Kamis, 17 November 2016

Perang badar 1

Mengenalkan Islam di Madinah kepada dunia lain

Dengan disahkannya Piagam Madinah, maka Madinah dan sekitarnya seakan-akan merupakan satu negara yang berdaulat, ibukotanya Madinah dan presidennya (jika boleh disebut begitu) adalah Rasulullah SAW.

Maka Rasulullah SAW ingin mengatakan ini adalah Qibilah Islamiyah, ini adalah daerah kekuasaanku, Negara yang berdaulat.

Sesuai syariat Islam, bahwa syarat berdirinya suatu Negara harus ada 4 unsur, yaitu:
1 tanah
2 masyarakat
3 peraturan
4 pemimpin

Tanahnya adalah tanah Madinah.
Masyarakatnya adalah kaum muhajirin, anshar, aus dan khazraj.
Peraturannya, undang-undangnya adalah Al Quran, dan Rasulullah SAW sendiri menjadi contoh undang-undang berjalan.
Pemimpinnya adalah Rasulullah SAW.
Lengkap semua, hanya tinggal batasan tanah saja yang ingin ditentukan.

Misalkan kita punya rumah, kadang-kadang ada pagarnya, untuk apa dipagar?
Untuk mengatakan bahwa ini adalah tanah milik saya, sampai batas pagar ini.

Maka wajar jika Rasulullah SAW mengatakan bahwa ini adalah madinatur-rasul, kota Rasulullah SAW, maka di setiap perbatasan dijaga.

Jika ada informasi, sebentar lagi aka nada kafilah dagang menuju Syam yang melalui tanah Madinah, maka Rasulullah SAW memerintahkan untuk, jaga tempat tersebut. Hal ini bertujuan untuk mengatakan ke seluruh dunia bahwa di sini sudah berdiri satu Negara baru.

Sehingga dijaga perbatasan itu, maka ketika ada yang lewat di sana, diperiksa, Anda mau ke mana.

Seperti kalau kita pergi ke luar negeri, misalnya ke Malaysia, maka, di perbatasan atau di imigrasi, kita akan diperiksa paspor, Anda dari mana, ke negeri kami untuk urusan apa dan seterusnya.

Maka Rasulullah SAW mengutus sahabat untuk menjaga di setiap perbatasan tanah Madinah, untuk memeriksa setiap orang yang lalu-lalang melewati wilayah, untuk menunjukkan bahwa di situ sudah berdiri satu Negara yang berdaulat.

Latar Belakang Perang Badar

Sebenarnya Perang Badar ini tidak pernah direncanakan. Maka wajar jika pasukan Madinah hanya sedikit dengan perlengkapan yang juga sedikit. Namun di Perang Badar ini kita akan melihat bagaimana luar biasanya Rasulullah SAW dengan pasukan yang sedikit melawan musuh yang banyak.

Seperti yang telah diterangkan di halaman sebelumnya, kaum Muhajirin yang berhijrah meninggalkan Mekkah menuju Madinah, hijrah dengan meninggalkan semua harta miliknya di Mekkah, tanah, rumah, bahkan keluarga juga ditinggalkan.

Sambil menunggu perbatasan wilayah kaum Muslimin, yang tujuan utamanya untuk menunjukkan bahwa ini adalah satu Negara yang berdaulat dengan ibukotanya Madinah, kaum Muhajirin juga sambil mengambil kembali harta milik mereka –yang terpaksa ditinggalkan di Makkah agar mereka diizinkan pergi ke Madinah– yang dibawa oleh kafilah Quraisy Makkah yang lewat.

Analoginya, ketika melihat barang saya dipakai oleh orang lain, maka wajar kan kalau saya ambil kembali. Wajar.

Maka ketika ada kafilah Quraisy Mekkah yang melewati tanah Madinah, kaum Muhajirin mengambil kembali harta mereka dari kafilah tersebut. ‘Eh, ini unta saya nih, yang saya tinggalkan di Mekkah, sini, saya bawa!’

Nah, gara-gara seperti itulah terkadang terjadi bentrok. Sampailah berita ke kota Mekkah bahwa Muhammad dan pengikutnya selalu menyergap kafilah Quraisy Mekkah.

Suatu saat, seorang pedagang terkenal di kota Mekkah, yaitu Abu Sufyan, orang yang sangat terkenal piawai berdagang, mengatakan, “Saya akan berdagang ke Syam. Yang akan menitipkan barang-barangnya kepada saya, silakan.”

Karena orang-orang Mekkah percaya bahwa Abu Sufyan adalah orang yang pandai berdagang, maka banyak yang menitipkan barangnya kepada Abu Sufyan yang hendak berdagang di Syam.

Analoginya, seandainya ada orang di sini yang pandai berdagang, kalau jualan pasti laku dan untung besar, maka pasti kita akan mau menitip modal atau barang padanya karena akan mendapat keuntungan yang berlipat.

Begitulah orang-orang Mekkah pada Abu Sufyan. Maka banyak yang menitip pada Abu Sufyan sehingga barangnya saja diangkut oleh seribu unta. Bayangkan! Sementara pembantu yang menjaganya hanya sekitar 40 orang saja. Itu karena Quraisy dianggap sebagai pemimpin suku-suku Arab sehingga tidak mungkin ada yang berani menghadang kafilahnya.

Sampailah berita ini kepada Rasulullah SAW.

Maka tatkala mendekati saat kepulangan mereka dari Syam ke Mekkah, Nabi mengatakan,
“Siapkan pasukan! Ayo kita keluar kota Madinah, untuk menghadang (menakut-nakuti) kafilah Abu Sufyan. Kalau memang ketemu, maka kita akan mendapatkan barang-barang kita di situ. Kalau tidak, paling tidak kita sudah perlihatkan bagaimana taring kita.”

Jadi niatnya bukan untuk berperang, tapi hanya untuk menakut-nakuti, menghadang kafilah dagang Quraisiy.
Maka banyak sahabat yang tidak ikut dalam perang badar.
Termasuk  Sayidina Usman juga tidak ikut karena menjaga istrinya Ruqoyah yang sedang sakit. 

