Jumat, 25 Agustus 2017

Mengapa yang dibaca fatehah, Qulhu dll?


Pahala sedekah sampai kepada mayat.

Adapun dalil bahwa pahala shadaqah yang dihadiahkan kepada mayit itu sampai kepadanya adalah riwayat al-Bukhari dari Aisyah:

أَنَّ رَجُلاً قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ أُمِّي افْتُلِتَتْ نَفْسُهَا وَأَظُنُّهَا لَوْ تَكَلَّمَتْ تَصَدَّقَتْ فَهَلْ لَهَا أَجْرٌ إِنْ تَصَدَّقْتُ عَنْهَا قَالَ نَعَمْ

“Seorang laki-laki bertanya kepada Rasulallah Saw.: ‘Ibu saya telah meninggal, dan aku berprasangka andai dia bisa berbicara pasti dia akan bersedekah, maka apakah dia mendapat pahala jika aku bersedekah untuknya?’ Rasulallah menjawab: ‘Benar.’”
Syarah haditsnya : Imam Nawawi berkata : dan di dalam hadits ini, bahwasanya bersedekah atas nama mayit ini bisa memberi manfaat kepada mayit dan pahala sedekahnya bisa sampai padanya, dan demikianlah sesuai dengan kesepakatan para ulama,


Membacakan Al-Quran untuk Orang Mati pahalanya bisa sampai tp harus di khususkan

Dari kalangan mazhab Maliki, para ulama muhaqqiqun (ahli) memperbolehkan hal tersebut dan berpendapat bahwa pahala bacaan akan sampai pada mayit. Pendapat ini yang dijadikan pegangan oleh ulama mutaakhirin mereka.

Dalam Hasyiah Ad-Dusuqi ala Syarh Al-Kabir disebutkan, “Pada akhir Nawazil-nya Ibnu Rusyd tentang pertanyaan dalam ayat :

وأن ليس للإنسان إﻻ ما سعى

Beliau menjawab, “Jika seorang membaca dan menghadiahkan pahala bacaannya kepada mayit, maka hal itu diperbolehkan dan mayit mendapat pahalanya.”(An Njem : 39)

Syekh Sulaiman bin Umar Al-‘Ajili menjelaskan dalam kitab Futuhatil Ilaahiyah Juz IV, hal 236

قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ هَذَا مَنْسُوْخُ الْحُكْمِ فِي هَذِهِ الشَّرِيْعَةِ أَيْ وَإِنَّمَا هُوَ فِي صُحُفِ مُوْسَى وَاِبْرَاهِيْمَ عَلَيْهِمَا السَّلاَمِ بِقَوْلِهِ “وَأَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِيَّتَهُمْ” فَأُدْخِلَ اْلأَبْنَاءُ فِي اْلجَنَّةِ بِصَلَاحِ اْللأَبَاءِ. وَقَالَ عِكْرِمَةُ إِنَّ ذَلِكَ لِقَوْمِ إِبْرَاهِيْمَ وَمُوْسَى عَلَيْهِمَا السَّلَامُ وَأَمَّا هَذِهِ اْلأُمَّةُ فَلَهُمْ مَا سَعَوْا وَمَا سَعَى لَهُمُ غَيْرُهُمْ (الفتوحات الإلهية,٤.٢٣٦)

“Ibnu Abbas berkata bahwa hukum ayat tersebut telah di-mansukh atau diganti dalam syari’at Nabi Muhammad SAW. Hukumnya hanya berlaku dalam syari’at Nabi Ibrahim AS dan Nabi Musa AS, kemudian untuk umat Nabi Muhammad SAW kandungan QS. Al-Najm 39 tersebut dihapus dengan firman Allah SWT

 وَأَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِيَّتَهُمْ


Ayat ini menyatakan bahwa seorang anak dapat masuk surga karena amal baik ayahnya. Ikrimah mengatakan bahwa tidak sampainya pahala (yang dihadiahkan) hanya berlaku dalam syari’at Nabi Ibrahim AS dan Nabi Musa AS. Sedangkan untuk umat Nabi Muhammad SAW mereka dapat menerima pahala amal kebaikannya sendiri atau amal kebaikannya sendiri atau amal kebaikan orang lain” (Al-Futuhat Al-Ilahiyyah, Juz IV, hal 236)

---------------------------------------------------------------

PENJELASAN SYAIKH AL-UTSAIMIN PERIHAL MAKNA SURAH QS. an-Najm Ayat 39

“Pahala amal orang lain sampai kepada mayyit, dam memberikan manfaat, apabila di qashadkan kepada mayyit”
Terkait surah an-Najm ayat 39, ulama juga sering berselisih pendapat dalam menjelaskannya. Ulama memiliki berbagai jawaban dalam menjelaskan ayat ini namun ulama tidak menafikan bahwa seseorang memang bisa memperoleh manfaat dari orang lain, sebab nas untuk hal ini telah mutawatir baik didalam al-Qur’an maupun as-Sunnah. Pertanyaan terkait ayat tersebut pernah di ajukan kepada Syaikh ‘Utsaimin dan beliau menjelaskannya sebagai berikut :

وسئل فضيلة الشيخ: هل قوله تعالى: {وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلَّا مَا سَعَى} يدل على أن الثواب لا يصل إلى الميت إذا أهدي له؟

Fadlilatusy Syaikh ditanya : apakah firman Allah {wa an laysa lil-insaani ilaa maa sa’aa} menunjukkan atas bahwa pahala tidak sampai kepada mayyit apabila di hadiahkan untuknya ?

فأجاب بقوله: قوله – تعالى-: {وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلَّا مَا سَعَى} المراد -والله أعلم- أن الإنسان لا يستحق من سعي غيره شيئًا، كما لا يحمل من وزر غيره شيئًا، وليس المراد أنه لا يصل إليه ثواب سعي غيره؛ لكثرة النصوص الواردة في وصول ثواب سعي الغير إلى غيره وانتفاعه به إذا قصده به، فمن ذلك: الدعاء:فإن المدعو له ينتفع به بنص القرآن الكريم والسنة، وإجماع المسلمين، … الصدقة عن الميت، …، الصيام عن الميت …، الحج عن غيره …، الأضحية عن الغير …، اقتصاص المظلوم من الظالم بالأخذ من صالح أعماله …، انتفاعات أخرى بأعمال الغير: كرفع درجات الذرية في الجنة إلى درجات آبائهم، وزيادة أجر الجماعة بكثرة العدد، وصحة صلاة المنفرد بمصافة غيره له، والأمن والنصر بوجود أهل الفضل،

Jawab : tentang firman Allah { wa an laysa lil-insaani ilaa maa sa’aa } maksudnya –wallahu a’lam- bahwa manusia tidak berhak terhadap usaha orang lain, sebagaimana seseorang tidak memikul sesuatu tanggungan orang lain, namun maksudnya bukanlah bahwa pahala usaha orang lain tidak sampai kepadanya, sebab banyak nas-nas yang warid tentang sampainya pahala usaha orang lain kepada orang lain dan memberi manfaat dengan hal itu apabila di qashadkan (ditujukan) untuknya. Diantaranya adalah do’a, maka sesungguhnya orang yang berdo’a untuknya memberikan manfaat berdasarkan nas al-Qur’an al-Kariim, as-Sunna dan Ijma’ Muslimin .., shadaqah atas nama mayyit.., puasa untuk mayyit.., haji dari amal orang lain.., dan lain sebagainya.”
WALLAHU A’LAM


Selama 7 hari mayit mendapat fitnah kurbur

Fatwa as-Suyuthi:
Terdapat keterangan ulama bahwa mayit difitnah (ditanya malaikat Munkar dan Nakir) di dalam kuburnya adalah selama 7 hari (setelah hari penguburan) sebagaimana tersirat dalam hadits yang dibawakan oleh beberapa ulama. Hadits yang dibuat landasan tersebut adalah Hadits riwayat Ahmad dalam az-Zuhd dari Thawus.
Hadits-hadits tersebut adalah:

قَالَ اْلإِمَامُ أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ فِي كِتَابِ الزُّهْدِ لَهُ حَدَّثَنَا هَاشِمٌ بْنُ اْلقَاسِمِ قَالَ ثَنَا اْلأَشْجَعِي عَنْ سُفْيَانَ قَالَ قَالَ طَاوُوسُ إِنَّ الْمَوْتَى يُفْتَنُونَ فِي قُبُورِهِمْ سَبْعًا فَكَانُوا يَسْتَحِبُّونَ أَنْ يُطْعِمُوا عَنْهُمْ تِلْكَ اْلأَيَّامَ

قَالَ الْحَافِظُ أَبُو نُعَيْمٍ فِي الْحِلْيَةِ حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ بْنِ مَالِكٍ ثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ أَحْمَدَ ابْنُ حَنْبَلَ ثَنَا أُبَيُّ ثَنَا هَاشِمٌ بْنُ الْقَاسِمِ ثَنَا اْلأَشْجَعِي عَنْ سُفْيَانَ قَالَ قاَلَ طَاوُوسُ إِنَّ الْمَوْتَى يُفْتَنُونَ فِي قُبُورِهِمْ سَبْعًا فَكَانُوا يَسْتَحِبُّونَ أَنْ يُطْعَمَ عَنْهُمْ تِلْكَ اْلأَيَّامَ

ذِكْرُ الرِّوَايَةِ الْمُسْنَدَةِ عَنْ عُبَيْدٍ بْنِ عُمَيْرٍ: قاَلَ ابْنُ جُرَيْجٍ فِي مَصَنَّفِهِ عَنِ الْحَارِثِ ابْنِ أَبِي الْحَارِثِ عَنْ عُبَيْدٍ بْنِ عُمَيْرٍ قَالَ يُفْتَنُ رَجُلاَنِ مُؤْمِنٌ وَمُنَافِقٌ فَأَمَّا الْمُؤْمِنُ فَيُفْتَنُ سَبْعًا

“Imam Ahmad dalam az-Zuhd berkata: ‘Hasyim bin Qasim bercerita kepadaku dari al-Asyja‘i dari Sufyan dari Thawus, dia berkata: Sesungguhnya mayit di dalam kuburnya terfitnah (ditanyai Malaikat Munkar dan Nakir) selama 7 hari. Dan mereka menganjurkan supaya membuat (walimahan) dengan memberi makan (orang-orang), (yang pahalanya dihadiahkan) untuk si mayit tersebut di hari-hari tersebut.”Selanjutnya hadits riwayat berikutnya adalah sama secara makna.


Hukum Keluarga al-Marhum Membaca al-Qur’an Untuk Orang Mati Menurut Ibnu Taimiyah

سئل: عن قراءة أهل الميت تصل إليه؟ والتسبيح والتحميد، والتهليل والتكبير، إذا أهداه إلى الميت يصل إليه ثوابها أم لا؟

(Ibnu Taimiyah) ditanya tentang keluarga al-Marhum yang membaca al-Qur’an yang disampaikan kepada mayyit ? Tasybih, tahmid, tahlil dan takbir, apabila menghadiahkannya kepada mayyit, apakah pahalanya sampai kepada mayyit ataukah tidak ?

