagi, hingga saat jumlah unta mencapai seratus ekor maka keluarlah nama onta tersebut.
Masyarakat begitu gembira hingga berlinang air mata, demi menyaksikan Abdulloh berhasil diselamatkan. Kemudian disembelihlah seratus ekor unta di sisi Ka’bah sebagai ganti Abdulloh. Kedua hadits di atas [hadits pengakuan nabi sebagai ibnu Adz-Dzabihaini dan hadits kisah penyembelihan Abdulloh] mengisyaratkan sebuah kongklusi, walau keduanya berbeda dalam status, namun keduanya bersepakat bahwa Abdulloh bin Abdul Mutholib adalah Adz-Dzabih sebagaimana Nabi Isma’il as.

MISTERI KEMATIAN ABDULLOH

Rencana jahat orang Yahudi membunuh Nabi Muhammad saw telah direncanakan sejak sebelum beliau saw lahir. Usaha itu dilakukan bahkan ketika beliau saw masih berada dalam sulbi ayahnya Abdulloh dan saat berada dalam perut ibunya Aminah. Setelah beliau lahir, usaha membunuh beliau saw semakin menjadi-jadi.
Para dukun dan Rabi Yahudi berusaha keras membunuh Abdulloh, ayah Nabi Muhammad saw.
Salah satu tokoh mereka mengatakan:
“Siapkan makanan yang telah diberi racun yang sangat mematikan dan kemudian makanan itu berikan kepada Abdul Mutholib.”
Orang-orang Yahudi melakukan hal itu lewat para perempuan yang menutup wajahnya dengan kain. Setelah makanan tersebut selesai dibuat, mereka membawanya kepada Abdul Mutholib.
Ketika sampai di rumah Abdul Mutholib, isterinya keluar dan menyambut mereka.
Mereka berkata:
“Kami masih keturunan Abdi Manaf dan itu berarti masih famili jauh kalian.”
Mereka lantas memberikan makanan tersebut sebagai hadiah. Setelah mereka pergi, Abdul Mutholib berkata kepada keluarganya:
“Kemarilah keluargaku, kita menyantap bersama apa yang dibawakan oleh famili jauh kita.”
Namun, saat mereka hendak memakan hidangan yang dibawa itu, terdengar suara dari makanan tersebut:
“Kalian jangan memakan aku, karena aku telah diracuni oleh mereka.”
Ini adalah salah satu tanda-tanda kenabian Rosululloh saw sebelum lahir.
Keluarga Abdul Mutholib tidak jadi makan dan kemudian berusaha mencari tahu siapa para perempuan yang menghadiahi mereka hidangan itu. Namun selidik punya selidik keluarga Abdul Mutholib tidak berhasil mengetahui identitas mereka.
Karena tidak berhasil meracun Abdulloh, kembali sekelompok Rahib Yahudi dengan memakai pakaian pedagang Syam memasuki kota Mekkah. Mereka sengaja datang ke sana untuk membunuh Abdulloh, ayah Rosululloh saw.
Sejak awal mereka telah mempersiapkan pedang yang telah diolesi racun. Mereka dengan sabar menanti kesempatan untuk melaksanakan rencana yang telah dibuat jauh-jauh hari.
Suatu hari, Abdulloh keluar dari kota Mekkah untuk berburu. Orang-orang Yahudi melihat ini sebagai sebuah kesempatan bagus untuk membunuh Abdulloh. Di suatu tempat mereka mengepung dan hendak membunuhnya. Namun lagi-lagi usaha mereka gagal, karena tiba-tiba ada sekelompok Bani Hasyim yang kembali dari perjalanan melalui tempat tersebut. Hingga sempat terjadi bentrok antara orang-orang Yahudi dan Bani Hasyim yang berujung pada sejumlah pendeta Yahudi tewas dan sebagian lainnya ditawan dan dibawa kembali ke Madinah. Dan untuk yang kesekian kalinya Abdulloh berhasil selamat dari niat busuk orang-orang Yahudi.