Kafilah dagang itu sendiri membawa harta kekayaan penduduk Makkah, yang jumlahnya sangat melimpah. Bisa dikatakan, kekayaan Mekkah pada waktu itu ada di kafilah Abu Sufyan semuanya. Kalau seandainya kafilah itu dirampas semuanya, maka hancurlah ekonomi Mekkah.

Dalam buku Sirah Nabawi yang ditulis oleh Shafiyyur-Rahman Al-Mubarakfury, diceritakan bahwa Rasulullah SAW tidak menekankan kepada seorang pun di antara penduduk Madinah untuk bergabung, tetapi beliau menyerahkan masalah ini kepada kerelaan mereka. Karena niatnya memang bukan untuk berperang, melainkan hanya menghadang kafilah dagang.

Oleh karena itu banyak Sahabat yang memilih tetap di Madinah. Sebab ketetapan kali ini tak berbeda dengan ketetapan beliau dalam mengirmkan satuan-satuan pasukan sebelumnya yang menjaga perbatasan tanah Madinah.

Rasulullah SAW keluar Madinah beserta sekitar 313 orang dengan membawa perlengkapan perang seadanya. Kudanya pun hanya 2 ekor, milik Zubair bin Awwam dan Miqdad bin Amr. Sedangkan untanya ada 70 ekor, satu ekor dinaiki dua atau tiga orang.

Pasukan Muslimin dibagi menjadi 2 batalion, batalion Muhajirin yang benderanya diserahkan kepada Ali bin Abu Thalib, batalion Anshar yang benderanya diserahkan kepada Sa’ad bin Mu’adz. Komando front kanan diserahkan kepada Zubair, dan front kiri diserahkan kepada Miqdad, karena hanya mereka berdualah yang naik kuda dalam pasukan itu. Komando tertinggi berada di tangan Rasulullah SAW.

Tanpa rasa gentar sedikitpun Rasulullah SAW berangkat dari jantung Madinah bersama pasukan ini, berjalan melewati jalur pokok menuju ke Makkah, hingga tiba di sumur ar-Rauha’. 
Dari sini beliau tidak mengambil jalan ke arah kiri yang menuju Makkah, tetapi justru mengambil jalan ke arah kanan menuju Badar dan tiba di Ash-Shafra’. 
Dari sana beliau mengirim utusan agar pergi ke Badar, untuk mencari berita tentang kafilah dagang Quraisy.

Kita kembali ke kafilah Abu Sufyan.

Kabar bergeraknya kaum Muslim dari MAdinah ke Badar diterima Abu Sufyan saat dia berada tak jauh dari Badar. Maka Abu Sufyan mengupah(memerintahkan) seseorang agar pergi ke Makkah, memberi tahu kaum Quraisy,
“Kami membawa keuntungan yang sangat luar biasa. Tapi kalau seandainya nanti kami lewat Madinah lalu disergap maka habislah barang Anda semuanya. Maka tolong kirimkan pasukan untuk mengawal kami.”

Ini rahasianya. Inilah penyebab awal terjadinya Perang Badar.
Jadi Perang Badar memang bukan direncanakan dari semula oleh Rasulullah SAW.

Mendengar kabar dari Abu Sufyan ini, Maka kaum Quraisy Mekkah segera mengirim dan bersiap-siap menuju abu sofyan. Tak seorang pun pembesar mereka yang tertinggal kecuali Abu Lahab. 
Kekuatan pasukan Mekkah ini ada 1300 orang pada awal mulanya (yang 300 orang nanti kembali lagi, tidak ikut berperang di Badar), 100 kuda, 600 baju besi dan unta yang cukup banyak jumlahnya. Komando tertinggi dipegang oleh Abu Jahal.

Mereka pergi dengan membawa kemurkaan dan dendam terhadap Rasulullah SAW, disamping untuk menyelamatkan kafilah dagang mereka yang di bawa abu sofyan. 
Namun sebelumnya, kaum Muslim berhasil memperdaya ‘Amru al-Hadhrami dan merampas kekayaan yang dibawa kafilahnya.
Oleh karena dari kota Mekkah mereka bergerak lurus kearah utara menuju Badar.

Kita kembali ke Rasulullah SAW dan pasukan Madinah.

Rasulullah SAW mengetahui pasukan Quraisy telah tiba di dekat Badar. Melihat perkembangan yang cukup rawan dan tidak terduga-duga ini, maka beliau mengadakan musyawarah bersama para sahabatnya, meminta pendapat mereka.

Lihat betapa hebat Rasulullah SAW ini sebagai seorang pemimpin.

Para sahabat seperti Abu Bakar dan Umar bin Khaththab sama sekali tidak mengendor dan lebih baik maju terus, demikian juga sahabat Muhajirin yang lain.

Namun Rasulullah SAW ingin mendengar pendapat dari sahabat Anshar. Karena klausul Baiat Aqabah tidak mengharuskan mereka ikut dalam peperangan di luar perkampungan mereka.

Masih ingat di Baiat Aqabah? Waktu itu Sa’ad nbin Mu’adz mengatakan, “Sebutkan syarat antara saya dengan Anda. Kalau seandainya Anda ke kota Madinah, apa yang harus saya lakukan.”

Maka waktu itu Rasulullah SAW menjawab, “Kalian harus menjaga saya seperti halnya kalian menjaga keluarga kalian sendiri, seperti halnya kalian menjaga anak dan istri kalian.”

Sedangkan kali ini posisinya ada di luar Madinah. Bagaimana janjinya ya?
Maka Rasulullah SAW harus meminta Sahabat Anshar untuk mengulangi janjinya.
Karena janji/baiat Aqabah saat itu adalah untuk ketika berada di kota Madinah, sedangkan sekarang posisinya di luar Madinah. Maka sudah lepas janji itu.
Subhanallah, detail Rasulullah ini.

“Wahai para Sahabat Anshar, saya ingin memastikan bagaimana kita kalau di luar Madinah,” kata beliau.

Para Sahabat Anshar mengerti, bahwa baiat dulu mengikat hanya di dalam Madinah.

Miqdad bin Amr mengatakan, “Ya Rasulullah, kalaupun engkau bawa kami ke Barak al-Ghimad, –yaitu suatu tempat di daerah Yaman yang di situ ada 14 kabilah, kabilah yang jahat-garang yang terkenal memusuhi islam– yang akan membunuh kami, kami tidak akan mundur.”

Rasulullah SAW tersenyum gembira mendengarnya.

Lalu Sa’ad bin Mu’adz, simbol kaum Anshar, komandan Anshar dan sekaligus pembawa benderanya, berkata,
“Sungguh kami telah beriman kepadamu, membenarkanmu, dan bersaksi kepadamu, bahwa apa yang engkau bawa adalah kebenaran. Kami juga telah memberikan sumpah dan janji kami kepadamu untuk selalu mendengarkan dan taat. Teruskanlah wahai Rasulullah, apa yang engkau kehendaki.

Demi Zat yang mengutusmu dengan kebenaran, jika engkau tawarkan lautan kepada kami dan engkau menyelam ke dasarnya, kami pun akan menyelam bersamamu. Tidak akan ada seorang pun yang tertinggal dari kami. Maka majulah bersama kami dengan barakah Allah.”

“Demi Allah, jika engkau maju hingga mencapai dasar sumur yang gelap, tentu kami akan maju bersama engkau.”
Rasulullah SAW tersenyum mendengarnya. Kemudian kaum Muslim melanjutkan perjalanan menuju Badar.


Pasukan Nabi tidak bertemu dengan abu sofyan.

Kejadian selanjutnya diterangkan oleh firman Allah SWT di dalam Al Quran. Sungguh luar biasa skenario Allah SWT. 

إِذْ أَنْتُمْ بِالْعُدْوَةِ الدُّنْيَا وَهُمْ بِالْعُدْوَةِ الْقُصْوَىٰ وَالرَّكْبُ أَسْفَلَ مِنْكُمْ ۚ وَلَوْ تَوَاعَدْتُمْ لَاخْتَلَفْتُمْ فِي الْمِيعَادِ ۙ وَلَٰكِنْ لِيَقْضِيَ اللَّهُ أَمْرًا كَانَ مَفْعُولًا لِيَهْلِكَ مَنْ هَلَكَ عَنْ بَيِّنَةٍ وَيَحْيَىٰ مَنْ حَيَّ عَنْ بَيِّنَةٍ ۗ وَإِنَّ اللَّهَ لَسَمِيعٌ عَلِيمٌ


(Yaitu di hari) ketika kamu berada di pinggir lembah yang dekat dan mereka berada di pinggir lembah yang jauh sedang kafilah itu berada di bawah kamu. Sekiranya kamu mengadakan persetujuan (untuk menentukan hari pertempuran), pastilah kamu tidak sependapat dalam menentukan hari pertempuran itu, akan tetapi (Allah mempertemukan dua pasukan itu) agar Dia melakukan suatu urusan yang mesti dilaksanakan, yaitu agar orang yang binasa itu binasanya dengan keterangan yang nyata dan agar orang yang hidup itu hidupnya dengan keterangan yang nyata (pula). Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui,(Al Anfal : 42)

إِذْ يُرِيكَهُمُ اللَّهُ فِي مَنَامِكَ قَلِيلًا ۖ وَلَوْ أَرَاكَهُمْ كَثِيرًا لَفَشِلْتُمْ وَلَتَنَازَعْتُمْ فِي الْأَمْرِ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ سَلَّمَ ۗ إِنَّهُ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ


(yaitu) ketika Allah menampakkan mereka kepadamu di dalam mimpimu (berjumlah) sedikit. Dan sekiranya Allah memperlihatkan mereka kepada kamu (berjumlah) banyak tentu saja kamu menjadi gentar dan tentu saja kamu akan berbantah-bantahan dalam urusan itu, akan tetapi Allah telah menyelamatkan kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala isi hati.(Al Anfal : 43)

وَإِذْ يَعِدُكُمُ اللَّهُ إِحْدَى الطَّآئِفَتَيْنِ أَنَّهَا لَكُمْ وَتَوَدُّونَ أَنَّ غَيْرَ ذَاتِ الشَّوْكَةِ تَكُونُ لَكُمْ وَيُرِيدُ اللَّهُ أَن يُحِقَّ الْحَقَّ بِكَلِمٰتِهِۦ وَيَقْطَعَ دَابِرَ الْكٰفِرِينَ ﴿الأنفال:٧﴾


“Dan (ingatlah), saat Allah menjanjikan kepadamu bahwa salah satu dari dua golongan (yang kamu hadapi) adalah untukmu, sedang kamu menginginkan bahwa yang tak mempunyai kekuatan senjatalah yang untukmu, dan Allah menghendaki untuk membenarkan yang benar dengan ayat-ayat-Nya dan memusnahkan orang-orang kafir.” (QS al-Anfal 8: 5-7)

Realitanya, memang sulit ketemu/janjian di padang pasir luas pada masa itu, tak ada handphone, di Badar pun tak ada alamatnya apalagi nomor jalan. Pasti sulit bertemu, kecuali dengan qadar Allah. ‘Ingat, kalau engkau berjanji untuk ketemu, pasti tidak akan bisa bertemu,’ Kenapa? Sulit. Tapi ini sudah diatur skenarionya oleh Allah SWT.

Kafilah Abu Sufyan lolos, tidak bertemu dengan pasukan Madinah, namun juga tidak bertemu dengan pasukan Mekkah. Jadi tidak bertemu, memang Allah belokkan, sehingga berselisihan jalan.

Setelah kafilahnya lolos, maka Abu Sufyan mengirim pesan ke pasukan Mekkah yang sudah berangkat.

“Sesungguhnya kalian keluar hanya untuk menyelamatkan kafilah dagang, orang-orang kalian dan harta benda kalian. Allah telah menyelamatkan semuanya. Karena itu lebih baik kembalilah.”

Setelah menerima surat ini, tebersit keinginan pasukan Mekkah untuk kembali.

Tapi dengan sikap yang angkuh dan sombong Abu Jahal berkata, “Aku bersumpah demi Lata dan ‘Uzza, kita tidak akan tinggal diam di tempat ini. Kita akan berangkat menuju Badar, menetap di sana selama 3 hari untuk membinasakan Muhammad dan para sahabatnya. Kita akan mendengarkan nyanyian para biduan dan minum khamar. Selamanya bangsa Arab akan gentar menghadapi kita!”

Berdebat dengan pendapat abu jahal, maka sebanyak 300 orang yang tidak setuju dengan Abu Lahab kembali ke Makkah yang dipimpin al-Akhnas bin Syariq ats-Tsaqafi. 
Sementara pasukan Makkah dengan kekuatan 1000 orang tetap melanjutkan perjalanan menuju Badar yang di pimpin oleh abu jahal hingga akhirnya mereka tiba di dekat tanah Badar yang berada di balik bukit pasir.


Tipu Daya Perang

Kaum Muslim lalu melanjutkan perjalanan menuju Badar. Mereka tiba di suatu lapangan Badar yang berada di pinggir lembah pada malam hari. Kemudian nabi berkata 

"Mari kita dirikan tenda disini".

Kemudian seorang sahabat yang ahli siasat perang bernama Habbab bin Mundzir bertanya, 

“Ya Rasulullah, apakah tempat berhenti yang kau tunjuk saat ini, apakah ini wahyu Allah, Atau ini siasat perangmu?”

Beliau menjawab, “Ini adalah tipu dayaku dalam peperangan.”
Hubab berkata, “Ya Rasulullah, saya punya pendapat. Bagaimana kalau pasukan ini lebih maju lagi?”
Kenapa?
“Di situ banyak sumur-sumur. Mari kita berhenti di sumur itu. Karena nanti orang kafir pun pasti akan mencari sumur. Maka kita cari sumur yang paling besar, sumur yang kecil-kecil kita tutup semuanya, Cara ini membuat kita bisa minum dan mereka tidak bisa minum.”

Nabi bersabda, “Ini ide yang sangat baik.”

Maka pasukan Muslim pun bergerak pindah menuju tempat yang dimaksud Habbab.

Sumur-sumur di daerah situ memang ada banyak. Maka Rasulullah SAW bersabda, 

إكفنوا الا اثنى البئر

"Tenutup semua sumur, kecuali 2 yang besar". 

Satu untuk yang berperang –bagian kesehatan–, satu lagi untuk emergency.


Saat itu Rasulullah SAW mendengar pasukan kafir yang datang dengan suaranya yang gemuruh. Maka beliau mengirim mata-mata untuk mencari data tentang musuh.

“Coba lihat, berapa jumlah mereka?”
“Caranya?”
“Lihat saja, berapa unta yang mereka sembelih untuk dimakan dalam sehari.”

Akhirnya diketahui bahwa dalam sehari pasukan Quraisiy menyembelih sekitar 10 atau 9 unta.
Maka Rasulullah SAW mengatakan, 1 unta cukup untuk 95-100 orang, berarti diperkirakan 1000 orang jumlah pasukan Quraisy.

Hujan gerimis di pihak kaum muslimin dah deras di pihak musrikin.
Malam terus merambat. Subhanallah, malam itu, malam Jum’at, tanggal 17 Ramadhan 2 H, di mana hari esoknya mau perang, Allah SWT menurunkan hujan yang lembut, gerimis rintik-rintik. Sehingga deengan hujan yang gerimis semua pasukan Muslim tertidur.

Dalam Al Qur'an Allah SWT berfirman :

إِذْ يُغَشِّيكُمُ النُّعَاسَ أَمَنَةً مِنْهُ وَيُنَزِّلُ عَلَيْكُمْ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً لِيُطَهِّرَكُمْ بِهِ وَيُذْهِبَ عَنْكُمْ رِجْزَ الشَّيْطَانِ وَلِيَرْبِطَ عَلَىٰ قُلُوبِكُمْ وَيُثَبِّتَ بِهِ الْأَقْدَامَ

“(Ingatlah), ketika Allah menjadikan engka mengantuk sebagai suatu penentraman dari-Nya, dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit ntuk mensucikan kami dengan hujan itu dan menghilangnkan dari kamu gangguan-gangguan setan dan untuk menguatkan hatimu dan memperteguh dengannya telapak kai (mu).” (QS. al-Anfal 8: 11)

Pada waktu itu Abu Thalhah yang bertugas sebagai penjaga mengatakan, 
“Demi Allah, ketika saya menjaga pasukan umat Islam, saya tertidur, dan tak terasa pedangku terjatuh dari genggaman tanganku, lalu aku memungutnya, terjatuh lagi dan aku memungutnya, sampai 14 kali.”

Itulah karunia Allah SWT. Seolah-olah Allah hendak mengatakan, besok anda harus perang, maka malam ini harus tenang.
Bayangkan, kalau besok mau perang, kira-kira malam ini kita bisa tidur tenang tidak? Pasti resah, gimana nih, besok perang, mati atau engga. Ini pasukan muslimin semuanya tidur tenang.

Padang pasir kalau diberi air yang gerimis, maka pasirnya menjadi keras, jadi enak untuk diinjak.

Hujan gerimis di kaum muslimin, sebaliknya hujan yang sangat deras di tempat kaum musyrik. Sehingga karena saking besar hujannya, kalau mereka menginjak padang pasir, semua lumpur pasir ikut di kakinya, jadi mereka sibuk membersihkan kakinya. Itu keadaannya.

Di situ Rasulullah SAW melihat, begitu banyak pasukan kafir.

Membuat tenda untuk Nabi
Rasulullah SAW dibuatkan sebuah tenda di tempat yang tinggi, tepatnya di sebelah timur laut dari medan perang. Itu pun atas ide dari sahabat Anshar, bukan keinginan Rasulullah SAW.

Sa’ad bin Mu’adz yang mengusulkan kepada Rasulullah SAW, dia berkata,
“Wahai Nabi Allah, bagaimana jika kami membuat sebuah tenda bagi engkau dan kami siapkan kendaraan di sisi engkau, kemudian biarlah kami yang menghadapi musuh, Jika Allah memberikan kemenangan kepada kita, maka memang itulah yang kami sukai. Tapi jika hasilnya lain, maka engkau bisa langsung duduk di atas kendaraan, lalu bisa menyusul orang-orang di belakang kami. Di sana masih ada beberapa orang yang tidak ikut bergabung dengan kami.
Wahai nabi Allah, mereka jauh lebih mencintai engkau daripada cinta kami kepada engkau. Jika mereka menganggap bahwa engkau harus menghadapi perang, tentu mereka tidak akan mangkir dari sisi engkau. Allah pasti akan membela engkau bersama mereka, memberikan nasihat kepada engkau dan berjihad bersama engkau.”

Karena memang niat awal berangkatnya pasukan ini bukan untuk berperang, maka tidak semua Sahabat ikut, banyak Sahabat yang masih tinggal di Madinah. Seperti sahabat Usman karena beliau menjaga istrinya Ruqoyah yang sedang sakit.


Perintah rambu-rambu perang

Nabi bimabang apakah perang atau tidak tapi nabi memastikan ada perang karena ada ayat perang turun.

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ جَاهِدِ الْكُفَّارَ وَالْمُنَافِقِينَ وَاغْلُظْ عَلَيْهِمْ ۚ وَمَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ ۖ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ


Hai nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka. tempat mereka ialah jahannam. dan itu adalah tempat kembali yang seburuk-buruknya. (At Taubah 73)

وَقَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوا ۚ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ


Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. (Al Baqarah 190)

Sebelumnya nabi bimbang apakah ini mau perang atau tidak, tp ini jelas perang karena ayat ini di turunkan. Maka ketika nabi menyampaikan ayat ini ternyata di sambut oleh para sohabat dengan senang hati.
Hamzah dan para sahabat lain berteriak, "Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar".

Pada malam itu, saat Rasulullah SAW melihat begitu banyak jumlah pasukan kafir, sedangkan jumlah pasukan Muslimin sedikit, maka beliau banyak mendirikan sholat. Sang Pemimpin Agung itu tak kuasa menahan tangis, membayangkan perang besar yang akan dilakukan esok hari.

Itu adalah malam yang menentukan, dan hanya satu malam. Karena keesokan harinya, akan terjadi pertempuran pertama dalam sejarah Islam, perang perdana antara kekufuran dan iman, dan pertempuran pertama saat Allah SWT menegakkan panji agama dan kalimat Laa ilaaha illa Allah. Dan Rasulullah SAW melewatkan malam itu dengan melakukan sholat Tahajjud hingga pagi menjelang.

Do'a Rasulullah di perang Badar Rasulullah SAW mengangkat tangan, berdoa dengan khusyuk.

Semetara para sahabat gembira menyambut ayat perang, sementara nabi menghawatirkan para sahabat, maka nabi geliasah dan tidak bisa tidur.

Demikian pentingnya kemenangan dan demikian berbahayanya kekalahan dalam perang ini, sehingga semalam suntuk Nabi SAW berdoa sambil menangis dalam shalat malamnya sampai sorbanya jatuh,

اللَّهُمَّ أَنْجِزْ لِي مَا وَعَدْتَنِي .. اللَّهُمَّ آتِ مَا وَعَدْتَنِي.. اللَّهُمَّ إِنْ تُهْلِكْ هَذِهِ الْعِصَابَةَ مِنْ أَهْلِ الإسلام لا تُعْبَدْ فِي الأرْضِ


“Ya Allah, laksanakanlah apa yang Engkau janjikan kepadaku! Ya Allah, karuniakanlah kepadaku apa yang Engkau janjikan kepadaku! Ya Allah,jika Engkau membiarkan kelompok kecil umat Islam ini kalah binasa, niscaya Engkau tidak akan lagi disembah di muka bumi!” (HR. Muslim no. 3309)

Disini Abu Bakar datang memberi semangat kepada Nabi dengan berkata dengan kata yang pernah di katakan oleh nabi kepada abu bakanr ketika di kejar Suroqoh sewaktu hijrah, "La tahzan Inallah ma'ana" (Jangan sedih Allah bersama kita).

Doanya bukan doa putus asa, Rasulullah SAW tidak pernah berdoa seperti ini kecuali di sini, hebat doanya..

Rasulullah SAW terus berdoa. Maka Abu Bakar sambil menangis, membawa sorbannya mengatakan, “Ya Rasulullah, cukup ya Rasul, Allah tidak akan meninggalkan Anda.”

Sekarang berbalik, “Innallaaha ma’ana,” kata Abu Bakar.

Dulu pernah Rasulullah mengatakan “innallaaha ma’ana” kepada Abu Bakar ketika hijrah. Sekarang Abu Bakar yang kembali memantulkan lafazh-lafazh Rasulullah SAW.

Ya, Rasulullah manusia, maka beliau pun perlu sahabat. Perlu teman. Kenapa?
Suatu saat dalam keadaan guncang, kesulitan, siapa yang akan menasehatinya? Sahabatnya.

Tiba-tiba Rasulullah SAW terserang kantuk berat, beliau tertidur.

Allah SWT lalu menurunkan ayat berikut,

إِذْ تَسْتَغِيثُونَ رَبَّكُمْ فَاسْتَجَابَ لَكُمْ أَنِّي مُمِدُّكُمْ بِأَلْفٍ مِنَ الْمَلَائِكَةِ مُرْدِفِينَ

“(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu, “Sungguh, Aku akan mendatangkan bala bantuan kepadamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut.” (QS. Al-Anfal 8: 9).

Murdifiin : Maksudnya keluar dari suatu lubang yang berjubel

Rasulullah pun terbangun dari tidurnya yang sejenak itu.kemudian beliau teriak,
“Allahu Akbar! Allahu Akbar!”

“Ada apa, Ya Rasul?” tanya Abu Bakar.

والله رايت جبريل نزل بالف من الملائكة فى الارض البدر

“Demi Allah, saya melihat Jibril turun dengan ribuan malaikat. Saat ini sudah berkumpul di bumi Badar.”

Murdifin itu dapat diartikan begini, kalau kita keluar masjid, karena pintunya kecil, semuanya mengarah ke satu titik itu, sehingga berdesak-desakan, keluarnya berjejal-jejal.

Jadi malaikat berjejal-jejal turun untuk membantu Rasulullah SAW.
Kenapa malaikat ikut perang? Apa rahasianya?
Karena syaitan ikut perang. Secara kasat mata, pasukan kafir manusia aslinya memang 1000, tapi syaitannya entah berapa.


Pertempuran Berkecamuk
Untuk menghadapi pasukan musyrik yang jumlahnya jauh lebih banyak, maka Rasulullah SAW memerintahkan pasukan Muslim agar berbaris seperti shaf shalat. Satu barisan membujur panjang disusul dengan barisan lain di belakangnya.

Rasulullah SAW memerintahkan kepada mereka untuk tidak memulai peperangan sebelum datang perintah darinya. 
“Jika mereka mendekati kalian, lepaskan anak panah kalian dan jangan sampai kalian didahului.” (Shahih Bukhari).
Janganlah terburu-buru menghunus pedang kecuali setelah mereka dekat dengan kalian.” (Sunan Abu Dawud).

 
Nabi membariskan pasukan :


صووا صفوفكم

"Luruskan barisan kalian"

Saat beliau sedang meluruskan barisan itulah ada kejadian unik.

Ada seorang Sahabat bernama Sawad bin Ghaziyyah yang perutnya besar, sehingga walaupun kakinya sudah lurus dengan barisan, tapi perutnya tetap tampak lebih maju –tidak lurus dalam barisan, karena memang perutnya besar, sampai bajunya saja tidak bisa dikancingkan.

Kalau meluruskan, bagi yang perutnya besar, kira-kira meluruskan perut atau meluruskan kaki ya? Kalau meluruskan perut, maka kakinya tidak lurus, dan sebaliknya.

Maka Sawad pun kena pukul Rasulullah SAW ketika beliau memeriksa barisan,

إستقيم يا سواد

“Mundur! Luruskan! Luruskan wahai Sawad!” karena beliau melihat perut Sawad yang tampak lebih maju dalam barisan, dikira beliau kaki Sawad tidak lurus.

"Kaki saya sudah lurus", gumam Sawad, maka dia tersenyum.

Ini dalam keadaan mau perang, tiba-tiba Sawad bertanya kepada Rasulullah,
“Demi Allah, saya ingin bertanya kepada Anda, ya Rasul.”

Walau sudah mau perang, tapi Rasullah SAW menjawab, “Silakan, mau tanya apa?”

يا رسول الله ما هو قصاص

“Ya Rasulullah, apa itu qishash?”

Nabi menjawab, “Qishash itu adalah bunuh, bunuh lagi, pukul, pukul lagi, darah dengan darah. Itulah qishash.”

“Saya ingin menagih qishash kepada Anda ya Rasul.”

"Waduh.. ada apa ini dengan Sawad", kata para Sahabat. 

 اسكت


“Diam,” kata Sawad.

“Memangnya kenapa?” tanya Rasulullah SAW.

“Ingat tadi Anda pukul saya waktu baris, Kaki saya sudah lurus, ya Rasul, cuma perut saya saja yang memang besar sehingga lebih maju. Oleh karenanya saya akan menagih qishash kepada Anda.”

“Silakan. Ini pemukul yang tadi saya pakai. Silakan. Ini perut saya.”

“Maaf ya Rasul, tadi pemukul ini kena kulit saya, tidak kena baju. Adil, buka bajunya ya Rasul.”

“Baik,” dibuka bajunya, “Silakan.”

Para Sahabat berbisik-bisik, wah, kacau ini, sungguh memalukan Sawad ini.

“Siap ya Rasul? Mohon maaf..”

“Ya, silakan.”

Sawad mengangkat pemukulnya, lalu dibuangnya, dan segera dia memeluk dan mencium perut Rasulullah SAW sambil berkata,

والله ما رضيت اذا استشهدت قبل أن أقبل جلد رسول الله


“Demi Allah, saya tidak akan ridho kalau saya mati syahid saat ini sebelum bisa mencium perut Rasulullah SAW. Insya Allah, karena saya berhasil mencium perut ini, maka saya harus berhasil syahid hari ini.”

Benar, Sawad termasuk orang syahid dalam Perang Badar.

"Subhanallah, luar biasa", kata para Sahabat.

Kalau ada kesempatan ke Badar, ada nama-nama syuhada Badar, di situ ada nama Sawad bin Ghaziyyah, satu-satunya syuhada Badar yang mencium perut Rasulullah SAW. Subhanallah..



Orang kafir yang pertama mati di perang Badar
Hujan deras yang mengguyur semalam di area pasukan musyrik, lalu paginya langsung panas menyengat, membuat pasukan kafir kehausan, namun semua sumur sudah dikuasai oleh pasukan muslim.

Hamzah Asadullah(sang singa Allah), berdiri dengan gagah menjaga sumur yang sudah dikuasai.

Ada seorang kafir bernama As'ad, dia merasa sangat kehausan sehingga dia bersumpah untuk minum dari sumur itu. 

"Demi Allah saya harus minum air sumur ini"

Maka Hamzah pun menghadangnya. Dalam waktu singkat, Hamzah bisa mematahkan kaki Aswad.

Saat mau membunuhnya, Umar berteriak pada Hamzah, “Jangan kau bunuh dulu. Dia tadi bersumpah ingin minum air dari sumur itu. Biarkan dia memenuhi sumpahnya dulu. Setelah minum air, baru kau bunuh.”
“Nih, minum kamu,” Hamzah memberikan As'ad kesempatan untuk minum air dari sumur itu, lalu selesai minum Hamzah bertanya, “Kamu mau masuk Islam?”

"Tidak", jawab As'ad.

Maka Hamzah pun membunuhnya.

Jadi pertama kali yang mati di kafir adalah Aswad karena mengambil air dari sumur.


Maka dimulailah al mubarozah (Cara pertempuran)
Sebelumnya, dijelaskan bahwa pertempuran orang Arab itu ada 2 ciri khasnya.

1 Sebelum dimulai, dikeluarkan dulu jago-jagonya, bintang-bintangnya, untuk adu tanding, satu-lawan-satu, berantem dulu jago-jagonya.

2 Setelah itu baru perang dimulai dengan ditandai masing-masing pihak mengangkat benderanya masing-masing. Pasukan penyerang akan bergerak menyerang bendera musuh, sedangkan pasukan bertahan akan melindungi benderanya. Maka apabila bendera itu jatuh tidak berdiri lagi, berarti dia pihak yang sudah kalah.

Begitulah peperangan saat itu.
Berarti yang paling berbahaya dalam peperangan itu adalah di sekitar bendera. Siapa yang membawa bendera, maka dia harus siap mati.
Bendera Islam, biasanya berwarna putih bertuliskan Laa ilaaha illallah – Muhammad Rasulullah. Sedangkan orang kafir benderanya ada yang merah hitam dan lainnya.


Kita kembali ke medan pertempuran Perang Badar.

Al Mubarozah
Sebelum pertempurdi mulai, maka maju satu lawan satu dimulai dengan majunya 3 tokoh Quraisy, yang berasal dari satu keluarga, yaitu Utbah bin Rabi’ah, Al-Walid bin Utbah (anaknya Utbah bin Rabi’ah) dan Syaibah bin Rabi’ah (saudaranya Utbah bin Rabi’ah). Dan berkata,

هل من مبري


“Apakah di antara kalian ada jago-jagonya untuk menghadapi kami?”

Rasulullah SAW belum menentukan, sudah muncul 3 pemuda Anshar, yaitu Auf bin Al-Harits, Mu’awwidz bin Al-Harits, dan Abdullah bin Rawahah.
“Siapa kalian?”
“Kami orang-orang Anshar, Madinah.”
“Saya tidak ada urusan dengan orang-orang Madinah. Keluar kamu. Saya hanya punya urusan dengan orang-orang Mekkah.”

“Muhammad, kirimkan kepada kami orang-orang Mekkah. Jangan penakut.”

Maka Rasululah SAW bersabda, “Hamzah, Qum (berdiri!) Ali, berdiri! Ubaidah bin Al-Harits, berdiri!”

Itu semua keluarganya. Hamzah dan Ubaidah adalah paman beliau, dan Ali adalah anak paman beliau. Yang dimajukan ke medan perang itu adalah keluarganya.

Ubaidah yang paling tua di antara mereka, berhadapan dengan Utbah, Hamzah dengan Syaibah, dan Ali berhadapan dengan Al-Walid.

Kurang dari 5 menit, dengan beberapa gerakan saja, Hamzah dan Ali bisa membunuh lawannya. Lalu Hamzah menghampiri lawan Ubaidah, dan dalam waktu singkat Hamzah dapat membunuh Utbah.

Saat itu orang kafir kaget. Dalam waktu cuma 5 menit, 3 pemuka Quraisy mati. Itu menjadi pukulan berat bagi mereka. Mereka segera bergerak maju, menyerang pasukan Muslim dengan membabi buta.

Sementara itu, pasukan Muslim tetap berdiri kukuh di tempatnya masing-masing dengan sikap defensif(siap siaga). Namun cara ini cukup ampuh untuk menjatuhkan korban di kalangan orang-orang musyrik. Dari bibir mereka keluar kalimat mengagungkan Allahu. “Allahu Akbar, Allahu Akbar, Ahad.. Ahad..” 

Maka terjadilah pertempuran yang sangat dahsyat.


Kisah Heroik(gemuruh) dalam Perang Badar
Menjelang pecahnya perang, Rasulullah saw berpidato, 

 والله لا بينكم وبين الجنة الا قدف هئلاء


“Demi Allah, antara kalian dengan surga itu hanya terhalang dengan pasukan kecil ini, dengan orang kafir ini, Maju.....”

Maka pecahlah pertempuran perang Badar yang begitu dahsyat dan gemuruh.

Belum selesai makan langusng perang
Di antara sosok pahlawan Perang Badar yang menggambarkan kegigihan perjuangan para sahabat adalah ‘Umair bin al-Hamam.  
Ketika itu ‘Umair bin Hamam, si pemberani dari Anshar, sedang makan beberapa butir kurma, mendengar kalimat yang disampaikan Nabi, maka dia bertanya,

يا رسول الله لا بينى وبين الجنة الا قدف هئلاء


“Ya Rasulullah, apakah antara aku dan surga hanya terhalang tipis dengan pasukan ini?”.
“Ya.” Jawab Nabi.

“Demi Allah, saya rindu terhadap surga. Terlalu lama saya harus menghabiskan kurma ini,” 
Maka dia keluarkan itu makan dan Dia maju ke depan. Dia pergi ke tengah medan pertempuran, berjuang, dan akhirnya gugur sebagai syahid.

Ibunya bertanya Ya Rasulullah, apakah anakku masuk surga?
Jawab Nabi, "Tidak tapi Anakmu masuk di atas surganya surga".


Nabi menyembuhkan mata Miqdad bin Amr
Ada kisah yang unik ketika pertempuran dimulai. Kisah ini dialami oleh Miqdad bin Amr. Mata kanannya tertusuk pedang, sehingga jatuhlah matanya. 
Melihat kejadian itu sayidina Ali berkata, "Hai migdad biar aku potong mata itu supaya tidak menggangu".

Miqdad berkata, 

 والله لا تقطع حتى إيراني رسول الله


"Jangan di potong sebelum aku memperlihatkan kepada rasululluah"

Dalam keadaan kesakitan, Miqdad datang kepada Rasulullah SAW.

Maka nabi mendoakan Miqdad seraya berdo'a,

بسم الله إشفى انت لا شفى الا شفائك


"Dengan nama Allah, mohon kesembuhan kepadamu tiada sembuh kecuali kesembuhan dari mu".

Dan sembuhlah matanya.

“Ya Rasulullah, yang tadi sakit mata kanan atau kiri ya, Saya tidak ingat lagi mata mana yang tadi sakit.”

 
Kisah 2 pemuda
Ada lagi kisah tentang dua pemuda belia, usianya mungkin baru 14-15 tahun, yaitu Mu’awwadz bin Afra dan Mu’adz bin Afra, putra ‘Afra’.

Keduanya mengendap-ngendap masuk ke medan perang, lalu bertemu dengan Abdurrahman bin Auf. Kemudian mereka bertanya,

“Wahai paman, Anda tahu yang namanya Abu Jahal yang mana?”
Karena selama ini keduanya belum pernah melihat sosok Abu Jahal.
“Apa yang akan kalian lakukan?”
“Katanya Abu Jahal itu yang paling memusuhi Rasulullah ya?”
“Ya, memangnya kenapa?”
“Demi Allah, kalau saya bertemu dengan dia, apa saya yang mati atau dia yang mati.”

Abdurrahman bin Auf berkata, “Nanti nak ya, tenang, nanti kalau ada, saya kasih tunjuk,” kata Abdurrahman bin Auf.
Maka kedua anak itu ikut saja di belakang Abdurrahman bin Auf.

Sementara itu, Abu Jahal yang menjadi pimpinan pasukan kafir, berada dalam perlindungan pasukan yang cukup ketat.
Sehingga ketika Abdurrahman bin Auf, melihat saking ketat dan banyak pengawalan, dia berkata,

و الله رايت أبا جهل كالغابة


“Demi Allah, aku melihat abu jahal seperti di tengah hutan,” 

Kemudia Abdurrahman bin Auf berkata, “Nak, itu Abu Jahal,” 

Baru mengatakan demikian dan menunjuk, kedua pemuda belia itu langsung lari menuju Abu Jahal. 
Melihat kecepatan gerak pemuda tersebut Abdurrahman bin Auf berkata,

و الله كأنى ر ايت كالصقرين 


“Demi Allah, saya seolah-olah melihat 2 rajawali yang melesat terbang.”

Dalam hitungan detik, kedua pemuda belia itu seperti 2 rajawali, melesat lari, maka hancur penjagaan ketat di sekitar Abu Jahal.

Mu’adz bin Amr berhasil menyabet betis Abu Jahal, dan Mu’awwidz juga berhasil menyabetnya sehingga Abu Jahal jatuh tersungkur dalam keadaan sekarat. 

Abu Jahal belum mati, tapi masih dalam keadaan antara hidup dan mati, masih bernapas. 

Kisah bagaimana tewasnya Abu Jahal nanti di episode berikutnya.

Mu’awwidz terus bertempur hingga syahid di situ. Sedangkan Mu’adz keadaan tangannya hampir putus, bergelantungan.
Kalau dalam keadaan luka seperti itu, biasanya orang akan ke bagian medis untuk mengobati tangannya dulu, tapi tidak dengan Mu’adz. Ia ikat tangannya ke belakang, lalu maju lagi ke medan perang. bertempur kembali.
Namun ikatan tangannya yang luka terlepas, akhirnya ia putus tangannya, lalu maju lagi ke medan perang, akhirnya ia mati syahid.

Pertempuran Badar terjadi tidak lebih dari 2 jam dengan akhir kekalahan yang telak di pihak orang-orang musyrik dan kemenangan yang nyata di pihak orang-orang Muslim.

Dengan melihat kisah seperti ini, semangat mereka dalam mengagungkan nama Allah, semoga menumbuhkan semangat kita dalam berdakwah mengajak kepada Islam, Allah dan Rasul-Nya.


Saksi Perang Badar adalah Khobbats
Pertempuran Perang Badar ini terjadi tidak lebih dari 2 jam. Ternyata Perang Badar ini ada saksinya, namanya Khobbats. Dia adalah seorang Yahudi, belum muslim. Ketika perang sedang berkecamuk, dia sedang menggembala, terhalang dengan bukit dari medan pertempuran.

Namun karena suara perang yang berkecamuk dan gemuruh, dia penasaran, "ada apa ini?".

Maka dia naik ke bukit, dan dilihatnyalah olehnya dua pasukan yang sedang bertempur.

“Ooo rupanya ada pertempuran. Pasukan Islam, yaa cuma 300-an, pasukan Quraisy 1000-an, wah hebat banyak sekali, ya sudah saya nonton saja lah.” 

Dengan kata lain, dia menonton dengan prediksi tinggal menunggu saja yang 300 ini hancur. Seperti itulah Khobbats, tinggal menunggu kekalahan pasukan Muslim.

Setelah 2 jam berlalu, pertempuran Badar hampir berakhir dengan kemenangan yang nyata di pihak pasukan Muslim, Khobbats yang masih menonton berkata dalam hati,

و الله ما ر ايت عجبا هم  فرق  كالنساء


“Demi Allah, saya tidak pernah melihat sesuatu yang aneh di muka bumi ini kecuali saat ini. Mereka orang-orang Mekkah lari terbirit-birit seperti perempuan ketakutan.”

Selesai melihat perang, Lalu dia turun dari bukit itu.

Setelah berlalu lebih dari 2 tahun dari perang Badar, bahkan sudah lewat perang Uhud dan perang Khandaq, Khobbats yang masih Yahudi duduk-duduk di kota Madinah.

Saat itu, lewatlah Rasulullah SAW dan melihat Khobats kemudian nabi bertaya,
“Hai... Kamu Khobbats ya?” tanya beliau.
“Ya Muhammad, memangnya kenapa?”
“Kamu sendiri yang menyaksikan perang Badar di bukit itu kan?”

Deg! Khobbats kaget, “Memangnya kenapa?”

“Apakah kamu yang waktu itu mengatakan dalam hatimu, demi Allah saya tidak pernah melihat sesuatu yang aneh di muka bumi ini kecuali saat ini, mereka orang-orang Mekkah lari terbirit-birit seperti perempuan ketakutan?”

Subhanallah.. Khobbats langsung syahadat saat itu juga, 

اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ , وَ اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَّسُوْلُ اللهِ


dia masuk Islam. 

Rasulullah SAW sudah membuktikan padanya bahwa beliau memang benar seorang nabi dan rasul.
Maka Khobbats, orang Yahudi yang menjadi saksi terjadinya perang Badar itu, kini menjadi Muslim.

Berlanjut