الجواب: يصل إلى الميت قراءة أهله، وتسبيحهم، وتكبيرهم، وسائر ذكرهم لله تعالى، إذا أهدوه إلى الميت، وصل إليه، والله أعلم

Jawab : Pembacaaan al-Qur’an oleh keluarga almarhum sampai kepada mayyit, dan tasbih mereka, takbir dan seluruh dziki-dzikir karena Allah Ta’alaa apabila menghadiahkannya kepada mayyit, maka sampai kepada mayyit. Wallahu A’lam.

سئل: هل القراءة تصل إلى الميت من الولد أو لا؟ على مذهب الشافعي

(Ibnu Taimiyah) ditanya tentang pembacaan al-Qur’an oleh seorang anak apakah sampai kepada mayyit atau tidak ? Bagaimana menurut madzhab asy-Syafi’i ?

الجواب: أما وصول ثواب العبادات البدنية: كالقراءة، والصلاة، والصوم، فمذهب أحمد، وأبي حنيفة، وطائفة من أصحاب مالك، والشافعي، إلى أنها تصل، وذهب أكثر أصحاب مالك، والشافعي، إلى أنها لا تصل، والله أعلم.

Jawab : Adapun sampai pahala ibadah-ibadah badaniyah seperti membaca al-Qur’an, shalat dan puasa, oleh karena itu madzhab Imam Ahmad, Imam Abu Hanifah dan sekelompok dari Ashhab Malik dan asy-Syaf’i menyatakan sampai, sedangkan pendapat kebanyakan Ashhab Malik dan asy-Syafi’i menyatakan tidak sampai. Wallahu A’lam.
Sumber : Sumber : al-Fatawa al-Kubraa [3/38] karya Ibnu Taimiyah [w. 728 H]


Setiap Malam Jumat Arwah Saudara Kita Pulang Ke Rumahnya

Sering kita dengar bahwa arwah saudara kita pada setiap malam jum’at pulang ke rumah, sehingga kita dianjurkan membacakan al-fatihah dan surat-surat lain untuknya(Arwah), Apakah hal itu hanya mitos ataukah memang ada kitab yang mengatakan demikaian?

Dalam al Jami’ul kabir di jelaskan bahwa hal itu memang terjadi, dan semoga tulisan ini bisa bermanfaat bagi kita untuk melakukan yang terbaik untuk para arwah keluarga kita dan bahan introspeksi bagi kita dalam menghadapi hidup di alam arwah nanti:

وقال صلى الله عليه وسلم : { إن أرواح المؤمنين يأتون في كل ليلة إلى سماء الدنيا ويقفون بحذاء بيوتهم وينادي كل واحد بصوت حزين ألف مرة يا أهلي وأقاربي وولدي يا من سكنوا بيوتنا ولبسوا ثيابنا واقتسموا أموالنا هل منكم من أحد يذكرنا ويفكرنا في غربتنا ونحن في سجن طويل وحصن شديد ؟ فارحمونا يرحمكم الله ولا تبخلوا علينا قبل أن تصيروا مثلنا يا عباد الله إن الفضل الذي في أيديكم كان في أيدينا وكنا لا ننفق منه في سبيل الله وحسابه ووباله علينا والمنفعة لغيرنا ؛ فإن لم تنصرف أي الأرواح بشيء فينصرفون بالحسرة والحرمان } ا هـ من الجامع الكبير

Bersabda Nabi saw. :
“Sesungguhnya Arwah-arwah kaum mu’minin itu setiap malam mendatangi langit dunia dan mereka ( arwah ) berhenti atau berdiri dengan terompah mereka pada rumah rumah mereka ( selama masih hidup ),mereka memangil atau menyeru, setiap kali seruan dengan suara susah seribu kali seruan.
Wahai keluargaku, kerabatku dan anak anak ku ..
Wahai orang yang telah menempati rumahku, dan memakai baju tinggalanku dan yang telah membagi warisan hartaku, Adakah darimu seseorang yang ingat padaku dan memikirkan Rantauanku ( merantau ) Aku dalam penjara yang sangat lama, dan dalam benteng yang sangat kuat.
Maka Kasianilah aku,maka Allah akan menghasihi kalian dan jangan lah kamu pelit terhadapku sebelum kalian menjadi seperti aku ( mati ) wahai hamba hamba Allah.
Sesungguhnya apa yang utama di tanganmu itu juga di tanganku. Dan aku tidak menafkahkan nya di jalan Allah dan aku tidak menghitungnya serta perduli terhadapnya( harta ) dan sekarang manfaat nya terhadap selain ku.
Maka bila kamu tidak memberikan sesuatu pada arwah arwah tadi dengan sesuatu, maka mereka para arwah akan pergi dengan kerugian dan dia akan tercengah”.

Dalil lain yang lebih jelas bahwa mereka datang pada malam jum'at adalah Hadits Rasulullah SAW. Dalam kitab Hadiyatul Ahya’ lil Amwat hlm: 184-185, karya Abul Hasan Ali bin Ahmad bin Yusuf bin Ja’far Al-Hakkari (w=486 H) disebutkan:

ﻗﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ» : ﺇﻥ ﺃﺭﻭﺍﺡ ﺍﻟﻤﺆﻣﻨﻴﻦ ﻳﺄﺗﻮﻥ ﻛﻞ ﺟﻤﻌﺔ ﺇﻟﻰ ﺳﻤﺎﺀ ﺍﻟﺪﻧﻴﺎ ﻓﻴﻘﻔﻮﻥ ﺑﺤﺬﺍﺀ ﺩﻭﺭﻫﻢ ﻭﺑﻴﻮﺗﻬﻢ ﻓﻴﻨﺎﺩﻱ ﻛﻞ ﻭﺍﺣﺪ ﻣﻨﻬﻢ ﺑﺼﻮﺕ ﺣﺰﻳﻦ: ﻳﺎ ﺃﻫﻠﻲ ﻭﻭﻟﺪﻱ ﻭﺃﻫﻞ ﺑﻴﺘﻲ ﻭﻗﺮﺍﺑﺎﺗﻲ، ﺍﻋﻄﻔﻮﺍ ﻋﻠﻴﻨﺎ ﺑﺸﻲﺀ، ﺭﺣﻤﻜﻢ ﺍﻟﻠﻪ، ﻭﺍﺫﻛﺮﻭﻧﺎ ﻭﻻ ﺗﻨﺴﻮﻧﺎ، ﻭﺍﺭﺣﻤﻮﺍ ﻏﺮﺑﺘﻨﺎ، ﻭﻗﻠﺔ ﺣﻴﻠﺘﻨﺎ، ﻭﻣﺎ ﻧﺤﻦ ﻓﻴﻪ، ﻓﺈﻧﺎ ﻗﺪ ﺑﻘﻴﻨﺎ ﻓﻲ ﺳﺤﻴﻖ ﻭﺛﻴﻖ، ﻭﻏﻢ ﻃﻮﻳﻞ، ﻭﻭﻫﻦ ﺷﺪﻳﺪ، ﻓﺎﺭﺣﻤﻮﻧﺎ ﺭﺣﻤﻜﻢ ﺍﻟﻠﻪ، ﻭﻻ ﺗﺒﺨﻠﻮﺍ ﻋﻠﻴﻨﺎ ﺑﺪﻋﺎﺀ ﺃﻭ ﺻﺪﻗﺔ ﺃﻭ ﺗﺴﺒﻴﺢ، ﻟﻌﻞ ﺍﻟﻠﻪ ﻳﺮﺣﻨﺎ ﻗﺒﻞ ﺃﻥ ﺗﻜﻮﻧﻮﺍ ﺃﻣﺜﺎﻟﻨﺎ، ﻓﻴﺎ ﺣﺴﺮﺗﺎﻩ ﻭﺍﻧﺪﺍﻣﺎﻩ ﻳﺎ ﻋﺒﺎﺩ ﺍﻟﻠﻪ، ﺍﺳﻤﻌﻮﺍ ﻛﻼﻣﻨﺎ، ﻭﻻ ﺗﻨﺴﻮﻧﺎ، ﻓﺄﻧﺘﻢ ﺗﻌﻠﻤﻮﻥ ﺃﻥ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﻔﻀﻮﻝ ﺍﻟﺘﻲ ﻓﻲ ﺃﻳﺪﻳﻜﻢ ﻛﺎﻧﺖ ﻓﻲ ﺃﻳﺪﻳﻨﺎ، ﻭﻛﻨﺎ ﻟﻢ ﻧﻨﻔﻖ ﻓﻲ ﻃﺎﻋﺔ ﺍﻟﻠﻪ، ﻭﻣﻨﻌﻨﺎﻫﺎ ﻋﻦ ﺍﻟﺤﻖ ﻓﺼﺎﺭ ﻭﺑﺎﻻً ﻋﻠﻴﻨﺎ ﻭﻣﻨﻔﻌﺘﻪ ﻟﻐﻴﺮﻧﺎ، ﻭﺍﻟﺤﺴﺎﺏ ﻭﺍﻟﻌﻘﺎﺏ ﻋﻠﻴﻦ ﺍ« ، ﻗﺎﻝ: » ﻓﻴﻨﺎﺩﻱ ﻛﻞ ﻭﺍﺣﺪ ﻣﻨﻬﻢ ﺃﻟﻒ ﻣﺮﺓٍ ﻣﻦ ﺍﻟﺮﺟﺎﻝ ﻭﺍﻟﻨﺴﺎﺀ، ﺍﻋﻄﻔﻮﺍ ﻋﻠﻴﻨﺎ ﺑﺪﺭﻫﻢ ﺃﻭ ﺭﻏﻴﻒ ﺃﻭ ﻛﺴﺮﺓ « ﻗﺎﻝ: ﻓﺒﻜﻰ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻭﺑﻜﻴﻨﺎ ﻣﻌﻪ، ﻓﻠﻢ ﻧﺴﺘﻄﻊ ﺃﻥ ﻧﺘﻜﻠﻢ ﺛﻢ ﻗﺎﻝ » : ﺃﻭﻟﺌﻚ ﺇﺧﻮﺍﻧﻜﻢ ﻛﺎﻧﻮﺍ ﻓﻲ ﻧﻌﻴﻢ ﺍﻟﺪﻧﻴﺎ، ﻓﺼﺎﺭﻭﺍ ﺭﻣﻴﻤﺎً ﺑﻌﺪ ﺍﻟﻨﻌﻴﻢ ﻭﺍﻟﺴﺮﻭﺭ « ، ﻗﺎﻝ» : ﺛﻢ ﻳﺒﻜﻮﻥ ﻭﻳﻨﺎﺩﻭﻥ ﺑﺎﻟﻮﻳﻞ ﻭﺍﻟﺜﺒﻮﺭ ﻭﺍﻟﻨﻔﻴﺮ ﻋﻠﻰ ﺃﻧﻔﺴﻬﻢ ﻳﻘﻮﻟﻮﻥ: ﻳﺎ ﻭﻟﻴﺘﻨﺎ ﻟﻮ ﺃﻧﻔﻘﻨﺎ ﻣﺎ ﻛﺎﻥ ﻓﻲ ﺃﻳﺪﻳﻨﺎ ﻣﺎ ﺍﺣﺘﺠﻨﺎ ﻓﻴﺮﺟﻌﻮﻥ ﺑﺤﺴﺮﺓ ﻭﻧﺪﺍﻣﺔ

Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya ruh-ruh orang mukmin datang setiap malam jumat pada langit dunia. Lalu mereka berdiri di depan pintu-pintu rumah mereka. Masing-masing mereka memanggil-manggil dengan suara yang memelas: “Wahai isteriku (suamiku), anakku, keluargaku, dan kerabatku! Sayangilah kami dengan sesuatu, maka Allah akan merahmati kalian. Ingatlah kami, jangan kalian lupakan! Sayangilah kami dalam keterasingan kami, minimnya kemapuan kami dan segala apa yang kami berada di dalamnya. Sesungguhnya kami berada dalam tempat yang terpencil, kesusahan yang yang panjang dan duka yang dalam. Sayangilah kami, maka Allah akan menyayangi kalian. Jangan kalian kikir kepada kami dengan memberikan doa, shadaqah dan tasbih. Semoga Allah memberikan rasa nyaman kepada kami, sebelum kalian sama seperti kami. Sungguh rugi!, Sungguh menyesal! Wahai hamba Allah! Dengarkanlah ucapan kami, dan jangan lupakan kami. Kalian tahu bahwa keutamaan yang berada di tangan kalian sekarang adalah keutamaan yang sebelumnya milik kami. Sementara kami tidak menafkahkannya untuk taat kepada Allah. Kami tidak mau terhadap kebenaran, hingga ia menjadi musibah bagi kami. Manfaatnya diberikan kepada orang lain, sementara pertanggungjawaban dan siksanya diberikan kepada kami”.
Masing-masing mereka memanggil-manggil sebanyak 1000 kali: “Kasihanilah kami dengan satu dirham atau sepotong roti!” Lalu Rasulullah menangis, dan kamipun (para sahabat) menangis. Dan kami tidak mampu bicara. Rasulullah bersabda: Mereka adalah saudara-saudara kalian yang sebelumnya berada dalam kenikmatan dunia. Dan kini mereka menjadi debu setelah sebelumnya berada dalam kenikmatan dan kegembiraan. Rasulullah SAW bersabda: Lalu mereka menangis dan mengucapkan kutukan kepada mereka sendiri dan berkata: “Celakalah kita! Jika kami menafkahkan apa yang kita miliki, maka kita tidak akan membutuhkan ini”. Lalu mereka pulang dengan penyesalan”.
Dan juga diterangkan dalam I'anah Atthalibiin :

ﺇﻋﺎﻧﺔ ﺍﻟﻄﺎﻟﺒﻴﻦ (142 /2) ﻭﻭﺭﺩ ﺃﻳﻀﺎ ﺇﻥ ﺃﺭﻭﺍﺡ ﺍﻟﻤﺆﻣﻨﻴﻦ ﺗﺄﺗﻲ ﻓﻲ ﻛﻞ ﻟﻴﻠﺔ ﺇﻟﻰ ﺳﻤﺎﺀ ﺍﻟﺪﻧﻴﺎ ﻭﺗﻘﻒ ﺑﺤﺬﺍﺀ ﺑﻴﻮﺗﻬﺎ ﻭﻳﻨﺎﺩﻱ ﻛﻞ ﻭﺍﺣﺪ ﻣﻨﻬﺎ ﺑﺼﻮﺕ ﺣﺰﻳﻦ ﺃﻟﻒ ﻣﺮﺓ ﻳﺎ ﺃﻫﻠﻲ ﻭﺃﻗﺎﺭﺑﻲ ﻭﻭﻟﺪﻱ ﻳﺎ ﻣﻦ ﺳﻜﻨﻮﺍ ﺑﻴﻮﺗﻨﺎ ﻭﻟﺒﺴﻮﺍ ﺛﻴﺎﺑﻨﺎ ﻭﺍﻗﺘﺴﻤﻮﺍ ﺃﻣﻮﺍﻟﻨﺎ ﻫﻞ ﻣﻨﻜﻢ ﻣﻦ ﺃﺣﺪ ﻳﺬﻛﺮﻧﺎ ﻭﻳﺘﻔﻜﺮﻧﺎ ﻓﻲ ﻏﺮﺑﺘﻨﺎ ﻭﻧﺤﻦ ﻓﻲ ﺳﺠﻦ ﻃﻮﻳﻞ ﻭﺣﺼﻦ ﺷﺪﻳﺪ ﻓﺎﺭﺣﻤﻮﻧﺎ ﻳﺮﺣﻤﻜﻢ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﻻ ﺗﺒﺨﻠﻮﺍ ﻋﻠﻴﻨﺎ ﻗﺒﻞ ﺃﻥ ﺗﺼﻴﺮﻭﺍ ﻣﺜﻠﻨﺎ ﻳﺎ ﻋﺒﺎﺩ ﺍﻟﻠﻪ ﺇﻥ ﺍﻟﻔﻀﻞ ﺍﻟﺬﻱ ﻓﻲ ﺃﻳﺪﻳﻜﻢ ﻛﺎﻥ ﻓﻲ ﺃﻳﺪﻳﻨﺎ ﻭﻛﻨﺎ ﻻ ﻧﻨﻔﻖ ﻣﻨﻪ ﻓﻲ ﺳﺒﻴﻞ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﺣﺴﺎﺑﻪ ﻭﻭﺑﺎﻟﻪ ﻋﻠﻴﻨﺎ ﻭﺍﻟﻤﻨﻔﻌﺔ ﻟﻐﻴﺮﻧﺎ ﻓﺈﻥ ﻟﻢ ﺗﻨﺼﺮﻑ ﺃﻱ ﺍﻷﺭﻭﺍﺡ ﺑﺸﻲﺀ ﻓﺘﻨﺼﺮﻑ ﺑﺎﻟﺤﺴﺮﺓ ﻭﺍﻟﺤﺮﻣﺎﻥ ﻭﻭﺭﺩ ﺃﻳﻀﺎ ﻋﻦ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺃﻧﻪ ﻗﺎﻝ ﻣﺎ ﺍﻟﻤﻴﺖ ﻓﻲ ﻗﺒﺮﻩ ﺇﻻ ﻛﺎﻟﻐﺮﻳﻖ ﺍﻟﻤﻐﻮﺙ ﻳﻨﺘﻈﺮ ﺩﻋﻮﺓ ﺗﻠﺤﻘﻪ ﻣﻦ ﺍﺑﻨﻪ ﺃﻭ ﺃﺧﻴﻪ ﺃﻭ ﺻﺪﻳﻖ ﻟﻪ ﻓﺈﺫﺍ ﻟﺤﻘﺘﻪ ﻛﺎﻧﺖ ﺃﺣﺐ ﺇﻟﻴﻪ ﻣﻦ ﺍﻟﺪﻧﻴﺎ ﻭﻣﺎ ﻓﻴﻬﺎ

Ada hadis juga sesungguhnya arwahnya orang mukmin datang disetiap malam jum'at kelangit dunia dan berdiri dekat rumah mereka dan memanggil-manggil penghuni rumah dengan suara yangg sedih sampai 1000x
"wahai keluargaku,wahai kerabatku,wahai anakku wahai orang yang menempati rumahku dan memakai pakaianku dan membagi harta-hartaku apakah salah satu diantara kalian ada yang ingat pada kami.adakah yang memikirkan ketidak adanya kami,,kami berada dalam penjara yang panjang/lama dan benteng yang kuat,kasihilah kami maka Allah akan mengasihi kalian dan janganlah kalian kikir sebelum kalian menjadi seperti kami wahai hamba-hamba Allah sesungguhnya anugrah yang kalian raih/ terima itu juga ada pada kami dan kami tidak menginfakkannya dijalan Allah sedangkan hisab dan cobaan itu menimpa kami sedangkan kemanfaatan itu untuk selain kami"
maka jika arwah-arwah tersebut tidak memperoleh apa-apa maka arwah-arwah tersebut memperoleh kerugian

Juga ada hadis dari Nabi SAW sesungguhnya beliau berkata:
"Tidaklah ada seorang mayyit dikuburannya kecuali seperti orang yang tenggelam yang minta pertolongan dia menanti kiriman doa dari anaknya,saudaranya atau temannya,ketika ia mendapatkannya maka ia sungguh bahagia mengalahkan kebahagiaan dunia seisinya.
Untuk itu marilah kita doakan, bacakan yasin dan lainnya agar mereka tenang. pada setiap malam dan khususnya malam jum'at.

Wallahu A'lamu.

BERSEDEKAH DAPAT MENYEMBUHKAN PENYAKIT

PERTANYAAN:
Assalamu’alaikum...
kalau sodakoh/infaq.
niatnya untuk menyembuhkan penyakit. bisa gak?

JAWAB :
Bersedekah dengan niat menyembuhkan penyakit malah dianjurkan oleh Rasululloh shollallohu alaihi wasallam,
beliau bersabda :

دَاوُوا مَرْضَاكُمْ بِالصَّدَقَةِ؛ فَإِنَّهَا تَدْفَعُ عَنْكُمُ الْأَمْرَاضَ؛ وَالْأَعْرَاضَ

" Obatilah orang2 sakit kalian dengan bersedekah, sesungguhnya sedekah bisa menolak(menyembuhkan penyakit-penyakit dan sakit lepra".(kitab faidhul qodir (3/515))

Rasululloh shollallohu alaihi wasallam dulu mengobati penyakit dengan 3 macam cara, dengan obat biasa, dengan obat ilahiyah salah satunya dengan shodaqoh ini dan dengan gabungan antara obat biasa dengan obat ilahiyah.
Bersedekah ketika lagi ada hajat hukumnya sunnah, orang2 khusus bersedekah terlebih dahulu sebelum menyampaikan hajatnya kepada Allah, seperti hajat mereka utk menyembuhkan orang2 sakit, tetapi hal ini tergantung ukuran besar kecil penyakitnya, bahkan ketika mereka hendak menyembuhkan orang yg tdk bisa membuka matanya maka mereka memberikan sesuatu yg tdk diketahui oleh seorangpun.
Orang2 yg faham tentang Allah, ketika mereka mempunyai hajat dan berharap segera tercapai misal seperti kesembuhan penyakit maka mereka memerintahkan untuk membuat makanan dengan daging kambing yg sempurna kemudian mengundang orang2 fakir miskin.
Ada juga sebagian ulama' yg berpendapat utk mensedekahkan barang yg paling berharga miliknya ketika ada orang yg paling penting baginya sedang sakit, mereka mensedekahkan harta miliknya semisal budak, atau kuda dan harga harta tsb disedekahkan kepada fakir miskin.

Refrensi:
- kitab faidhul qodir (3/515)

دَاوُوا مَرْضَاكُمْ بِالصَّدَقَةِ؛ فَإِنَّهَا تَدْفَعُ عَنْكُمُ الْأَمْرَاضَ؛ وَالْأَعْرَاضَ

------------------------------------------------------------

قَالَ فِي سِفْرِ السَّعَادَةِ: كَانَ الْمُصْطَفَى - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - يُعَالِجُ الْأَمْرَاضَ بِثَلَاثَةِ أَنْوَاعٍ: بِالْأَدْوِيَةِ الطَّبِيعِيَّةِ؛ وَبِالْأَدْوِيَةِ الْإِلَهِيَّةِ؛ وَهَذَا مِنْهَا؛ وَبِالْأَدْوِيَةِ الْمُرَكَّبَةِ مِنْهُمَا؛ وَقَالَ فِي سِلْكِ الْجَوَاهِرِ: الصَّدَقَةُ أَمَامَ الْحَاجَةِ سُنَّةٌ مَطْلُوبَةٌ مُؤَكَّدَةٌ؛ وَالْخَوَاصُّ يُقَدِّمُونَهَا أَمَامَ حَاجَاتِهِمْ إِلَى اللَّهِ؛ كَحَاجَتِهِمْ إِلَى شِفَاءِ مَرِيضِهِمْ؛ لَكِنْ عَلَى قَدْرِ الْبَلِيَّةِ فِي عِظَمِهَا؛ وَخِفَّتِهَا؛ حَتَّى إِنَّهُمْ إِذَا أَرَادُوا كَشْفَ غَامِضٍ بَذَلُوا شَيْئًا لَا يَطَّلِعُ عَلَيْهِ أَحَدٌ؛ وَكَانَ ذَوُو الْفَهْمِ عَنِ اللَّهِ إِذَا كَانَ لَهُمْ حَاجَةٌ يُرِيدُونَ سُرْعَةَ حُصُولِهَا؛ كَشِفَاءِ مَرِيضٍ؛ يَأْمُرُونَ بِاصْطِنَاعِ طَعَامٍ حَسَنٍ بِلَحْمِ كَبْشٍ كَامِلٍ؛ ثُمَّ يَدْعُونَ لَهُ ذَوِي الْقُلُوبِ الْمُنْكَسِرَةِ؛ قَاصِدِينَ فِدَاءَ رَأْسٍ بِرَأْسٍ؛ وَكَانَ بَعْضُهُمْ يَرَى أَنْ يُخْرِجَ مِنْ أَعَزِّ مَا يَمْلِكُهُ؛ فَإِذَا مَرِضَ لَهُ مَنْ يَعِزُّ عَلَيْهِ تَصَدَّقَ بِأَعَزِّ مَا يَمْلِكُهُ؛ مِنْ نَحْوِ جَارِيَةٍ؛ أَوْ عَبْدٍ؛ أَوْ فَرَسٍ؛ يَتَصَدَّقُ بِثَمَنِهِ عَلَى الْفُقَرَاءِ مِنْ أَهْلِ الْعَفَافِ

 -------------------------------------------------------------

wallohu a’lam

MENGULANG-ULANG BACAAN AYAT AL-QUR’AN

PERTANYAAN :
Dalam amaliyah kit (warga Nahdliyin) sering kali kita menemukan amalan yang dalam prakteknya ada aturan mengulang-ulang suatu bacaan ayat-ayat tertentu seperti dalam hizib, tahlil

وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْلَنَا وَارْحَمْنَا


dan Yasin Fadlilah

سَلَامٌ قَوْلًا مِنْ رَبِّ رَّحِيْم


Bagaimana hukum mengulang-ngulang bacaan ayat tersebut ?

JAWAB :

Mengulang-ulang bacaan ayat Al-Qur’an itu memilki dasar (sumber) dari As-Sunnah, maka tidak ada larangan untuk melakukannya (boleh) dan tidak termasuk bid’ah.

عبارة ....(مسئلة) ما يفعله بعض الصالحين من تكرير بعض سور القرءان فى حزب له اصل فى السنة كحديث من قرأ قل هو الله أحد ما ئتى مرة – الى ان قال- فلاحجر على من كرر أية او سورة وليس ذلك من البدع المذمومة بل من المحمودة المثاب عليها , ويجب منع من أنكرعلى من فعل ذلك إذانكاره هو المنكر . اه غاية التخليص : ۳٠٠


Referensi :
Kitab Ghoyatu Tahlis, hal 200.

Semoga bermanfaat.
Aqiqah atau Qurban Dulu?

Pembahasan kali ini masih melanjutkan pertanyaan dari saudara Nurgianto yang ada di Lampung Barat. Adapun isi pertanyaannya adalah: Jika kita sampai dewasa belum diaqiqahi oleh orang tua kita manakah yang harus kita dahulukan antara kurban dan aqiqah? <>

Wa’alaikum salam warahamatullah wa barakatuh. Saudara Nurgianto yang mudah-mudahan selalu disayangi Allah. Sebenarnya dalam aqiqah dan qurban ada persamaan diantara kedua ibadah ini yakni sama-sama sunnah hukumnya menurut madzhab Syafi’i (selama tidak nadzar), serta adanaya aktifitas penyembelihan terhadap hewan yang telah memenuhi syarat untuk dipotong.

Sementara perbedaan yang ada diantara keduanya lebih pada waktu pelaksanaannya. Qurban hanya dapat dilakukan pada bulan DzulHijjah saja, sedangkan aqiqah dilaksanakan pada saat mengiringi kelahiran seorang bayi dan lebih dianjurkan lagi pada hari ketujuh dari kelahirannya.

Saudara Nurgianto yang kami hormati Pada dasarnya aqiqah merupakan hak seorang anak atas orang tuanya, artinya anjuran untuk menyembelih hewan aqiqah sangat ditekankan kepada orang tua bayi yang diberi kelapangan rizki untuk sekedar berbagi dalam rangka menyongsong kelahiran anaknya.

Hal ini sesuai sabda Rasulullah saw: 
 

مَعَ الغُلاَمِ عَقِيقَةٌ

Artinya: aqiqah menyertai lahirnya seorang bayi (HR. Bukhari). Para ulama memberi kelonggaran pelaksanaan aqiqah oleh orang tua hingga si bayi tumbuh sampai dengan baligh.

Setelah itu, anjuran aqiqah tidak lagi dibebankan kepada orang tua melainkan diserahkan kepada sang anak untuk melaksanakan sendiri atau meninggalkannya. Dalam hal ini tentunya melaksanakan aqiqah sendiri lebih baik dari pada tidak melaksanakanya. Terkait dengan pertanyaan saudara, manakah yang didahulukan antara qurban dan aqiqah?

Menurut hemat kami jawabannya adalah tergantung momentum serta situasi dan kondisi. Apabila mendekati hari raya Idul Adha seperti sekarang ini, maka mendahulukan qurban adalah lebih baik dari pada malaksanakan aqiqah. Ada baiknya pula- apabila saudara menginginkan kedua-keduanya (qurban&aqiqah)- saudara mengikuti pendapat imam Ramli yang membolehkan dua niat dalam menyembelih seekor hewan, yakni niat qurban dan aqiqah sekaligus.

Adapun referensi yang kami gunakan mengacu pada kitab Tausyikh karya Syekh Nawawi al-Bantani:

قال ابن حجر لو أراد بالشاة الواحدة الأضحية والعقيقة لم يكف خلافا للعلامة الرملى حيث قال ولو نوى بالشاة المذبوحة الأضحية والعقيقة حصلا


Artinya; Ibnu Hajar berkata: “Seandainya ada seseorang meginginkan dengan satu kambing untuk kurban dan aqiqah, maka hal ini tidak cukup”. Berbeda dengan al-‘allamah Ar-Ramli yang mengatakan bahwa apabila seseorang berniat dengan satu kambing yang disembelih untuk kurban dan aqiqah, maka kedua-duanya dapat terealisasi.

Konsekuensi yang mungkin kotradiktif dari pendapat imam Romli ini adalah dalam pembagian dagingnya, mengingat daging qurban lebih afdhal dibagikan dalam kondisi belum dimasak (masih mentah), sementara aqiqah dibagikan dalam kondisi siap saji. Problem ini tentunya tidak perlu dipermasalahkan karena cara pembagian tersebut bukanlah termasuk hal yang subtantif. Kedua cara pembagian daging tersebut adalah demi meraih keutamaan, bukan menyangkut keabsahan ibadah. Wallahu a’lam bisshawab.
 

Niat lafal Kurban

Bagaimanakah ucapan / Lafad Niat untuk Orang yang melaksanakan Qurban ? , mudah-mudahan bisa mengirimkan jawabannya dengan Huruf arab dan terjemahannya.

Jawaban :
Anugerah dan Cahaya Rahmat Nya semoga selalu menerangi hari hari anda,
Saudaraku yg kumuliakan,

Lafadznya mudah saja :

بِاسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ (.......... ناما اوراع ياع كوربان)

"Bismillah, Allahumma Taqabbal min.....(nama orang yg berkurban)....
artinya : Dengan Nama Allah, Wahai Allah terimalah ini dari ........,

sebagaimana Rasul saw berkurban untuk beliau saw dan atas nama ummat beliau saw :

بِاسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ وَمِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ

Wahai Allah terimalah Qurban ini dari Muhammad dan dari keluarga Muhammad dan Ummat Muhammad.

Lafadz niat kurban sunnah :

نَوَيْتُ التَّضْحِيَةَ بِهَذِهِ لِلَّهِ تَعَالَى

“ Aku niat berkurban dengan hewan ini karena Allah ta’ala “

Membaca do’a ketika menyembelih :

اَللَّهُمَّ هَذِهِ مِنْكَ وَإِلَيْكَ فَتَقَبَّلْ مِنِّي


Semoga bermanfaat.
 
 

Menggabung niat Qurban dengan Aqiqah

Assalamu'alaikum. Saat anak kami lahir belum aqiqoh karena belum ada dana, lalu setelah dewasa sudah kami aqiqoh dengan niat dalam hati, kambing aqiqoh kami serahkan ke panitia kurban (Idul Adha) di masjid,
saat penyembilhan tukang penyembelih tidak menggunakan doa aqiqoh, tapi dengan doa kurban & lalu daging dibagi ke masyarakat. Pertanyaan :
- Bolehkah aqiqoh dengan cara spt itu?
- bagaimana hukumnya ?
Demikian prtanyaan kami, terima kasih, Mohon segera dijawab.
Wassalamu'alaikum

Assalamu'alaikum w.w.
Apabila hari penyembelikan Qurban bertepatan dengan hari ketujuh kelahiran bayi, apakah mencukupi untuk tujuan aqiqah juga? Bolehkah menggabung Qurban dengan Aqiqah?

Ada dua pendapat ulama tentang masalah tersebut.
Pendapat pertama mengatakan: Qurban juga mencukupi Aqiqah. Pendapat ini diriwayatkan dari Imam Ahmad dan Abu Hanifah dan beberapa ulama seperti Hasan Basri, Ibnu Sirin, Qatadah dan lain-lain.

Ini masalah manggabung dua niat dalam satu ibadah yang sejenis maka sah, seperti seseorang yang masuk ke masjid lalu dia niat sholat tahiyatul masjid dan sunnah rawatib maka sah dan mendapatkan pahala keduanya, begitu juga seorang yang melakukan haji tamattu’ ketika menyembelih dam dia meniatkan qurban, maka dia mendapatkan keduanya. Banyak sekali contohnya.

Pendapat kedua mengatakan tidak sah. Ini pendapat Imam Syafi’I dan Imam Malik. Pendapat kedua ini juga salah satu riwayat dari Imam Ahmad. Alasannya karena keduanya mempunyai tujuan yang berbeda dan sebab yang berbeda, itu mirip dam tamattu’ dan fidyah, maka tidak bisa saling mencukupi dan harus dilaksanakan sendiri-sendiri. Qurban adalah tebusan untuk diri sendiri sedangkan Aqiqah adalah tebusan untuk anak yang lahir, dengan menggabungkannya, akan mengaburkan tujuannya.

Ini berbeda dengan menggabung dua sholat sunnah, karena tahiyatul masjid bukanlah sholat yang menjadi tujuan utama, itu hanya pelengkap masuk masjid sehingga bisa terlaksana bersama dengan sholat lainnya.

Dipersilahkan ikut pendapat yang diyakini. Wallahu a’lam


NIAT QURBAN dan AQIQOH di gabung SEKALIGUS

PERTANYAAN :
Apakah boleh melakukan aqiqah pada hari idul adha? setahu saya, untuk aqiqah di sunah kan untuk membagi nya dalam keadaan sudah matang.. kalau boleh melakukan aqiqah pada hari idul adha, apakah boleh juga membagikan nya bersama2 dengan kurban? mohon penjelasan dari para asatidz :)

JAWABAN :
Menurut Imam Romli satu kambing boleh dan cukup bila di niati untuk aqiqah sekaligus kurban meskipun menurut Imam Ibnu Hajar tidak menganggapnya cukup.

(مسئلة) 

لو نوي العقيقة والضحية لم تحصل غير واحد عند حجر ويحصل كل عند رملى اهـ 

(كتاب بغية المسترسدى ص ١٥٤ و البجورى ج ٢ ص ٣٠٤  و القليوبي ج ٤ ص ٢٥٥)


(Masalah)

Apabila seseorang meniati aqiqah dan qurban, maka tidak hasil kecuali satu (niat) menurut Imam Ibnu Hajar dan bisa hasil keseluruhannya menurut Imam Muhammad Ramli. (Itsmid al-‘Ain Hal 77)

Ibarot senada bisa dilihat di :

Bughyah alMustarsyidin 154
al-Baajuri II/304 dan al-Qalyubi
IV/255

Untuk pembagian daging kurban pada dasarnya harus (wajib) dibagikan berupa daging mentah, karena maksud nya adalah tamlik (memberi milik). Jika kurban itu nadzar, maka wajib semuanya dibagikan pada fakir miskin dan berupa daging mentah. Jika kurbannya hanya sunah (bukan nadzar), maka hrs ada sebagian yg dikasihkan fakir miskin dan diberikan berupa daging mentah. Untuk sisanya boleh dibagikan bkn miskin (kaya) dan boleh dgn sudah matang.

Sedangkan Aqiqah, yg afdlol diberikan dgn wujud masakan, sebab maksud asalnya adalah untuk hidangan. Namun jika diberikan berupa mentah, itu boleh saja.

I'anatutthalibien: Juz: II. hlm. 333


Nambahi 'IBAROT  untuk kelengkapan DOKUMEN

ويجب التصدق ولو على فقير واحد بشيء نيئا ولو يسيرا من المتطوع بها والأفضل التصدق بكله إلا لقما يتبرك بأكلها وأن تكون من الكبد وأن لا يأكل فوق ثلاث والتصدق بجلدها وله إطعام أغنياء لا تمليكهم ويسن أن يذبح الرجل بنفسه ( وقوله نيئا ) أي ليتصرف فيه المسكين بما شاء من بيع وغيره فلا يكفي جعله طعاما ودعاء الفقير إليه لأن حقه في تملكه لا في أكله

(إعانة طالبين ج ٢ص ٣٣٣)

I’aanah at-Thoolibiin II/333

والتصدق بمطبوخ يبعثه إلى الفقراء أحب من ندائهم إليها ومن التصدق نيئا

( وقوله ومن التصدق نيئا ) أي وأحب من التصدق بها نيئا

(إعانة طالبين ج ٢ص ٣٣٦)

I’aanah at-Thoolibiin II/336.


Hukum Memotong Kuku dan Rambut Bagi Orang Yang Akan Berqurban
Posted on September 14, 2015 by Ustadz Ma'ruf Khozin

Hukum Memotong Kuku Bagu yang Berqurban

Hukum Memotong Kuku dan Rambut Bagi Orang Yang Akan Berqurban

Berikut Pendapat Ahli Hadits Terkemuka, Seorang Huffadz, dan ‘Allamah, yaitu Syekh Imam Nawawi, Pengarang Kitab Hadits Riyadus Shalihin, dan Hadits Arba’in Nawawi. Beliau menjelaskan dalam Syarah Muslim makna dan pemahaman hadits diatas sbb:

الحاشية رقم: 1

قوله صلى الله عليه وسلم

( إذا دخلت العشر وأراد أحدكم أن يضحي فلا يمس من شعره وبشره شيئا ) وفي رواية : ( فلا يأخذن شعرا ولا يقلمن ظفرا )

?واختلف العلماء فيمن دخلت عليه عشر ذي الحجة وأراد أن يضحي ، فقال سعيد بن المسيب ، وربيعة ، وأحمد ، وإسحاق ، وداود وبعض أصحاب الشافعي : إنه يحرم عليه أخذ شيء من شعره وأظفاره حتى يضحي في وقت الأضحية ، وقال الشافعي وأصحابه :? هو مكروه كراهة تنزيه ?وليس بحرام ، وقال أبو حنيفة : ?لا يكره ، وقال مالك في رواية : ?لا يكره ، وفي رواية : يكره ، وفي رواية : يحرم في التطوع دون الواجب ، واحتج من حرم بهذه الأحاديث ، واحتج الشافعي والآخرون بحديث عائشة – رضي الله عنها – ” قالت :

كنت أفتل قلائد هدي رسول الله صلى الله عليه وسلم ثم يقلده ، ويبعث به ولا يحرم عليه شيء أحله الله حتى ينحر هديه ” رواه البخاري ومسلم

قال الشافعي : البعث بالهدي أكثر من إرادة التضحية ، فدل على أنه ? لا يحرم ذلك وحمل أحاديث النهي ? على كراهة التنزي

قال أصحابنا : والمراد بالنهي عن أخذ الظفر والشعر النهي عن إزالة الظفر بقلم أو كسر أو غيره ، والمنع من إزالة الشعر بحلق أو تقصير أو نتف أو إحراق أو أخذه بنورة أو غير ذلك ، وسواء شعر الإبط والشارب [ ص: 120 ] والعانة والرأس ، وغير ذلك من شعور بدنه ، قال إبراهيم المروزي وغيره من أصحابنا : حكم أجزاء البدن كلها حكم الشعر والظفر ، ودليله الرواية السابقة : ( فلا يمس من شعره وبشره شيئا ) قال أصحابنا : والحكمة في النهي أن يبقى كامل الأجزاء ليعتق من النار ، وقيل : التشبه بالمحرم ، قال أصحابنا : هذا غلط ؛ لأنه لا يعتزل النساء ولا يترك الطيب واللباس وغير ذلك مما يتركه المحرم .


Artinya : “ Sabda Rasulullah SAW:” “Jika (Salah seorang) telah masuk sepuluh (Dzul Hijjah), sedangkan ia memiliki hewan kurban yang hendak dikurbankan, maka jangan sekali-kali ia mencukur rambut atau memotong kuku.” Dan dalam satu riwayat :” hendaknya ia tidak mencukur rambut dan tidak memotong kuku terlebih dahulu.”

Pendapat Ulama

Dalam hal ini, para Ulama berbeda pendapat tentang orang yang memasuki tanggal 10 bulan Dzulhijjah dan ingin berkurban.

Sa’id bin Musayyab , Rabi’ah, Ahmad, Ishaq, Daud dan sebagian kecil dari sahabat-sahabat Imam Syafi’I berpendapat : Hukumnya Haram memotong sesuatu dari rambut dan kukunya sehingga datang waktu berkurban.

•) Imam As Syafi’I sendiri dan mayoritas Sahabat2nya berpendapat hal itu hukumnya dimakruhkan dengan makruh tanjih tidak sampai pada batas hukum haram.
•) Abu Hanifah berpendapat tidak makruh.
•)mam Malik dalam salah satu riwayat berpendapat tidak makruh. Tetapi dalam riwayat lain berpendapat makruh. Dan dalam salah satu riwayat lain berpendapat haram namun dalam hal Qurban sunnah dan tidak haram dalam qurban wajib.

Imam As Syafi’I dan yang lainnya berargumentasi dengan Hadis ‘Aisyah RA beliau berkata : Aisyah radliallahu ‘anha berkata:

“Aku mengikatkan tali pada hewan qurban Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengikatnya kembali dengan tangan Beliau lalu mengirimnya . Maka sejak itu tidak ada yang diharamkan lagi bagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dari apa-apa yang Allah halalkan hingga hewan qurban disembelih” diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.

As Syafi’I berkata : Mengirim hewan Qurban lebih banyak dari pada ingin berqurban, maka ini menunjukan bahwa hal itu tidak diharamkan dan hadis-hadis tentang larangan diatas itu membawa pengertian hukum makruh tanzih.

Sahabat-sahabat kami ( As Syafi’i) berkata : Yang dikehendaki dengan larangan mengambil kuku dan rambut yaitu larangan memotong kuku atau membelah atau dengan cara lainyya, dan larangan menghilangkan rambut adalah menghilangkan rambut dengan cara cukur, memotong, mencabut, membakar, mengambilnya dengan kapur atau dengan cara yang lainnya. Apakah itu rambut ketiak, jenggot, Rambut kemaluan, Kepala dan rambut-rambut lain yang terdapat di badan.”

Sahabat-sahabat kami, Ibrahim Al Marjawi dan yang lainnya berkata : hukum seluruh angota badan adalah hukumnya rambut dan kuku, dan dalilnya adalah riwayat diatas : “ lalu hendaknya ia tidak menyentuhkan sesuatupun akan rambut dan kulit.”

Sahabat-sahabat dari kalangan Madzhab Syafii berkata : “hikmah dalam larangan itu adalah supaya semua anggota badan tetap dibebaskan dari Neraka, dan ada yg mengatakan :
“ karena serupa dengan orang yang sedang ihram.”

Tapi pendapat terakhir ini salah (karena orang yang berkurban) tidak perlu menghindari istri, tidak perlu meninggalkan wewangian, pakaian dan yang lainnya berupa larangan-larangan ihram.”

Sumber:
Imam Nawawi, Syarah Shahih Muslim, Juz 7, Daarul Kutub, Bab Udhiyyah.

KEMAKRUHAN MEMOTONG KUKU BAGI ORANG YANG HENDAK BERQURBAN PADA SEPULUH HARI PERTAMA DZULHIJJAH

PERTANYAAN :
assalamualikum wr.wb
para ustadz yang saya hormati. saya mau tanya apakah orang yang mau berqurban tdk boleh memotong kuku dan rambut sampai mulai tgl 1 s/d 10 dzulhijah?
suwun atas jawabanya

JAWABAN :
Makruh tanzih, dalam arti tidak makruh jika orang tsb tidak hendak berkurban.

باب الأضحية هي سنة مؤكدة يندب لمن ارادها ان لا يحلق شعره ولا يقلم ظفره فى عشر ذى الحجة حتى يضحى فان ازال شيأ من ذالك كره كراهة تنزيه


Bab Qurban. Qurban itu sunnah muakkadah. Disunnahkan bagi yang hendak berkurban untuk tidak mencukur rambut dan memotong kuku di 10 hari pertama dzulhijjah sampai dengan ia memotong qurbannya. Apabila ia menghilangkan sesuatu dari rambut atau kukunya maka makruh tanzih. Anwarul Masalik

bukan hanya sebatas kuku dan rambut, tetapi juga bagian tubuh yang lain tangan, gigi ,kumis, janggut dll.
Adapun hikmah dibalik itu semua adalah agar semuanya mendapatkan ampunan dan terbebas dari api neraka. Ketentuan ini berlaku baik untuk qurban sendiri atau qurban hadiah

و يكره) لمريد التضحية عن نفسه او اهداء شئ من النعم (ان يزيل شيئا من شعره او غيره) كظفره و سائر اجزائه الظاهرة الا الدم على خلاف فيه (فى عشر ذى الحجة) و ما بعدها من ايام التشريق ان لم يضح يوم العيد (حتى يضحى) للامر بالامساك عن ذلك في خبر مسلم. و حكمته شمول المغفرة و العتق من النار لجميعه لا التشبه بالمحرمين و الا لكره نحو الطيب و قيل يحرم مالم يحتاج اليه و عليه احمد فان احتاج فقد يجب كقطع يد سارق و ختان بالغ و قد يسن كختان صبي و قد يباح كقطع سن وجعة

بشرى الكريم ٢/١٢٨



Imam Nawawi menjelaskan dalam Syarah Muslim:

الحاشية رقم: 1

قوله صلى الله عليه وسلم : ( إذا دخلت العشر وأراد أحدكم أن يضحي فلا يمس من شعره وبشره شيئا ) وفي رواية : ( فلا يأخذن شعرا ولا يقلمن ظفرا ) واختلف العلماء فيمن دخلت عليه عشر ذي الحجة وأراد أن يضحي ، فقال سعيد بن المسيب ، وربيعة ، وأحمد ، وإسحاق ، وداود وبعض أصحاب الشافعي : إنه يحرم عليه أخذ شيء من شعره وأظفاره حتى يضحي في وقت الأضحية ، وقال الشافعي وأصحابه : هو مكروه كراهة تنزيه وليس بحرام ، وقال أبو حنيفة : لا يكره ، وقال مالك في رواية : لا يكره ، وفي رواية : يكره ، وفي رواية : يحرم في التطوع دون الواجب ، واحتج من حرم بهذه الأحاديث ، واحتج الشافعي والآخرون بحديث عائشة – رضي الله عنها – ” قالت : كنت أفتل قلائد هدي رسول الله صلى الله عليه وسلم ثم يقلده ، ويبعث به ولا يحرم عليه شيء أحله الله حتى ينحر هديه ” رواه البخاري ومسل

قال الشافعي : البعث بالهدي أكثر من إرادة التضحية ، فدل على أنه لا يحرم ذلك وحمل أحاديث النهي على كراهة التنزي

قال أصحابنا : والمراد بالنهي عن أخذ الظفر والشعر النهي عن إزالة الظفر بقلم أو كسر أو غيره ، والمنع من إزالة الشعر بحلق أو تقصير أو نتف أو إحراق أو أخذه بنورة أو غير ذلك ، وسواء شعر الإبط والشارب [ ص: 120 ] والعانة والرأس ، وغير ذلك من شعور بدنه ، قال إبراهيم المروزي وغيره من أصحابنا : حكم أجزاء البدن كلها حكم الشعر والظفر ، ودليله الرواية السابقة : ( فلا يمس من شعره وبشره شيئا ) قال أصحابنا : والحكمة في النهي أن يبقى كامل الأجزاء ليعتق من النار ، وقيل : التشبه بالمحرم ، قال أصحابنا : هذا غلط ؛ لأنه لا يعتزل النساء ولا يترك الطيب واللباس وغير ذلك مما يتركه المحر (امام نووى فى شرح مسلم)


Artinya : “ Sabda Rasulullah SAW:” “Jika (Salah seorang) telah masuk sepuluh (Dzul Hijjah), sedangkan ia memiliki hewan kurban yang hendak dikurbankan, maka jangan sekali-kali ia mencukur rambut atau memotong kuku.” Dan dalam satu riwayat :” hendaknya ia tidak mencukur rambut dan tidak memotong kuku terlebih dahulu.”
Para Ulama berbeda pendapat tentang orang yang memasuki tanggal 10 bulan Dzulhijjah dan ingin berkurban. Sa’id bin Musayyab , Rabi’ah, Ahmad, Ishaq, Daud dan sebagian sahabat-sahabat Syafi’I berpendapat : Haram atasnya sesuatu dari rambut dan kukunya sehingga datang waktu berkurban.
As Syafi’I dan Sahabat-sahabatnya berpendapat hal itu dimakruhkan dengan makruh tanjih tidak sampai haram.
Abu Hanifah berpendapat tidak makruh.
Imam Malik dalam salah satu riwayat berpendapat tidak makruh. Tetapi dalam riwayat lain berpendapat makruh. Dan dalam salah satu riwayat berpendapat haram dalam Qurban sunnah dan tidak haram dalam qurban wajib.
As Syafi’I dan yang lainnya berargumentasi dengan Hadis ‘Aisyah RA beliau berkata : Aisyah radliallahu ‘anha berkata: “Aku mengikatkan tali pada hewan qurban Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengikatnya kembali dengan tangan Beliau lalu mengirimnya . Maka sejak itu tidak ada yang diharamkan lagi bagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dari apa-apa yang Allah halalkan hingga hewan qurban disembelih” diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.

As Syafi’I berkata : Mengirim hewan Qurban lebih banyak dari pada ingin berqurban, maka ini menunjukan bahwa hal itu tidak diharamkan dan hadis-hadis larangan membawa pengertian makruh tanjih.

Sahabat-sahabat kami ( As Syafi’i) berkata : Yang dikehendaki dengan larangan mengambil kuku dan rambut yaitu larangan memotong kuku atau membelah atau dengan cara lainyya, dan larangan menghilangkan rambut adalah menghilangkan rambut dengan cara cukur, memotong, mencabut, membakar, mengambilnya dengan kapur atau dengan cara yang lainnya. Apakah itu rambut ketiak, jenggot, Rambut kemaluan, Kepala dan rambut-rambut lain yang terdapat di badan.”
Sahbt-sahabat kami, Ibrahim Al Marjawi dan yang lainyya berkata : hukum seluruh angota badan adalah hukumnya rambut dan kuku, dan dalilnya dalah riwayat yang telah : “ lalu hendaknya ia tidak menyentuhkan sesuatupun akan rambut dan kulit.”

Sahabat-sahabatku berkata : “hikmah dalam larangan itu adalah supaya semua anggota badan tetap dibebaskan dari Neraka, dan dikatakan : “ serupa dengan orang yang ihram.” Sahabat-sahabatku berkata : pendapat ini salah (karena orang yang berkurban) tidak menghindari istri, tidak meninggalkan wewangian, pakaian dan yang lainnya berupa laranga-larangan ihram.
 
 
Surga diperuntukkan bagi orang-orang yang mau

قُلْ اِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللهَ فَاتَّبِعُوْنِيْ يُحْبِبْكُمُ اللهَ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَاللهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

"Katakanlah (Muhammad) “Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu”. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang." (Q.S. Ali Imran : 31)
Al-Hadits,.

رواه البغوي في تفسيىره، كما روى البخاري في الإعتصم، باب الإقتداء بسنن رسول الله صل الله عليه وسلم: ج، ٢٢. ص: ٢٤٩. عن أبي هريرة رضي الله عنه، قال رسول الله صل الله عليه وسلم: كل أمتي يدخلون الجنة إلا من أبى. قالو: ومن أبى؟ قال: من أطاعني دخل الجنة ومن عصاني فقد أبى.

,- aku muroja'ah kita Tafsir al-Baghawi, disana beliau meriwayatkan, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam kitab al-I'tisham, dalam bab al-'Iqtida' bisunan rasulillah shallallahu 'alaihi wasallam, dari Abu Hurairah radlialLahu 'anh wa ardlah.
- Ketika Mufasir ini menjelaskan QS: 3: 31. bahwa Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam, bersabda: Semua umatku kelak di hari kiyamat akan masuk surga, kecuali yang tidak menginginkan masuk surga! Para sahabat bertanya: siapa yang tidak menginginkan masuk surga, ya rasulallah? Mereka adalah orang-orang yang taat kepada-ku (menjalankan syariat dan sunahku) akan dimasukkan ke-surga, dan mereka maksiat kepada-ku, adalah orang-orang yang enggan masuk surga. Jawab Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam.
- dari semua yang sudah ditulis-ceritakan, surga hanya untuk orang yang mau. Semoga aku dan juga panjenengan semua dipertemukan disini, surga. Dan Allah-pun Meridla-i nya.
Selain dijanjikan oleh cinta dan ampunan-Nya, orang-orang yang dicintai Allah akan mendapat banyak keistimewaan. Seperti disebutkan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Abu Hurairah r.a:

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ عَبْدًا دَعَا جِبْرِيلَ فَقَالَ إِنِّي أُحِبُّ فُلَانًا فَأَحِبَّهُ فَيُحِبُّهُ جِبْرِيلُ ثُمَّ يُنَادِي فِي السَّمَاءِ فَيَقُولُ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ فُلَانًا فَأَحِبُّوهُ فَيُحِبُّهُ أَهْلُ السَّمَاءِ ثُمَّ يُوضَعُ لَهُ الْقَبُولُ فِي الْأَرْضِ. رواه البخاري

Rasulullah Saw bersabda: Sesungguhnya Allah SWT jika mencintai seorang hamba, maka Dia memanggil malaikat Jibril dan berkata: “Wahai Jibril, aku mencintai orang ini maka cintailah dia!” Maka Jibrilpun mencintainya, lalu Jibril mengumumkannya kepada seluruh penduduk langit dan berkata: “Wahai penduduk langit, sesungguhnya Allah mencintai orang ini, maka cintai pulalah dia oleh kalian semua, maka seluruh penduduk langit pun mencintainya. Kemudian orang itu pun dicintai oleh segenap makhluk Allah di muka bumi ini.” (HR. Bukhari)
Semoga bermanfaat.

ASAL-USUL PENAMAAN HARI TASYRIQ

PERTANYAAN :
Assalamualaikum.. Pengen nanya, sejak kapan istilah hari tasrik muncul ? Dan apa alasan kita diharamkan puasa? Apakah ada sejarah atau cerita di hari tasrik ? nuwun.

JAWABAN :
Wa'alaikumussalam..

أَيَّامُ التَّشْرِيقِ - عِنْدَ اللُّغَوِيِّينَ وَالْفُقَهَاءِ - ثَلاثَةُ أَيَّامٍ بَعْدَ يَوْمِ النَّحْرِ ، قِيلَ : سُمِّيَتْ بِذَلِكَ لأَنَّ لُحُومَ الأَضَاحِيِّ تُشَرَّقُ فِيهَا ، أَيْ تُقَدَّدُ فِي الشَّمْسِ

Hari Tasyriq menurut ahli bahasa dan ahli fiqh adalah tiga hari setelah hari raya idhul adha (nahar). Dikatakan, dinamakan tasyriq karena di hari-hari tersebut daging-daging qurban didendeng (dipanaskan di bawah terik matahari). [ Mausu'ah fiqhiyyah kuwait ].

Diharamkan berpuasa di hari-hari tersebut karena hari-hari tersebut masih satu rangkaian dengan hari raya idhul adha, dan disebutkan dalam hadits, hari-hari tersebut adalah hari-hari makan dan minum.

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سَابِقٍ قَالَ أَخْبَرَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ طَهْمَانَ عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ عَنْ ابْنِ كَعْبِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ أَبِيهِ كَعْبِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّهُ حَدَّثَهُأَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعَثَهُ وَأَوْسُ بْنُ الْحَدَثَانِ فِي أَيَّامِ التَّشْرِيقِ فَنَادَيَا أَنْ لَا يَدْخُلَ الْجَنَّةَ إِلَّا مُؤْمِنٌ وَأَيَّامُ التَّشْرِيقِ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ

Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Sabiq] berkata; telah mengabarkan kepada kami [Ibrahim bin Thahman] dari [Abu Az Zubair] dari [Ibnu Ka'ab bin Malik] dari [Bapaknya] menceritakannya Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam mengutusnya bersama Uwais bin Al Hadatsan pada Hari Tasyrik, lalu keduanya menyerukan bahwa tidak akan masuk surga kecuali orang mukmin dan Hari Tasyrik adalah hari makan dan minum. [HR. AHMAD].

Juga Nabi shallalloohu 'alaihi wa sallam Bersabda “Hari-hari Mina adalah hari makan, minum dan berdzikir pada Allah” (HR. Muslim II/800).

ثانياً: الصوم المحرم

يحرم صيام الأيام التالية :

1ـ صيام يومي عيد الفطر والأضحى :

ودليل ذلك ما رواه مسلم (1138) عن أبي هريرةt:” أن رسول الله r نهى عن صيام يومين: يوم الأضحى، ويوم الفطر “.

2ـ صوم أيام التشريق الثلاثة:

وهي الأيام التي تلي يوم عيد الأضحى، ودليل تحريم صومها ما رواه مسلم (1142) عن كعب بن مالك t أن رسول الله r بعثه، وأوس بن الحدثان أيام التشريق ، فنادى : “ أنه لا يدخل الجنة إلا مؤمن ، وأيام منى أيام أكل وشرب “.

وروى أبو داود ( 2418 ) عن عمرو بن العاص t قال: “ فهذه الأيام التي كان رسول الله r يأمرنا بإفطارها وينهانا عن صيامها “ قال مالك: وهي أيام التشريق .

[ Fiqh Manhajiy 'ala madzhabil imamisy syafi'iy ].
Lebih detil tentang keharaman puasa di hari tasyriq baca dokumen no. 0700

 

Allah Akan Mengembalikan Hewan Qurban Di Akhirat


Khutbah Idul Adha 2016 : Allah Akan Mengembalikan Hewan Qurban Di Akhirat

حَطبة الاولى لعيد الاضحى


Khutbah Pertama

الله اكبر تسع مرات

اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ . الْحَمْدُ للهِ الَّذِي بَعَثَ نَبِيَّهُ مُحَمَّدًا صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ وَقُدْوَةً لِلْعَامِلِيْنَ وَحُجَّةً عَلَى الْعِبَادِ أَجْمَعِيْنَ ، بَعَثَهُ بِدِيْنِ الْهُدَى وَالرَّحْمَةِ وَشَرَّعَ لِاُمَّتِهِ النَّحْرَ وَالتَّضْحِيَةَ ، اِقْتِدَاءً بِأَبِي الْاَنْبِيَاءِ عَلَيْهِ وَعَلَيْهِمْ اَزْكَى السَّلَامِ وَالتَّحِيَّةِ . وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ أَنْجَزَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اَمَّا بَعْدُ فَيَا عِبَادَ اللهِ اِتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ


Kaum Muslimin, Jamaah salat Idul Adlha, semoga senantiasa dalam rahmat dan perlindungan dari Allah. Mari kita saling mengingatkan untuk senantiasa bertakwa kepada Allah, dengan menjalankan perintah-perintahnya sesuai dengan kemampuan kita, dan menjauhi larangan-larangan Nya sekuat tenaga kita. Sebab hanya dengan takwa inilah yang akan mengantarkan kebahagiaan hidup, baik di dunia hingga di akhirat.

Allahu Akbar 3x. Hadirin Jamaah Idul Adlha, Yarhamukumullah.
Sahabat Anas bin Malik meriwayatkan bahwa:

قَدِمَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِيْنَةَ وَلَهُمْ يَوْمَانِ يَلْعَبُوْنَ فِيْهِمَا فَقَالَ : مَا هَذَانِ الْيَوْمَانِ ؟ قَالُوْا : يَوْمَانِ كُنَّا نَلْعَبُ فِيْهِمَا فِي الْجَاهِلِيَّةِ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ اللهَ قَدْ أَبْدَلَكُمْ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا يَوْمَ الْأَضْحَى وَيَوْمَ الْفِطْرِ (رواه ابو داود واحمد والحاكم


Rasulullah tiba di Madinah dan mereka telah memiliki 2 hari untuk bersenang-senang di masa Jahiliyah. Maka Nabi bersabda: “Sungguh Allah telah mengganti bagi kalian sesuatu yang lebih baik darinya, yaitu Idul Adlha dan Idul Fitri” (HR Abu Dawud, Ahmad, al-Hakim dan lainnya)

Mengapa Rasulullah menilai keduanya lebih baik? Sebab dalam kedua hari raya tersebut terdapat 2 unsur keharmonisan ibadah, baik secara vertikal antara manusia dan Allah, atau secara horizontal antara sesama manusia.

Dalam Idul Fitri, nilai ibadah kepada Allah adalah berbentuk ibadah puasa sebulan penuh, sebagaimana dalam ayat:

وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ :البقرة/185


“... Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (al-Baqarah: 185)

Sementara nilai ibadah kepada sesama manusia tercermin dalam zakat fitrah, seperti dalam firman Allah:

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ تَزَكَّى وَذَكَرَ اسْمَ رَبِّهِ فَصَلَّى :الأعلى/14، 15


“Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri, dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia sembahyang.” (al-A’la, 14-15)

Dalam sebagian penafsiran ulama, ‘Tazakka’ artinya mengeluarkan zakat fitrah, ‘dzikir menyebut nama Allah’ artinya adalah bertakbir di malam hari raya, dan esok paginya dilanjutkan dengan Salat Idul Fitri.

Demikian halnya dengan Idul Adlha. Nilai ibadah kepada Allah diantaranya berbentuk melaksanakan ibadah haji dan umrah di Makkah, semoga kita mendapat anugerah dua ibadah tersebut. Sementara nilai ibadah terhadap sesama manusia adalah menyembelih binatang ternak yang dijelaskan dalam firman Allah:

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ : الكوثر/2


“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan ber-qurbanlah.” (al-Kautsar: 2)

Allahu Akbar 3x. Hadirin Jamaah Idul Adlha yang dirahmati oleh Allah

Ibadah Qurban adalah termasuk syariah yang telah diperintahkan oleh Allah kepada umat-umat terdahulu. Al-Quran telah menegaskan:

وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ :الحج/34


”Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka…” (al-Hajj: 34)

Kita mencoba mengurai dua contoh bentuk Qurban antara putra Nabi Adam dan Qurban oleh Nabi Ibrahim. Meski jarak terbentang jauh, namun keduanya memiliki benang merah. Allah mengisahkan dalam kalam-Nya yang mulia:

إِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنْ أَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ الْآَخَرِ :المائدة/27


“..Ketika dua putera Adam (Habil dan Qabil) mempersembahkan kurban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil).”

Habil yang diriwayatkan sebagai peternak, ia melakukan Qurban kepada Allah dari hasil ternak terbaiknya, sebuah domba besar. Sementara Qabil diriwayatkan sebagai petani, ia melakukan Qurban kepada Allah dari hasil panennya yang buruk. Maka Allah pun hanya menerima dari Habil. Wal hasil domba yang diqurbankan oleh Habil diangkat ke surga.

Pada masa yang jauh sesudahnya, di masa Nabi Ibrahim. Beliau diperintahkan melalui wahyu mimpi untuk menyembelih putra tersayangnya, Nabi Ismail. Setelah keduanya berpasrah kepada Allah untuk melakukan perintah itu, maka Allah berfirman:

وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ : الصافات/107

“Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.” (ash-Shaffat: 107)

Dari mana seekor sembelihan besar tersebut? Jawabannya adalah dari surga yang dahulu kala sebagai Qurban dari Habil, putra Nabi Adam, sebagaimana dijelaskan para ulama ahli Tafsir:

وَهُوَ الْكَبْشُ الَّذِي قَرَّبَهُ ابْنُ آدَمَ فَتُقُبِّلَ مِنْهُ (تفسير ابن كثير - ج 7 / ص 31

“Sembelihan yang disembelih oleh Nabi Ibrahim adalah domba qurban Habil yang telah diterima” (Ibnu Katsir 7/31)

Dari dua peristiwa Qurban ini dapat kita ambil kesimpulan, bahwa apa yang telah di-Qurbankan untuk Allah tidaklah sia-sia, namun tetap terjaga dan dapat dikembalikan oleh Allah dengan kuasa-Nya yang tiada batas. Hal ini selaras dengan sabda dari Nabi Muhammad shalla Allahu alaihi wa sallama:

مَا عَمِلَ آدَمِىٌّ مِنْ عَمَلٍ يَوْمَ النَّحْرِ أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ مِنْ إِهْرَاقِ الدَّمِ إِنَّهَا لَتَأْتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَشْعَارِهَا وَأَظْلاَفِهَا :رواه الترمذى

“Tidak ada amal manusia yang lebih dicintai oleh Allah di hari qurban dari pada mengalirkan darah hewan. Sebab hewan itu akan datang di hari kiamat dengan tanduknya, rambutnya dan kaki-kakinya” (HR al-Tirmidzi)

Sekali lagi dari hadis ini menunjukkan bahwa hewan yang telah kita Qurban-kan akan dikembalikan oleh Allah kepada kita kelak di akhirat. Hewan yang telah disembelih dan telah dibagikan kepada fakir-miskin tetap dalam kondisi utuh saat menjadi kendaraan kita menuju surga Allah. Kita tidak meragukan masalah ini karena Allah telah membuktikan dalam Qurban putra Nabi Adam dan Qurban di masa Nabi Ibrahim.

Akan tetapi untuk dapat mencapai tujuan tersebut tidaklah bisa sekedar mengandalkan sisi kekayaan uang saja, namun harus didasari dengan takwa:

لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ :الحج/37

“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.” (al-Haj: 37)

Semoga amal ibadah Qurban kita diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, amin.

اللهُ اَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ اِنَّ اَحْسَنَ الْكَلَامِ كَلَامُ اللهِ الْمَلِكِ الْعَلَّامِ وَاللهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى يَقُوْلُ وَبِقَوْلِهِ يَهْتَدِى الْمُهْتَدُوْنَ اَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ وَأَذِّنْ فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالًا وَعَلَى كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ () لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ الحج/27، 28


بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْاَيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ اَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا وَاَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ فَاسْتَغْفِرُوْا اِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

 

Semoga bermanfaat.
Catatan 
Biar tidak kaget bahwa hadis dho'if boleh di amalkan Ini dalilnya

“Para ulama ahli Hadits dan lainnya sepakat bahwa Hadits Dha’if dapat dijadikan sebagai pedoman dalam masalah fadha’il al-a’mal. Di antara ulama yang mengatakannya adalah Imam Ahmad bin Hanbal, Ibn Mubarak, dan Sufyan, al-Anbari serta ulama lainnya. (Bahkan) Ada yang menyatakan, bahwa mereka pernah berkata: Apabila kami meriwayatkan (Hadfts) menyangkut perkara halal ataupun yang haram, maka kami akan berhati-hati. Tapi apabila kami meriwayatkan Hadfts tentang fadha’il al-a’mal, maka kami melonggarkannya”. (Majmu’ Fatawi wa Rasa’il, 251)

Hadits-hadits dhaif (lemah), yang tidak bisa dipastikan asalnya dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, para ulama sepakat tidak boleh dipakai dalam perkara aqidah dan hukum agama. Ada pun penggunaan hadits dhaif untuk perkara menggalakan dan merangsang manusia untuk melaksanakan fadhailul a’mal (amal-amal utama), akhlaq, kelembutan hati, dan semisalnya, maka para ulama berbeda pendapat.

Imam An Nawawi mengklaim bahwa para ulama telah sepakat (konsensus) bolehnya menggunakan hadits-hadits dhaif untuk perkara fadhailul a’mal tersebut. Beliau mengatakan:

وقد اتفق العلماء على جواز العمل بالحديث الضعيف في فضائل الأعمال


Para ulama telah sepakat bahwa bolehnya beramal dengan hadits-hadits dhaif dalam masalah fadhailul a’mal .. (Muqadimah Al Arbain An Nawawiyah)
 
Imam BUKHARI, pengarang Sahih AL-BUKHARI, bahkan tak segan-segan mencantumkan lebih dari 200 Hadits Dhoif di dalam bukunya yang berjudul Adabul Mufrad, buku yang berisikan adab keseharian seorang Muslim dalam mengarungi kehidupan dunia. Ini menunjukkan bahwa Imam Bukhari yang sangat mengerti mana Shahih dan mana Dhoif, beliau justru tidak alergi kepada Hadits Dhoif.

Ibnu Katsir, seorang pakar Hadits dan sekaligus ahli tafsir, dalam tafsirnya yang sangat terkenal, bahkan juga mencantumkan begitu banyak Hadits Dhoif untuk memperkuat argumennya dalam menafsirkan sebuah ayat.
Imam Ahmad bin Hambal, pemuka madzhab Hambali yang menghapal satu juta Hadits bahkan menyatakan, “Hadits dhaif itu lebih baik daripada qiyas.” Beliau bahkan menjadikan Hadits Dhoif sebagai landasan untuk menentukan sebuah ketentuan hukum saat tidak ditemukan Hadits Shahih yang menjelaskannya.
Kesimpulannya, Hadits Dhoif adalah ucapan Nabi, bukan Hadits Palsu, dan sehubungan dengan anjuran kebajikan dan arahan untuk beramal saleh, MAYORITAS ULAMA SEPAKAT AGAR UMAT 

Hewan Qurban Menjadi Tunggangan Melewati Shirath

Hadits dhaif: 'Perbaguslah hewan qurban kalian, karena dia akan menjadi tunggangan kalian melewati shirath'

Manfaat Berkurban Di Akhirat Fungsi Hewan Kurban Di Akhirat Hadis Tunggangan Hewan Qurban Sebagai Kendaraan Di Akhirat Manfaat Qurban Di Akhirat

Dikeluarkan oleh Abdul Karim Ar Rafi’i Asy Syafi’i dalam kitab At Tadwin fii Akhbari Qazwiin (1134),

ثَنَا أَبُو مُحَمَّدٍ عَبْدُ اللَّهِ الْمَرْزُبَانُ بِقَزْوِينَ ، ثَنَا أَحْمَد بْنُ الْخَضِرِ الْمَرْزِيُّ ، ثَنَا عَبْدُ الْحَمِيدِ بْنُ إبراهيم الْبُوشَنْجِيُّ ، ثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَكْرٍ ، ثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْمُبَارَكِ ، ثَنَا يَحْيَى بْنُ عَبْيدِ اللَّهِ ، عَنْ أَبِيهِ ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : اسْتَفْرِهُوا ضَحَايَاكُمْ ، فَإِنَّهَا مَطَايَاكُمْ عَلَى الصِّرَاطِ


“Abu Muhammad Abdullah Al Marzuban di Qazwin menuturkan kepadaku, Ahmad bin Al Hadr Al Marziy menuturkan kepadaku, Abdul Hamid bin Ibrahim Al Busyanji menuturkan kepadaku, Muhammad bin Bakr menuturkan kepadaku, Abdullah bin Al Mubarak menuturkan kepadaku, Yahya bin ‘Ubaidillah menuturkan kepadaku, dari ayahnya, dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

‘Perbaguslah hewan qurban kalian, karena dia akan menjadi tunggangan kalian melewati shirath‘”

juga dikeluarkan oleh Al Dailami dalam Musnad Al Firdaus (268).
Derajat hadits

Riwayat ini sangat lemah, karena adanya beberapa perawi yang lemah:

Abdul Hamid bin Ibrahim Al Busyanji, dikatakan oleh Abu Zur’ah dan Abu Hatim: “ia tidak kuat hafalannya dan tidak memiliki kitab”. An Nasa’i mengatakan: “ia tidak tsiqah”. Ibnu Hajar Al Asqalani mengatakan: “ia shaduq, namun kitab-kitabnya hilang sehingga hafalannya menjadi buruk”. Maka Abdul Hamid bin Ibrahim bisa diambil periwayatannya jika ada mutaba’ah.

Yahya bin ‘Ubaidillah Al Qurasyi, dikatakan oleh Imam Ahmad: “munkarul hadits, ia tidak tsiqah”. An Nasa’i berkata: “matrukul hadits”. Ibnu Abi Hatim mengatakan: “dha’iful hadits, munkarul hadits, jangan menyibukkan diri dengannya”. Ibnu Hajar mengatakan: “Yahya sangat lemah”. Adz Dzahabi berkata: “para ulama menganggapnya lemah”. Sehingga Yahya bin ‘Ubaidillah ini sangat lemah atau bahkan matruk.

‘Ubaidillah bin Abdillah At Taimi, Abu Hatim berkata: “ia shalih”. Al Hakim mengatakan: “shaduq”. Imam Ahmad mengatakan: “ia tidak dikenal, dan memiliki banyak hadits munkar”. Asy Syafi’i berkata: “kami tidak mengenalnya”. Ibnu ‘Adi berkata: “hasanul hadits, haditsnya ditulis”. Ibnu Hajar berkata: “maqbul“, dan ini yang tepat insya Allah. Maka ‘Ubaidillah ini hasan hadist-nya jika ada mutaba’ah.

Dengan demikian jelaslah bahwa hadits ini sangat lemah. Sebagaimana dikatakan oleh para ulama seperti Al Hafidz Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Talkhis Al Habir (2364), As Sakhawi dalam Maqasidul Hasanah (114), Al Munawi dalam Faidhul Qadir (1/496), As Suyuthi dalam Jami’ Ash Shaghir (992), Az Zarqani dalam Mukhtashar Al Maqashidil Hasanah (96), Al Ajluni dalam Kasyful Khafa (1/133), Al Albani dalam Silsilah Adh Dha’ifah (74), serta para ulama yang lain.

Memang terdapat lafadz lain,

عظِّموا ضحاياكم ، فإنها على الصراطِ مطاياكم


“Perbesarlah hewan qurban kalian, karena dia akan menjadi tunggangan kalian melewati shirath”

Namun Al Hafidz Ibnu Hajar Al Asqalani setelah membawakan hadits ini beliau berkata,

لَمْ أَرَهُ، وَسَبَقَهُ إلَيْهِ فِي الْوَسِيطِ، وَسَبَقَهُمَا فِي النِّهَايَةِ، وَقَالَ مَعْنَاهُ: إنَّهَا تَكُونُ مَرَاكِبَ الْمُضَحِّينَ، وَقِيلَ: إنَّهَا تُسَهِّلُ الْجَوَازَ عَلَى الصِّرَاطِ، قَالَ ابْنُ الصَّلَاحِ: هَذَا الْحَدِيثُ غَيْرُ مَعْرُوفٍ وَلَا ثَابِتٌ فِيمَا عَلِمْنَاهُ


“aku tidak pernah melihat (sanad) nya. Hadits ini ada di Al Wasith (karya Al Ghazali) dan kedua hadits tersebut ada di An Nihayah (karya Al Juwaini). Mereka mengatakan tentang maknanya: ‘bahwa hewan kurban akan menjadi tunggangan bagi orang yang berkurban‘. Juga ada yang mengatakan maknanya, ia akan memudahkan orang yang berkurban untuk melewati shirath. Ibnu Shalah berkata: ‘hadits ini tidak dikenal, dan sepengetahuan saya tidaklah shahih'” (Talkhis Al Habir, 2364).

Ibnu Mulaqqin berkata,

لا يحضرني من خرجه بعد البحث الشديد عنه


“tidak aku dapatkan siapa yang mengeluarkan hadits ini walaupun sudah aku cari dengan sangat gigih” (Badrul Munir, 9/273).

Oleh karena itu Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani mengatakan, “tidak ada asal-usulnya dengan lafadz ini” (Silsilah Adh Dha’ifah, 74).
Kesimpulan

Hadits yang menyatakan bahwa hewan qurban akan menjadi tunggangan melewati shirath tidak shahih, bahkan sangat lemah. Ibnul ‘Arabi dalam Syarah Sunan At Tirmidzi mengatakan:

ليس في الأضحية حديث صحيح


“tidak ada hadits yang shahih mengenai keutamaan hewan qurban” (dinukil dari Kasyful Khafa, 1/133).

Maka keyakinan tersebut tidaklah didasari landasan yang shahih sehingga tidaklah dibenarkan.

Wallahu ta’ala a’lam.