MISTERI KEMATIAN ABDULLOH

Dalam buku “Kazruni” Al-Muntaqi menulis:
“Abdullah bin Abdul Mutholib lahir tepat 24 tahun sejak masa pemerintahan Anushirvan, Raja Kisra. Ketika berumur 17 tahun, beliau menikah dengan Aminah. Ketika Aminah hamil Rosululloh saw, Abdulloh meninggal dunia di Madinah. Semua orang menuduh penyebab kematian Abdulloh adalah orang-orang Yahudi. Mereka meracuni Abdulloh. Karena ketika di Mekkah mereka berkali-kali berusaha membunuh Abdulloh namun tidak sempat karena ada kendala. Bagaimana bila Abdulloh ke Madinah yang di sana hidup banyak orang Yahudi .?”
Tentunya, tujuan asli upaya pembunuhan Abdulloh adalah Rosululloh saw, namun ayahnya yang menjadi korban.
Abdulloh sakit dan wafat di usia 25 tahun ketika melakukan perjalanan pulang berdagang dikota Madinah dan dikuburkan di rumah An-Nabigho-Ju’di di kota Madinah ditempat keluarga neneknya Bani Adi bin Najaar.
Abdulloh meninggalkan seorang budak bernama Ummu Aiman yang kelak akan menjadi pengasuh Nabi Muhammad saw, dan lima onta serta sejumlah kecil kambing.

PERBEDAAN PENDAPAT ULAMA

–setelah wafatnya Abdulloh, di akhirat kelak, termasuk ahli sorga atau neraka .?
Tercatat dua kubu besar ulama yang berselisih tentang statusnya di akhirat:
Kubu pertama percaya bahwa bapak dan ibu Nabi Muahammad akan menjadi penghuni neraka.
Golongan pertama yang mengatakan bahwa kedua orang tua Nabi musyrik, karena mereka salah memahami dua hadits Nabi saw:
“Aku meminta izin pada Alloh, agar memohon ampunan buat ibuku, Alloh tidak mengizinkanku, lalu aku memohon agar bisa menziarahi kuburannya, Alloh mengizinkan ku. (HR. Muslim).
Seorang laki-laki berkata pada Rosululloh saw:
“Wahai Rosululloh dimana ayahku .?”
Rosul saw menjawab:
“di dalam neraka”
Sebelum laki-laki itu menjauh dari Rosululloh, Rosul memanggilnya kembali dan berkata : “Ayahku dan ayahmu ada di dalam neraka.” (HR. Muslim).
Golongan kedua meyakini bahwa orang tua Nabi saw termasuk ahli sorga.
Dari Watsilah bin Asqo’ Nabi saw bersabda:
“Alloh memilihku dari keturunan Ibrohim Isma’il, dari Keturunan Isma’il Alloh memilihku dari suku Kinanah, dari Bani Kinanah Alloh memilihku dari suku Quraisy, dari suku Quraisy Alloh mengutuskku dari Bani Hasyim,” (HR. Muslim dan Ahmad).
Dari Ibnu Abbas ra Nabi saw bersabda:
“Ketika Alloh mencipta manusia, Alloh menciptakanku dari keturunan yang terbaik diantara mereka, zaman yang terbaik, suku yang terbaik dan rumah yang terbaik. Maka aku adalah orang yang terbaik dan dari rumah tangga yang terbaik diantara mereka. (HR.Ahmad dan Tirmizdi).
Dalam dua hadits diatas Rosululloh saw menyebutkan bahwa beliau berasal dari keturunan yang terbaik dan mulia, hal ini bertolak belakang dengan sifat kufur atau syirik. Alloh berfirman :
“Sesungguhnya orang Musyrik itu adalah najis.” (QS. At-Taubah: 28).
Dari Ma’mar dia berkata:
Seorang arab bertanya kepada Nabi saw:
“di mana bapakku .?”
Jawab Nabi saw:
“Di neraka .?”.
Tanya orang Arab lagi:
“Lalu di mana bapakkmu .?”
(Nabi saw tidak menjawab pertanyaan orang Arab tentang keberadaan ayah bundanya, akan tapi)
Nabi saw bersabda:
”Ketika kamu melewati kubur seorang kafir, maka sesungguhnya dia langsung berada di neraka.”
(HR. Bukhori, Muslim, Ibnu Majah, Baihaqi dan Thobroni menambahkan, setelah menanyakan hal tersebut, orang arab tadi langsung masuk Islam).
Untuk sedikit perenungan, lafadz-lafadz hadits yang menyebutkan ayah dan ibu nabi berada di neraka bertentangan dengan spirit ayat yang artinya:
“Dan Kami tidak akan mengadzab sebelum Kami mengutus seorang Rosul.” (QS. Al-Isro': 15).
jumhur ulama bersepakat ayat ini me-nasakh [menghapus] semua hadits yang berhubungan dengan permasalahan tadi ataupun sejenisnya, seperti hadits tentang status balita-balita dari kaum Musyrikin.
Seakan ayat diatas juga menjelaskan bahwa kedua orang tua Nabi saw tidaklah diazab, bukan karena mereka orang tua beliau saw tapi karena memang mereka termasuk orang-orang yang hidup pada masa tidak diutusnya seorang Nabi.
Jadi bisa disimpulkan, sebelum turunnya perintah dan larangan tidak ada keburukan yang akan dikenakan adzab (sangsi), kecuali setelah Alloh swt mengutus Rosul-Rosul yang membawa Syari’at-Nya. Dari sini kita dapat memahami bahwa kedua orang tua Nabi saw Abdulloh dan Amina tidaklah diazab.
Muhammad Fauzi hamzah menulis dalam “Abdulloh abun-Nabi” mengutarakan sebab dikategorikannya orang tua Nabi saw termasuk ahli sorga:
Karena mereka tergolong ahlu fathroh yang hidup diantara dua masa kerasulan. -Dakwah Nabi saw yang pertama tidak sampai pada mereka, dan dakwah Nabi saw yang kedua sama sekali belum diketahui, sebab ajal terlebih dahulu menjemput nyawa mereka.

Dari sahabat Al-Aswad bin Sari’ ra, ia mengatakan, Rosululloh saw bersabda:
“4 macam golongan manusia yang protes pada hari kiamat:
1. Seorang tuna rungu yang tidak mendengar sama sekali.
2. Orang bodoh.
3. Seorang tua yang pikun.
4. Seorang yang wafat pada masa fathroh… orang yang mati pada masa fathroh berkata:
“Tuhanku… tidak ada seorangpun dari Rosulmu yang sampai kepadaku.”
Tuhan pun memutuskan keyakinan mereka lalu mengirimnya ke neraka. Maka barang siapa memasuki neraka (diantara mereka berempat), akan merasa dingin dan sejuk.
Sedang yang tidak ingin memasukinya, Tuhan akan menariknya (dari jalur neraka).
Mereka masuk sorga karena tidak berlaku syirik. Sebagian menyebutkan karena mereka mengikuti agama nenek moyangnya Nabi Ibrohim as.” (Al-Hanafiyyah).

Tidak hanya sebab-sebab diatas yang mengisyaratkan orang tua Nabi saw layak menjadi penghuni sorga, bahwa mencintai Nabi saw adalah ibadah yang paling baik.
Rosululloh saw bersabda:
“Demi Alloh yang jiwaku ada dalam genggamannya tidaklah kamu beriman hingga aku lebih ia cintai dari pada kedua orang tuanya, anak–anaknya atau yang lainnya.” (HR. Bukhori dan Ahmad)
Cinta seseorang akan hilang bila ia disakiti, demikian juga halnya bila kita mengatakan hal-hal yang jelek tentang kedua orang tua Nabi saw, maka beliau akan tersakiti, Alloh swt berfirman:
“Dan mereka yang menyakiti Rosululloh akan mendapatkan azab yang pedih.” (QS. At-Taubah: 61).
“Sesungguhnya orang–orang yang menyakiti Alloh dan Rosul-Nya, akan mendapatkan laknat Alloh di dunia dan akhirat, dan Alloh akan menyiapkan untuk mereka azab yang menghinakan.” (QS. Al-Ahzab: 57).
Secara tegas Alloh swt melarang seseorang untuk menyakiti Rosululloh saw sebagaimana orang–orang yahudi yang menyakiti Nabi Musa as Alloh berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu seperti orang yahudi yang menyakiti Musa, Alloh membela Musa, disisi Alloh ia adalah orang yang mulia.” (QS. Al-Ahzab: 64).
Al-Qodi berkata:
“Apa yang kita ucapkan hendaklah apa yang diridhoi oleh Alloh dan Rosul-Nya. Tidak selayaknya kita menyakiti beliau saw dengan mengatakan perkataan yang menyakiti beliau saw.”
Alloh swt berfirman:
“Jika mereka mendurhakaimu (wahai Muhammad) maka katakanlah: “Sesungguhnya aku tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kamu kerjakan.
Dan bertawakkallah kepada (Alloh) Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang.
Yang melihat kamu ketika kamu berdiri (untuk sembahyang).
dan (melihat pula) perobahan gerak badanmu di antara orang-orang yang sujud.
Sesungguhnya Dia adalah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
(QS. As-Syu’aro': 16-20)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar