Selasa, 06 September 2016

Nabi sampai di Madinah di sambut ansor dan muhajirin

Tola'al badru 'alaina menyambut nabi baru tiba di Madinah

Selama tujuh hari terus-menerus mereka berjalan. Mereka hanya beristirahatdi bawah panas membara musim kemarau dan berjalan lagi sepanjang malam mengarungi lautan padang pasir. Hanya karena adanya ketenangan hati kepada Allah Swt-lah yang membuat hati dan perasaan mereka terasa lebih aman. Mereka selalu yakin bahwa Allah Swt akan selalu bersama mereka.

Di tengah perjalanan menuju Madinah, Rasulullah saw singgah di desa Quba’, sebuah desa yang terletak dua mil di selatan Madinah. Di sana beliau membangun sebuah masjid. Masjid ini menjadi masjid pertama dalam sejarah Islam. Beliau singgah di sana selama empat hari untuk selanjutnya meneruskan perjalanan ke Madinah.
Pada hari Jumat pagi, beliau berangkat dari Quba’ dan tiba di perkampungan Bani Salim bin Auf tepat pada waktu Salat Jumat. Salat-lah beliau di sana. Inilah Salat Jumat pertama dalam Islam. Khotbahnya pun merupakan khotbah yang petama.
Nabi Muhammad saw dan Abu Bakar tiba di Madinah pada tanggal 12 Rabiul Awal. Kedatangan beliau telah dinanti-nanti masyarakat Madinah. Pada hari kedatangan Nabi Muhammad saw dan Abu Bakar, masyarakat Madinah sudah menunggu di jalan yang akan dilalui Nabi Muhammad saw, lengkap dengan regu gendering “Rebana”.

هل من شيئ

Adakah sesuatu ?

ها هوا رسول الله أكبر

Itu Rasulullah.........!!!!!!, Allahu Akbar.... Allahu Akabar.... Allahu Akbar.

مرحبا يا رسول الله فى المدينة المنورة

Selamat datang wahai rasulullah di Madinah Al Munawaroh.

Mereka mengelu-elukan Nabi Muhammad saw dan genderang pun gemuruh diselingi nyanyian yang sengaja digubah untuk menyambut kedatangan Nabi SAW :

طَلَعَ الْبَدْرُ عَلَيْنَا مِنْ ثَنِيَّاتِ الْوَدَاعْ

وَجَبَ الشُّكْرُ عَلَيْنَا مَا دَعَا لِلَّهِ دَاعْ

أَيُّهَا الْمَبْعُوْثُ فِيْـنَا جِئْتَ بِالْأَمْرِ الْمُطَاعْ

Bulan purnama telah muncul di tengah-tengah kita, Dari celah-celah bebukitan.
Wajiblah kita bersyukur Atas ajakan (beriman) kepada Allah Swt.
Wahai orang yang dibangkitkan untuk kami, Kau datang membawa ajaran yang wajib ditaati.

Kedatangan Nabi Muhammad s.a.w di kota Madinah dan Sambutan Kaum Anshar.
Nabi Muhammad s.a.w bertempat tinggal di rumah sahabat Abu Ayyub r.a.

Setelah shalat Jum'at itu selesai, datanglah Itbah bin Malik dan 'Abbas bin 'Ubaid kepada Nabi Muhammad s.a.w. seraya berkata : ''Ya Rasulullah, sudi kiranya tuan singgah di tempat kediaman kita disini untuk sementara waktu.''

Rasulullah bersabda :

حلوا سبيلها فإنما مئمورة

''Khalluu sabiilahaa Fa innamaa ma' muratun!''
''Lepaskanlah olehmu jalan unta ini, karena ia diperintah!''
(Onta Nabi bernama Qoswah) (Qiswah ialah penutup Ka'bah)

Mereka semua diam. Lalu Nabi Muhammad s.a.w. meneruskan perjalanannya. Maka beliau sampai di kampung Bani Bayadlah, menghadaplah Zayyad bin Lubaid dan Farwah bin 'Amr serta orang-orang Bani Bayadlah kepada Nabi seraya berkata seperti tersebut tadi, dan lalu Nabi menjawab sebagaimana tersebut tadi pula.

Ketika perjalanan beliau sampai di kampung Bani Sa'idah, menghadaplah Sa'ad bin 'Ubadah dan Mundzir bin 'Amr serta orang-orang dari Bani Sa'idah kepada beliau seraya berkata semacam tadi, dan Nabi memberi jawaban yang serupa. 

Maka ketika perjalanan Nabi sampai di kampung Bani Harits, menghadaplah Sa'ad bin Rabi' , Kharijah bin Zaid, 'Abdullah bin Luwahah serta orang-orang Bani Harits kepada beliau seraya berkata semacam itu pula, dan Nabi memberi jawaban yang sama. 

Dan demikianlah ketika beliau sampai di kampung Bani 'Ady, menghadaplah Salits bin Qais dan Usairah bin Abi Kharijah dan orang-orang dari Bani 'Ady seraya berkata seperti tersebut tadi, dan beliau pun memberi jawaban yang sama tadi pula. Dan ketika perjalanan Nabi sampai di kampung Bani Malik An-Najjar, sampai tepat di muka rumah Abu Ayyub (Khalid bin Zaid An-Najjar), berhentilah unta beliau, lalu segera menjerum.

Sedang waktu itu tempat itu masih dipergunakan buat mengeringkan buah-buahan kurma kepunyaan dua orang anak yatim yang bernama Sahal dan Suhail, keduanya anak 'Amr bin 'Afra'. Ketika itu Nabi belum suka turun dari untanya, tangan beliau masih memegang kendali unta itu, maka dengan segera unta itu bangkit dan berjalan lagi. Kemudian, belum berapa jauh unta itu dari tempat itu, kembalilah unta itu ke tempat itu, lalu menjerum lagi, dan ketika itulah Nabi Muhammad s.a.w., lalu bersabda :

هذا  إن شاء الله ، المنزل

''Hadza Insyaa Allah, almanzil.''
''Inilah tempat kediaman, jika ALLAH berkehendak.''

Kemudian nabi berdo'a :

يا ربى أنزلني منزلا مباركا و أنت خيرالمنزلين

''Rabi anzilnii munzalan mubaarakaa wa anata khairul munziliin.''
''Ya, Tuhan ! Mudah-mudahan Engkau menempatkan daku pada tempat kediaman yang di berkahi dan Engkaulah sebaik-baik yang memberikan tempat kediaman.''

Nabi berdo'a demikian sampai emapat kali sambil turun dari untanya, kemudian bertanya :

اين بيوتي أهلنا الأقرب

''Ayyu buyuuti ahlina aqrab?
''Manakah rumah-rumah ahliku yang lebih dekat?''

Abu Ayyub dengan segera menjawab :

انا يا نبي الله، هذا دري وهذا بني

''Annaa. Ya Nabiyallah, Hadzihi daarii, Wa hadza banii.''
''Saya, ya Nabi ALLAH ! Ini rumahku dan ini pintuku.''

Lalu Nabi bersabda :

إنطلق فهيع لنا ماقلا

''Inthaliq, fahayi' lanaa maqiilaa!''
''Pergilah dengan segera, maka sediakanlah tempat buat daku!''

Dengan segera Aabu Ayyub lalu masuk ke rumahnya, lalu menyediakan tempat mengaso(tempat istirahat) bagi Nabi, kemudian ia datang lagi menghadap Nabi dan berkata :

''Yaa Nabiyyalah! Qad hayya'tu maqiilaa. Faqum 'alaa barakatillah.
''Ya Nabi ALLAH ! Sungguh saya telah menyediakan tempat mengaso bagi Tuan, Dengan berkah ALLAH, silahkan tuan berdiri masuk ke dalam.''

Sesudah itu Nabi Muhammad s.a.w. menyuruh kepada Abbu Ayyub supaya barang-barang dan perkakas-perkakas beliau di masukkan ke dalam rumah; sesudah itu beliau bersama-sama dengan sahabat Zaid bin Haritsah masuk ke rumah Abu Ayyub, yang di dalamnya telah disiapkan dan di sediakan tempat yang khusus buat Nabi Muhammad dan keluarga beliau. Unta kendaraan beliau di bawa oleh As'ad bin Zurarah ke tempatnya. Dan oleh Abu Ayyub sendiri semua barang-barang bekal Nabi di angkat dan di letakkan di tempat yang telah di sediakan buat Nabi.

Dalam kitab tarikh dan kitab hadits diriwayatkan bahwa ketika Nabi Muhammad s.a.w. sampai di Madinaha, kota Madinah sudah dihiasi dengaan bermacam-macam perhiasan yaang indah-indah oleh sekalian kaum Muslimin disana; maka setelah beliau sampai disana, kaum Muslimin laki-laki dan perempuan serta anak-anak mereka dan budak belian mereka keluar dari rumah, untuk menghormati kedatangan beliau yang telah lama di nanti-nanti.

Anak-anak lelaki dan budak-budak lelaki keluar dari rumah mereka masing-masing, lalu beramai-ramai berbaris di jalan besar seraya berkata :

''Jaa a Muhammad! Jaa a Rasulullah! Ya Muhammad Ya Rasulullah!
''Telah datang Muhammad! Telah datang Rasulullah! Ya Muhammad Ya Rasulullah!

Demikianlah itu di ucapkan bersama-sama berulang-ulang. Kaum Muslimin yang mengiringkan Nabi, setelah sampai di Madinah berkata bersama-sama :

''Jaa a Nabiyyullah, Jaa a Nabiyyullah, Jaa a Nabiyyullah.''

Demikianlah berulang-ulang dengan suara yang keras, yang lalu disambut kaum Muslimin di Madinah dengan ucapan :

''Jaa a Nabiyyullah! Jaa a Nabiyyullah! Jaa a Nabiyullah!''
''Telah datang Nabi ALLAH, Telah datang Nabi ALLAH, Telah datang Nabi ALLAH!''

Adapun anak-anak perempuan waktu itu naik ke atas rumah mereka masing-masing sambil bersama-sam membaca syair :

''Nahnu jawaari min bani Najjar! Ya habbadzaa Muhammad minjaar!''
''Kita anak-anak perempuan dari keturunan Najjar, hai orang yang cinta bertetangga dengan Nabi Muhammad!''

Mendengar suara sedemikian itu Nabi Muhammad s.a.w. bertanya :
''Apakah kamu sekalian sama cinta kepadaku?''

Mereka menjawab bersama-sama :
''Na'am yaa Rasuulallah!''
''Ya, sudah barang tentu Ya Rasulullah''

Nabi menyahut :
''ALLAH mengetahui bahwa hatiku cinta kepada kamu sekalian!''

Dan sebagian dari orang-orang perempuan pada saat itu berpantin sambil memukul rebana :

Thala'al badru 'alaynaa. Min Syaniyaatil wadaa'.
Wajabasysyukru 'alaynaa. Maa da'aa lillahidaa'.
Ayuhal mab'uutsu fiinaa. Ji'ta bil amril muthaa'.

Telah terbit bulan purnama atas kita ; dari - kampung Tsaniyatil Wada'. Atas kita wajib berterima-kasih ; karena yang berseru kepada ALLAH telah berseru. Hai orang yang di bangkitkan atas kita, engkau telah datang dengan perkara yang menundukkan - kita kepada Tuhan.''

Demikianlah seterusnya, pantun-pantun kehormatan yang di ucapkan oleh kaum Muslimin dan Muslimat serta anak-anak mereka dan budak-budak mereka pada saat datangnya Nabi Muhammad s.a.w di Madinah, sampai pada saat Nabi turun dari kendaraan dan masuk ke rumah sahabt Abu Ayyub r.a.(sahabat Abu Ayyub itu namanya Khalid bin Zaid ; beliau adalah seorang dari keluarga Bani Najjar, dan golongan dari 'Arab Khazroj.

Nabi sampai di Quba dan mendirikan Masjid pertama dalam perjalan hijrah

Masjid Quba, Masjid Pertama yang Dibangun Rasulullah SAW
Masjid Quba

Rasulullah SAW meletakkan batu pertama Masjid Quba tepat di kiblatnya.
Semua masjid yang berada di Makkah, Madinah, dan Palestina selalu istimewa bagi umat Islam. Masjid-masjid ini punya nilai yang lekat dengan sejarah peradaban Islam. Begitupun dengan masjid Quba.
Menilik dari sejarahnya, Masjid Quba punya nilai historis yang sangat tinggi. Masjid ini adalah masjid pertama yang dibangun Rasulullah SAW.

Masjid Quba dibangun pada awal peradaban Islam. Tepatnya, 8 Rabiul Awal pada 1 Hijriyah. Lokasinya berada di sebelah tenggara Kota Madinah, lima kilometer di luarnya.
Dulu, masjid ini dibangun dengan bahan yang sangat sederhana. Seiring berjalannya waktu, renovasi banyak dilakukan Kerajaan Arab Saudi.

Masjid ini juga mengalami perluasan. Dalam buku berjudul Sejarah Madinah Munawwarah yang ditulis Dr Muhammad Ilyas Abdul Ghani, dijelaskan masjid ini direnovasi besar-besaran pada 1986.
Kala itu, Pemerintah Arab Saudi bahkan mengeluarkan dana hingga 90 juta riyal Saudi untuk memperluas masjid ini yang nantinya bisa menampung 20 ribu jamaah yang mengunjunginya.

Dalam sejarah yang dituliskan, tokoh Islam yang memegang peranan penting dalam pembangunan masjid ini adalah Sayyidina 'Ammar Radhiyallahu lanhu.

Ketika Rasulullah SAW berhijrah dari Makkah ke Madinah, pria ini mengusulkan untuk membangun tempat berteduh bagi sang Nabi di kampung Quba yang tadinya hanya terdiri atas hamparan kebun kurma.
Kemudian, dikumpulkanlah batu-batu dan disusun menjadi masjid yang sangat sederhana. Meskipun tak seberapa besar, paling tidak bangunan ini bisa menjadi tempat berteduh bagi rombongan Rasulullah. Mereka pun bisa beristirahat kala siang hari dan mendirikan shalat dengan tenang.
Rasulullah SAW meletakkan batu pertama tepat di kiblatnya dan ikut menyusun batu-batu selanjutnya hingga bisa menjadi pondasi dan dinding masjid.

Rasullullah SAW dibantu para sahabat dan kaum Muslim yang lain. Ammar menjadi pengikut Rasulullah yang paling rajin dalam membangun masjid ini.
Tanpa kenal lelah, ia membawa batu-batu yang ukurannya sangat besar, hingga orang lain tak sanggup mengangkatnya.

Ammar mengikatkan batu itu ke perutnya sendiri dan membawanya untuk dijadikan bahan bangunan penyusun masjid ini. Ammar memang selalu dikisahkan sebagai prajurit yang sangat perkasa bagi pasukan Islam. Dia mati syahid pada usia 92 tahun.
Pada awal pembangunannya yang dibangun dengan tangan Rasulullah sendiri masjid ini berdiri di atas kebun kurma.

Luas kebun kurmanya kala itu 5.000 meter persegi dan masjidnya baru sekitar 1.200 meter persegi. Rasulullah sendiri pula yang mengonsep desain dan model masjidnya.

Meskipun sangat sederhana, Masjid Quba boleh dianggap sebagai contoh bentuk masjid-masjid selanjutnya. Bangunan yang sangat sederhana kala itu sudah memenuhi syarat-syarat yang perlu untuk pendirian masjid.
Masjid ini telah memiliki sebuah ruang persegi empat dan berdinding di sekelilingnya. Di sebelah utara dibuat serambi untuk tempat sembahyang.
Dulu, ruangan ini bertiangkan pohon kurma, beratap datar dari pelepah, dan daun korma yang dicampur dengan tanah liat. Di tengah-tengah ruang terbuka dalam masjid yang kemudian biasa disebut sahn terdapat sebuah sumur tempat wudhu.

Di sini, jamaah bisa mengambil air untuk membersihkan diri. Dalam masjid ini, kebersihan selalu terjaga, cahaya matahari dan udara pun dapat masuk dengan leluasa.
Allah s.w.t memuji masjid ini dan orang yang mendirikan sembahyang di dalamnya dari kalangan penduduk Quba' dengan Firman-Nya:
Sesungguhnya masjid itu yang didirikan atas dasar takwa (Masjid Quba) sejak hari pertama adalah lebih patut bagimu (Hai Muhammad) bersembahyang di dalamnya. Di dalamnya terdapat orang-orang yang ingin membersihkan diri.......(At Taubah, 108).

At-Taubah [9] Ayat 108

لَا تَقُمْ فِيهِ أَبَدًا لَّمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى ٱلتَّقْوَىٰ مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ أَحَقُّ أَن تَقُومَ فِيهِ فِيهِ رِجَالٌ يُحِبُّونَ أَن يَتَطَهَّرُوا۟ وَٱللَّهُ يُحِبُّ ٱلْمُطَّهِّرِينَ

Janganlah kamu shalat dalam masjid itu selama-lamanya. Sesungguhnya masjid yang didirikan atas dasar takwa (masjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu shalat di dalamnya. Di dalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan Allah menyukai orang-orang yang bersih.

Tafsir ayat tersebut di Link ini :
http://www.ibnukatsironline.com/…/tafsir-surat-at-taubah-ay…

Masjid ini telah beberapa kali mengalami renovasi. Khalifah Umar bin Abdul Aziz adalah orang pertama yang membangun menara masjid ini. Sakarang renovasi masjid ini ditangani oleh keluarga Saud. Mengutip buku berjudul Sejarah Madinah Munawarah yang ditulis Dr Muhamad Ilyas Abdul Ghani, masjid Quba ini telah direnovasi dan diperluas pada masa Raja Fahd ibn Abdul Aziz pada 1986. Renovasi dan peluasan ini menelan biaya sebesar 90 juta riyal yang membuat masjid ini memiliki daya tampung hingga 20 ribu jamaah.
Bangunan masjid Quba
Meskipun sangat sederhana, masjid Quba boleh dianggap sebagai contoh bentuk daripada masjid-masjid yang didirikan orang di kemudian hari. Bangunan yang sangat bersahaja itu sudah memenuhi syarat-syarat yang perlu untuk pendirian masjid. Ia sudah mempunyai suatu ruang yang persegi empat dan berdinding di sekelilingnya.

Di sebelah utara dibuat serambi untuk tempat sembahyang yang bertiang pohon korma, beratap datar dari pelepah dan daun korma, bercampurkan tanah liat. Di tengah-tengah ruang terbuka dalam masjid yang kemudian biasa disebut sahn, terdapat sebuah sumur tempat wudhu, mengambil air sembahyang. Kebersihan terjaga, cahaya matahari dan udara dapat masuk dengan leluasa.
Masjid ini memiliki 19 pintu. Dari 19 pintu itu terdapat tiga pintu utama dan 16 pintu. Tiga pintu utama berdaun pintu besar dan ini menjadi tempat masuk para jamaah ke dalam masjid. Dua pintu diperuntukkan untuk masuk para jamaah laki-laki sedangkan satu pintu lainnya sebagai pintu masuk jamaah perempuan. Diseberang ruang utama mesjid, terdapat ruangan yang dijadikan tempat belajar mengajar.

Panduan di masjid Quba

Saat akan memasuki bagian dalam masjid, sebaiknya memperhatikan petunjuk di dinding luar masjid. Itu adalah penunjuk pintu masuk yang dikhususkan bagi jamaah laki-laki atau perempuan. Akan terpampang pada sebuah plakat yang ditempelkan ke dinding pintu masuk untuk jamaah laki-laki maupun perempuan.
Tidak diperbolehkan mengambil gambar di dalam masjid.

Terjemah Al Qur'an, Tafsir Al Qur'an, Ilmu Al Qur'an, Software Al Qur'an, Ebook Al Qur'an, Tilawah Al Qur'an, Murattal Al Qur'an
ibnukatsironline.com

Asbabun Nuzul Surah Baraa’ah / At-Taubah (7)

لَا تَقُمْ فِيهِ أَبَدًا لَّمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى ٱلتَّقْوَىٰ مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ أَحَقُّ أَن تَقُومَ فِيهِ فِيهِ رِجَالٌ يُحِبُّونَ أَن يَتَطَهَّرُوا۟ وَٱللَّهُ يُحِبُّ ٱلْمُطَّهِّرِينَ

108. “janganlah kamu bersembahyang dalam mesjid itu selama-lamanya. Sesungguh- nya mesjid yang didirikan atas dasar taqwa (mesjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu sholat di dalamnya. di dalamnya mesjid itu ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. dan Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersih.”
(Baraa’ah: 108)

Diriwayatkan oleh Ibnu Marduwaih dari ‘Ali bin Abi Thalhah yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa Abu ‘Amir berkata kepada sebagian kaum Anshar yang sedang mendirikan masjid: “Teruskanlah mendirikan masjidmu serta siapkanlah kekuatan dan senjata perangmu sekuat tenagamu. Aku akan berangkat menemui Kaisar Romawi dan kembali membawa tentara Romawi untuk mengusir Muhammad dan shahabat-shahabatnya.” Ketika masjid itu selesai dibangun, mereka datang menghadap Nabi saw. dan berkata: “Kami telah selesai mendirikan masjid. Kami sangat mengharapkan agar tuan shalat di masjid kami itu.” Maka turunlah ayat ini (Baraa’ah: 108) yang melarang Nabi saw. shalat di masjid yang dibangun untuk menghancurkan umat Islam.

Diriwayatkan oleh al-Wahidi yang bersumber dari Sa’d bin Abi Waqqash bahwa kaum munafikin mendirikan masjid sebagai tandingan Masjid Quba’. Mereka berharap agar Abu ‘Amir ar-Rahib nantinya menjadi imam mereka di masjid itu apabila ia berkunjung kesana. Setelah masjid itu selesai dibangun, mereka menghadap Rasulullah saw. dan berkata: “Kami telah selesai mendirikan masjid. Untuk itu kami mengharapkan agar tuan shalat di masjid kami.” Maka turunlah ayat ini (Baraa’ah: 108) yang melarang Rasulullah shalat di Masjid Dlirar, yaitu masjid yang dibangun untuk menghancurkan umat Islam.

Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi yang bersumber dari Abu Hurairah, bahwa turunnya ayat,…fiihi rijaaluy yuhibbuuna ay yatathahharuu wallaahu yuhibbul muththahhiriin…(.. di dalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan Allah menyukai orang-orang yang bersih) (Baraa’ah: 108) berkenaan dengan ahli Masjid Quba’ yang suka bersuci (istinja’) dengan air.

Diriwayatkan oleh ‘Umar bin Syabbah, dalam menceritakan kejadian-kejadian di Madinah, dari al-Walid bin Abi Sandar al Aslami, dari Yahya bin Sahl al-Anshari, yang bersumber dari Sahl al-anshari, bahwa ayat ini (Baraa’ah: 108) turun berkenaan dengan ahli Quba’ yang suka bersuci (istinja’) dengan air.

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari ‘Atha’, bahwa orang-orang Quba’ yang berhadats kecil selalu berwudlu dengan air. Maka turunlah ayat ini (Baraa’ah: 108) berkenaan dengan orang-orang yang dicintai Allah karena kesungguhan mereka dalam bersuci.

111. “Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan Itulah kemenangan yang besar.”
(Baraa’ah: 111)

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Muhammad bin Ka’b al-Qurazhi bahwa ‘Abdullah bin Rawahah bertanya kepada Rasulullah saw.: “Apakah kewajiban-kewajiban terhadap Rabb dan diri tuan menurut kehendak tuan?” Rasul menjawab: “Aku telah menetapkan kewajiban terhadap Rabb-ku untuk beribadah kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya, sedang kewajiban-kewajiban terhadapku ialah agar kalian menjagaku sebagaimana kalian menjaga diri dan harta kalian.” Mereka berkata: “Apabila kami melaksanakan itu, apa bagian kami?” Beliau menjawab: “Surga.” Mereka berkata: “Perdagangan yang sangat menguntungkan. Kami tidak akan membatalkannya dan tidak akan minta dibatalkan. Ayat ini (Baraa’ah: 111) turun berkenaan dengan peristiwa tersebut, yang menegaskan bahwa Allah akan mengganti kerugian harta dan jiwa kaum Mukminin dengan surga.

113. “Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum Kerabat (Nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam.”
(Baraa’ah: 113)

Diriwayatkan oleh asy-Syaikhaan (al-Bukhari dan Muslim) dari Sa’id bin al-Musayyab yang bersumber dari bapaknya. Menurut zhahirnya, ayat ini turun di Mekah. Bahwa ketika Abu Thalib hampir menghembuskan nafasnya yang terakhir, datanglah Rasulullah saw. kepadanhya. Didapatinya Abu Jahl dan ‘Abdullah bin Abi Umayyah berada di sisinya. Nabi saw. bersabda: “Wahai pamanku. Ucapkanlah: laa ilaaha illallaah (tidak ada tuhan selain Allah), agar dengan mengucapkan kalimat itu saya dapat membela Pamanda di hadapan Allah.” Berkatalah Abu Jahl dan ‘Abdullah: “Hai Abu Thalib, apakah engkau benci dengan agama ‘Abdul Muthalib?” kedua orang itu tidak henti-hentinya membujuk Abu Thalib, sehingga kalimat terakhir yang ia ucapkan pun sesuai dengan agama ‘Abdul Muthalib. Nabi saw. bersabda: “Aku akan memintakan ampun untuk Pamanda selagi aku tidak dilarang berbuat demikian.” Maka turunlah ayat ini (Baraa’ah: 113) sebagai larangan untuk memintakan ampun bagi kaum musyrikin. Ayat lain yang diturunkan berkenaan dengan usaha Nabi untuk mengislamkan Abu Thalib ialah surah al-Qashash atau 56, yang menegaskan bahwa Nabi tidak dapat memberikan petunjuk kepada orang yang ia sayangi selagi tidak diberi petunjuk oleh Allah.

Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan al-Hakim, yang bersumber dari ‘Ali bin Abi Thalib. Menurut at-Tirmidzi hadits ini hasan, bahwa ‘Ali bin Abi Thalib mendengar seorang laki-laki sedang memohonkan ampun kepada Allah bagi kedua ibu bapaknya yang musyrik. ‘Ali bertanya kepadanya: “Apakah engkau memintakan ampun bagi kedua orang tuamu yang musyrik?” Ia menjawab: “Ibrahim pun memintakan ampun bagi bapaknya yang musyrik.” Hal ini disampaikan oleh ‘Ali kepada Rasulullah saw.. Maka turunlah ayat ini (Baraa’ah: 113) yang melarang kaum Mukminin memintakan ampun bagi kaum musyrik.

Diriwayatkan oleh al-Hakim, al-Baihaqi di dalam kitab ad-Dalaa-il, dan lain-lain, yang bersumber dari Ibnu Mas’ud bahwa pada suatu hari Rasulullah pergi ke kuburan. Beliau duduk di sebuah kuburan serta berdoa di sana lama sekali, kemudian menangis. Ibnu Mas’ud pun jadi menangis karena tangisan beliau itu. Rasulullah bersabda: “Kuburan yang aku duduk di sisinya itu adalah kuburan ibuku. Aku minta izin kepada Rabb-ku untuk mendoakannya, tetapi Dia tidak memberi izin kepadaku.” Permohonan Nabi itu dijawab dengan turunnya ayat ini (Baraa’ah: 113) yang melarang kaum Mukminin memintakan ampun bagi kaum musyrikin.

Diriwayatkan oleh Ahmad dan Ibnu Marduwaih, yang bersumber dari Buraidah. Hadits ini menurut lafal Ibnu Marduwaih, bahwa ketika Nabi saw. bersama Buraidah berhenti di ‘Asfan, teringatlah beliau kepada kuburan ibunya. Beliau berwudlu dan shalat, kemudian menangis dan bersabda: “Aku minta izin kepada Rabb-ku agar aku dapat memintakan ampunan untuk ibuku, akan tetapi aku dilarang-Nya.” Ayat ini (Baraa’ah: 113) turun berkenaan dengan larangan tersebut.

Keterangan: ath-Thabari dan Ibnu Marduwaih meriwayatkan juga hadits seperti di atas yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas, dengan tambahan bahwa peristiwa itu terjadi setelah beliau pulang dari Peperangan Tabuk, ketika berangkat ke Mekah untuk mengerjakan umrah dan berhenti di pendakian ‘Asfan.
Menurut Ibnu Hajar, ayat ini (Baraa’ah: 113) bisa jadi turun dengan beberapa sebab. Mungkin berkenaan dengan Abu Thalib, mungkin juga berkenaan dengan Ibnu Nabi (Aminah), atau berkenaan dengan kisah ‘Ali, atau kesemuanya itu menjadi sebab turunnya ayat tersebut.
Kemudian Nabi melanjutkan perjalanannya menuju Madinah atau Yasrib....

Sabtu, 03 September 2016

Nabi bertemu Ummi Mu'bid di perjalan hijrah

Hadis Ummi Mu'bid tentang bentuk fisik Rasulullah

قال أبي معبد: "والله، لئلا يتم قريش المنشودة انه هو. الآن، قل لي خصائص هذا الشخص، يا أم معبد عند "أم سعيد معبد عند (حوالي رسول الله) فهو رجل أشرق ودية وجه. نبيلة أحلاقه. كان جسده ووجهه مشرق. وكان قد انفصل بذكاء مرات في الحصة التموينية. كانت عيناه سوداء. الفراء كث الحاجبين وشعره. صوته ثقيل (أكثر جمالا). عيون جميلة، ولها الرموش مجعد، كان اللون الأسود مثل كانت الشعر الداكن . عنقه طويلة. كث اللحية. إذا صامت، وقال انه كان هادئا. إذا الحديث واليدين والرأس حان للانتقال. وكانت سلطة هالة وكأن كلمات مثل حبات مكدسة بدقة للتأثير. وقال بإيجاز، دون أدنى عقيمة. من مسافة بعيدة، وقال انه يتطلع وسيم جدا والأبرز بين الحشد. بينما بشكل وثيق وقال انه يتطلع أكثر الحلو والكمال. مكانة متوسطة. ليس طويل القامة جدا ولا قصيرة جدا. وكان الأكثر حجية غيرها. بعض الناس يأتون على طول. إلا أنهم يبقون دائما. إذا كان يقول، استمعوا بعناية. إذا بعث، وعلى الفور تنفيذه. انه حاذق وبخبرة تعيين السلطة. كان وجهه لا شرس و لا قديم 

(الوفاء ابن الجوزى)

Berkata Abu Ma’bad: “Demi Allah, jangan-jangan dia adalah orang Quraisy yang sedang dicari itu. Sekarang, ceritakanlah padaku ciri-ciri orang tsb., wahai Ummu Ma’bad.” Berkata Ummu Ma’bad (tentang RasuluLlah ): Ia adalah seorang pria yang mukanya bersinar ramah. Akhlaqnya mulia. Tubuhnya sedang dan wajahnya terang. Ia cerdik se- kali dalam membagi jatah. Kedua matanya hitam. Bulu alis dan rambut matanya lebat. Suaranya berat (lagi indah). Matanya bagus, bulu mata- nya lentik, warnanya sangat hitam seperti dicelak. Rambutnya hitam pe- kat. Lehernya panjang. Janggutnya lebat. Jika diam, ia tenang. Jika ber- bicara, tangan dan kepalanya ikut bergerak. Aura wibawanya pun kelu- ar. Seolah-olah perkataannya bagaikan manik-manik yang disusun rapi untuk digulirkan. Ia berkata dengan singkat dan padat, tanpa ada sedikit pun yang sia-sia. Dari kejauhan, ia tampak sangat tampan dan paling menonjol di antara orang banyak. Sedangkan dari dekat ia tampak lebih manis dan sempurna. Perawakannya sedang. Tidak terlalu tinggi dan tidak pula terlalu pendek. Ia memang paling berwibawa di antara yang lainnya. Beberapa orang ikut bersamanya. Mereka selalu menjaganya. Jika ia berkata, mereka menyimaknya dengan seksama. Jika ia menyuruh, mereka dengan segera melaksanakannya. Ia cekatan dan lihai mengatur kekuatan. Raut mukanya tidak masam dan tidak ketuaan.” (Al-Wafa, Ibnul Jauzy)

Ummu Ma’bad Al-Khuza’iyah - Wanita Penutur Sifat Rasulullah SAW"adalah bagian dari seri "Kisah Shahabiyah - Sahabat Nabi Perempuan"
roses
Ummu Ma’bad Al-Khuza’iyah, Atikah bintu Khalid bin Khalif bin Munqidz bin Rabi’ah bin Ashram bin Dhabis bin Haram bin Habsyiyah bin Salul bin Ka’b bin ‘Amr dari Khuza’ah. Beliau dikenal sebagai wanita penutur sifat Rasulullah SAW, kisah Ummu Ma’bad Al-Khuza’iyah diuraikan dalam buku “Perempuan-perempuan Mulia di Sekitar Rasulullah” yang ditulis Muhammad Ibrahim Salim. Dalam buku tersebut diceritakan bahwa Nabi Muhammad pernah singgah ke rumah Ummu Ma’bad Al-Khuza’iyah dalam perjalanan Makkah-Madinah. Untuk lebih jelasnya mari ikuti kisahnya berikut ini,

Ummu Ma’bad Al-Khuza’iyah menikah dengan sepupunya, Tamim bin ‘Abdil ‘Uzza bin Munqidz bin Rabi’ah bin Ashram bin Dhabis bin Haram bin Habsyiyah bin Salul bin Ka’b bin ‘Amr dari Khuza’ah. Mereka dikaruniai seorang anak yang mereka beri nama Ma’bad. Dengan nama inilah mereka berkunyah.

Mereka berdua tinggal di Qudaid, antara Makkah dan Madinah. Ummu Ma’bad adalah seorang wanita yang tekun dan ulet. Dia biasa duduk di serambi tendanya, memberi makanan dan minuman kepada siapa pun yang melewati tendanya.


Kisah singgahnya Rasullullah di rumah Ummu Ma’bad Al-Khuza’iyah

Duabelas tahun sudah Rasulullah menyebarkan agama Allah di Kota Makkah, namun tekanan dari kafir Quraisy kian gencar. Bahkan, kaum kafir Quraisy berniat untuk membunuh Rasulullah beserta sahabatnya yang telah masuk Islam.

Guna menghindari kekejaman kafir Quraisy, Rasulullah pun kemudian hijrah ke kota Madinah. Tanpa perbekalan yang memadai, Rasulullah berangkat menuju Madinah. Sebuah perjalanan yang tak mudah dan tak juga ringan.

Pada bulan September 622 M. Secara diam-diam, Rasulullah dan Abu Bakar hendak melanjutkan perjalanan kembali setelah bersembunyi selama tiga hari dalam gua. Budak Abu Bakr, ‘Amr bin Fuhairah menyertai mereka. Juga seorang penunjuk jalan, Abdullah bin ‘Uraiqith Al-Laitsi yang datang pada hari yang ditentukan membawa dua tunggangan milik Rasulullah dan Abu Bakr. Senin dini hari mereka berangkat.

Selasa, mereka sampai di Qudaid. 
Di tengah payahnya perjalanan Makkah-Madinah, mereka singgah di sebuah tenda, tempat tinggal sepasang suami istri yang selalu memberikan jamuan kepada orang-orang yang singgah di sana. Peristiwa yang menakjubkan pun terjadi dalam kehidupan seorang wanita bernama Ummu Ma’bad. Rasulullah dan Abu Bakr meminta daging dan kurma yang dia miliki. Mereka hendak membelinya.

"Wahai ibu, kalau engkau mempunyai makanan dan minuan sudilah engkau menjualnya kepada kami".

“Kalau kami memiliki sesuatu, tentu kalian tidak akan kesulitan mendapat jamuan,” kata Ummu Ma’bad. Saat itu adalah masa paceklik, kambing-kambing pun tidak beranak.

Kemudian Rasulullah melihat seekor kambing betina di samping tenda. “Mengapa kambing ini?” tanya beliau. 

“Dia tertinggal dari kambing-kambing yang lain karena lemah,” jawab Ummu Ma’bad. 

“Apa dia masih mengeluarkan susu?” tanya Rasulullah lagi. “Bahkan dia lebih payah dari itu!” ujar Ummu Ma’bad.

“Apakah engkau izinkan bila kuperah susunya?” tanya Rasulullah. 

“Boleh, demi ayah dan ibuku,” jawab Ummu Ma’bad. “Bila kau lihat dia masih bisa diperah susunya, perahlah!”

Rasulullah mengusap kantong susu kambing betina itu sambil menyebut nama Allah dan berdoa. Seketika itu juga, kantong susu kambing betina itu menggembung dan membesar. Rasulullah meminta bejana pada Ummu Ma’bad, lalu memerah susu kambing itu dalam bejana hingga penuh. Rasulullah menyerahkan bejana itu pada Ummu Ma’bad. Ummu Ma’bad pun meminum susu itu hingga kenyang. Setelah itu beliau memberikannya kepada yang lainnya hingga mereka pun kenyang. Barulah beliau minum susu itu.

Rasulullah memerah susu kambing itu lagi hingga bejana memenuhi bejana. Beliau tinggalkan bejana yang penuh berisi susu itu untuk Ummu Ma’bad, kemudian mereka melanjutkan perjalanan.

Tak lama kemudian setelah rombongan Rasuluulah pergi, suami Ummu Ma’bad datang sambil menggiring kambing-kambing yang kurus dan lemah. Ketika melihat bejana berisi susu, dia bertanya keheranan, “Dari mana susu ini? Padahal kambing-kambing kita tidak beranak dan di rumah tak ada kambing yang bisa diperah!”

“Demi Allah,” kata Ummu Ma’bad. “Tadi ada seseorang yang penuh berkah lewat di sini. Di antara ucapannya, begini dan begini ….”

“Demi Allah,” sahut Abu Ma’bad, “Aku yakin, dialah salah seorang Quraisy yang sedang mereka cari-cari! Gambarkan padaku, bagaimana ciri-cirinya, wahai Ummu Ma’bad!”

Ummu Ma’bad pun melukiskan sifat Rasulullah yang dilihatnya, “Dia sungguh elok. Wajahnya berseri-seri. Bagus perawakannya, tidak gemuk, tidak kecil kepalanya, tampan rupawan. Bola matanya hitam legam, bulu matanya panjang.

Suaranya agak serak-serak, dan lehernya jenjang. Jenggotnya lebat, matanya jeli bagaikan bercelak. Alisnya panjang melengkung dengan kedua ujung yang bertemu, rambutnya hitam legam. Bila diam, dia tampak berwibawa, bila berbicara, dia tampak ramah. Amat bagus dan elok dilihat dari kejauhan, amat tampan dipandang dari dekat. Manis tutur katanya, tidak sedikit bicaranya, tidak pula berlebihan, ucapannya bak untaian marjan. Perawakannya sedang, tidak dipandang remeh karena pendek, tak pula enggan mata memandangnya karena terlalu tinggi. Dia bagai pertengahan antara dua dahan, dia yang paling tampan dan paling mulia dari ketiga temannya yang lain. Dia memiliki teman-teman yang mengelilinginya. Bila dia berbicara, mereka mendengarkan ucapannya baik-baik. Bila dia memerintahkan sesuatu, mereka dengan segera melayani dan menaati perintahnya. Dia tak pernah bermuka masam dan tak bertele-tele ucapannya.”

Mendengar penuturan itu, Abu Ma’bad berkata yakin, “Demi Allah, dia pasti orang Quraisy yang sedang mereka cari-cari. Aku bertekad untuk menemaninya, dan sungguh aku akan melakukannya jika kudapatkan jalan untuk itu!”

Hari yang penuh kebaikan dari sisi Allah. Pada hari itu, Ummu Ma’bad masuk Islam. Dikisahkan, kambing Ummu Ma’bad yang diusap oleh Rasulullah panjang umurnya. Kambing itu tetap hidup sampai masa pemerintahan ‘Umar ibnul Khaththab z tahun 12 H dan selalu mengeluarkan air susunya saat diperah, pagi maupun sore hari.

Ahli sejarah yang lain mengatakan, Ummu Ma’bad datang kepada Rasulullah setelah peristiwa itu untuk menyatakan keislamannya dan berbai’at. Wallahu a’lam. Sungguh terperinci sifat-sifat Rasulullah yang dituturkan Ummu Ma'bad. Kisah Ummu Ma’bad sangat masyhur, diriwayatkan dari banyak jalan yang saling menguatkan satu dengan lainnya.

Sumber Bacaan:
 Sirah Nabawiyah , Ibnu Hisham , Pustaka Dini, Jld 2 Muka surat 155
Al-Ishabah, karya Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-‘Asqalani (8/305-307)
Al-Isti’ab, karya Al-Imam Ibnu ‘Abdil Barr (4/1876,1958-1962)
Ath-Thabaqatul Kubra, karya Al-Imam Ibnu Sa’d (8/288)
Ats-Tsiqat, karya Al-Imam Ibnu Hibban (1/123-128)

Nabi bertemu Suroqoh ibnu Malik di perjalanan hijrah

Kisah dalam perjalanan hijrah bertemu Suroqoh

حَدَّثَنِي سَلَمَةُ بْنُ شَبِيْبٍ حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ أَعْيَنَ حَدَّثَنَا زُهَيْرٌ حَدَّثَنَا أَبُوْ إِسْحَقَ قَالَ سَمِعْتُ الْبَرَاءَ بْنَ عَازِبٍ يَقُولُ

جَاءَ أَبُوْ بَكْرٍ اَلصِّدِّيْقُ إِلَى أَبِي فِي مَنْزِلِهِ فَاشْتَرَى مِنْهُ رَحْلاً فَقَالَ لِعَازِبٍ اِبْعَثْ مَعِيَ اِبْنَكَ يَحْمِلْهُ مَعِي إِلَى مَنْزِلِي فَقَالَ لِي أَبِي اَحْمِلْهُ فَحَمَلْتُهُ وَخَرَجَ أَبِي مَعَهُ يَنْتَقِدُ ثَمَنَهُ فَقَالَ لَهُ أَبِي يَا أَبَا بَكْرٍ حَدِّثْنِي كَيْفَ صَنَعْتُمَا لَيْلَةَ سَرَيْتَ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ نَعَمْ أَسْرَيْنَا لَيْلَتَنَا كُلَّهَا حَتَّى قَامَ قَائِمُ الظَّهِيْرَةِ وَخَلاَ الطَّرِيقُ فَلاَ يَمُرُّ فِيْهِ أَحَدٌ حَتَّى رُفِعَتْ لَنَا صَخْرَةٌ طَوِيْلَةٌ لَهَا ظِلٌّ لَمْ تَأْتِ عَلَيْهِ الشَّمْسُ بَعْدُ فَنَزَلْنَا عِنْدَهَا فَأَتَيْتُ الصَّخْرَةَ فَسَوَّيْتُ بِيَدِي مَكَانًا يَنَامُ فِيْهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي ظِلِّهَا ثُمَّ بَسَطْتُ عَلَيْهِ فَرْوَةً ثُمَّ قُلْتُ نَمْ يَا رَسُوْلَ اللهِ وَأَنَا أَنْفُضُ لَكَ مَا حَوْلَكَ فَنَامَ وَخَرَجْتُ أَنْفُضُ مَا حَوْلَهُ فَإِذَا أَنَا بِرَاعِي غَنَمٍ مُقْبِلٍ بِغَنَمِهِ إِلَى الصَّخْرَةِ يُرِيْدُ مِنْهَا الَّذِي أَرَدْنَا فَلَقِيْتُهُ فَقُلْتُ لِمَنْ أَنْتَ يَا غُلاَمُ فَقَالَ لِرَجُلٍ مِنْ أَهْلِ الْمَدِيْنَةِ قُلْتُ أَفِي غَنَمِكَ لَبَنٌ قَالَ نَعَمْ قُلْتُ أَفَتَحْلُبُ لِي قَالَ نَعَمْ فَأَخَذَ شَاةً فَقُلْتُ لَهُ اَنْفُضِ الضَّرْعَ مِنَ الشَّعَرِ وَالتُّرَابِ وَالْقَذَى قَالَ فَرَأَيْتُ الْبَرَاءَ يَضْرِبُ بِيَدِهِ عَلَى اْلأُخْرَى يَنْفُضُ فَحَلَبَ لِي فِي قَعْبٍ مَعَهُ كُثْبَةً مِنْ لَبَنٍ قَالَ وَمَعِي إِدَاوَةٌ أَرْتَوِي فِيْهَا لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِيَشْرَبَ مِنْهَا وَيَتَوَضَّأَ قَالَ فَأَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَرِهْتُ أَنْ أُوْقِظَهُ مِنْ نَوْمِهِ فَوَافَقْتُهُ اِسْتَيْقَظَ فَصَبَبْتُ عَلَى اللَّبَنِ مِنَ الْمَاءِ حَتَّى بَرَدَ أَسْفَلُهُ فَقُلْتُ يَا رَسُوْلَ اللهِ اشْرَبْ مِنْ هَذَا اللَّبَنِ قَالَ فَشَرِبَ حَتَّى رَضِيْتُ ثُمَّ قَالَ أَلَمْ يَأْنِ لِلرَّحِيْلِ قُلْتُ بَلَى قَالَ فَارْتَحَلْنَا بَعْدَمَا زَالَتِ الشَّمْسُ وَاتَّبَعَنَا سُرَاقَةُ بْنُ مَالِكٍ قَالَ وَنَحْنُ فِي جَلَدٍ مِنَ اْلأَرْضِ فَقُلْتُ يَا رَسُوْلَ اللهِ أُتِيْنَا فَقَالَ لاَ تَحْزَنْ إِنَّ اللهَ مَعَنَا فَدَعَا عَلَيْهِ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَارْتَطَمَتْ فَرَسُهُ إِلَى بَطْنِهَا أُرَى فَقَالَ إِنِّي قَدْ عَلِمْتُ أَنَّكُمَا قَدْ دَعَوْتُمَا عَلَيَّ فَادْعُوَا لِي فَاللهُ لَكُمَا أَنْ أَرُدَّ عَنْكُمَا الطَّلَبَ فَدَعَا اللهَ فَنَجَا فَرَجَعَ لاَ يَلْقَى أَحَدًا إِلاًَّ قَالَ قَدْ كَفَيْتُكُمْ مَا هَاهُنَا فَلاَ يَلْقَى أَحَدًا إِلاَّ رَدَّهُ قَالَ وَوَفَى لَنَا

75 – (2009)
Telah menceritakan kepadaku Salamah bin Syabib telah menceritakan kepada kami Al Hasan bin A’yan telah menceritakan kepada kami Zuhair telah menceritakan kepada kami Abu Ishaq, ia berkata: Aku mendengar Al Bara` bin Azib berkata:
Abu Bakar Ash Shiddiq mendatangi ayahku di kediamannya lalu Abu Bakar membeli seekor hewan tunggangan , kemudian ia bekata kepada Azib: Utuslah putramu bersamaku untuk membawanya ke rumahku. Ayahku berkata padaku: Bawalah. Aku membawanya dan ayahku keluar bersamanya untuk membayar harganya. Ayahku berkata padanya : Hai Abu Bakar, ceritakan padaku, apa yang kalian berdua lakukan dimalam saat kau berjalan bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam? Abu Bakar berkata: Ya. Kami berjalan sepanjang malam hingga tengah siang. Jalanan sepi dan tidak ada seorang pun lewat hingga batu besar diangkat untuk kami, batu itu menaungi dan tidak terkena (sinar) matahari setelahnya. Kami singgah didekatnya lalu kami mendekati batu itu. Dengan tanganku, aku meratakan tempat untuk dipakai nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam tidur di bawah naungan batu itu lalu aku bentangkan pakaian dari bulu binatang diatasnya, aku katakan: Tidurlah, wahai Rasulullah, aku akan mengawasi disekitar Tuan untuk Tuan. Beliau pun tidur lalu aku pergi mengawasi sekitar beliau. Ternyata ada seorang penggembala kambing yang datang dengan membawa kambing-kambingnya ke batu besar, ia ingin berteduh seperti halnya kami. Aku bertanya: Kau milik siapa hai budak? Ia menjawab: Milik seseorang dari penduduk Madinah. Aku bertanya: Apa ada susu dikambingmu? Ia menjawab: Ya. Aku bertanya: Maukah kau memerah untukku? Ia menjawab: Ya. Ia mengambil sesekor kambing lalu membersihkan kantung susu dari bulu, tanah dan kotoran – Ia (Abu Ishaq) berkata: Aku melihat Al Bara` memukulkan tangannya pada tangan sebelahnya seraya membersihkan – lalu ia memerah untukku dalam gelas yang ada sedikit susunya. Abu Bakar berkata: Aku membawa wadah tempat nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam minum dan wudhu. Ia berkata: Lalu aku mendatangi nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam dan aku tidak membangunkan beliau, ternyata saat itu tepat beliau bangun lalu aku tungankan air ke susu hingga bagian bawahnya mendingin, kemudian aku berkata: Wahai Rasulullah, minumlah susu ini. Beliau minum hingga aku senang. Setelah itu beliau bersabda: Bukankah sudah waktunya pergi. Aku menyahut: Betul. Kami lalu pergi setelah matahari condong ke barat, sementara itu Suraqah bin Malik mengikuti kami saat kami berada di tanah tandus. Aku berkata: Wahai Rasulullah, kita didatangi. Beliau bersabda: Jangan bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita. Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam mendoakan keburukan padanya hingga kaki kudanya terjeblos kedalam pasir hingga sampai perut, lalu ia berkata: Aku tahu kalian berdua mendoakan keburukan padaku, sekarang berdoalah kepada Allah untukku, demi Allah aku akan akan mengabulkan permintaan kalian berdua. Lalu Rasulullah berdoa kemudian Suraqah selamat lalu kembali. Tidaklah ia menemui seseorang melainkan berkata: Aku sudah mencukupi kalian (kalian tidak perlu mencarinya lagi –pent), ia (Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam) tidak ada disini. Tidaklah ia menemui seorang pun melainkan mengembalikannya (menyuruhnya kembali). Abu Bakar berkata: Ia menepati janjinya untuk kami.
(Shahih Muslim 2009-75)

وَحَدَّثَنِيْهِ زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ عُمَرَ ح وَ حَدَّثَنَاه إِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيْمَ أَخْبَرَنَا النَّضْرُ بْنُ شُمَيْلٍ كِلاَهُمَا عَنْ إِسْرَائِيْلَ عَنْ أَبِي إِسْحَقَ عَنِ الْبَرَاءِ قَالَ اِشْتَرَى أَبُوْ بَكْرٍ مِنْ أَبِي رَحْلاً بِثَلاَثَةَ عَشَرَ دِرْهَمًا وَسَاقَ الْحَدِيْثَ بِمَعْنَى حَدِيْثِ زُهَيْرٍ عَنْ أَبِي إِسْحَقَ وَ قَالَ فِي حَدِيْثِهِ مِنْ رِوَايَةِ عُثْمَانَ بْنِ عُمَرَ:

فَلَمَّا دَنَا دَعَا عَلَيْهِ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَاخَ فَرَسُهُ فِي اْلأَرْضِ إِلَى بَطْنِهِ وَوَثَبَ عَنْهُ وَقَالَ يَا مُحَمَّدُ قَدْ عَلِمْتُ أَنَّ هَذَا عَمَلُكَ فَادْعُ اللهَ أَنْ يُخَلِّصَنِي مِمَّا أَنَا فِيْهِ وَلَكَ عَلَيَّ َلأُعَمِّيَنَّ عَلَى مَنْ وَرَائِي وَهَذِهِ كِنَانَتِي فَخُذْ سَهْمًا مِنْهَا فَإِنَّكَ سَتَمُرُّ عَلَى إِبِلِي وَغِلْمَانِي بِمَكَانِ كَذَا وَكَذَا فَخُذْ مِنْهَا حَاجَتَكَ قَالَ لاَ حَاجَةَ لِي فِي إِبِلِكَ فَقَدِمْنَا الْمَدِيْنَةَ لَيْلاً فَتَنَازَعُوْا أَيُّهُمْ يَنْزِلُ عَلَيْهِ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ أَنْزِلُ عَلَى بَنِي النَّجَّارِ أَخْوَالِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ أُكْرِمُهُمْ بِذَلِكَ فَصَعِدَ الرِّجَالُ وَالنِّسَاءُ فَوْقَ الْبُيُوْتِ وَتَفَرَّقَ الْغِلْمَانُ وَالْخَدَمُ فِي الطُّرُقِ يُنَادُوْنَ يَا مُحَمَّدُ يَا رَسُوْلَ اللهِ يَا مُحَمَّدُ يَا رَسُوْلَ اللهِ

75-م – (2009)
Telah menceritakannya kepadaku Zuhair bin Harb telah menceritakan kepada kami Utsman bin Umar. Telah menceritakannya kepada kami Ishaq bin Ibrahim telah mengkhabarkan kepada kami An Nadhir bin Syumail keduanya dari Isra`il bin Abu Ishaq dari Al Bara`, ia berkata:
Abu Bakar membeli seekor hewan tunggangan dari ayahku sebesar tigabelas dirham, ia menyebut hadits dengan makna hadits Zuhair dari Abu Ishaq, dan ia menyebutkan dalam haditsnya dari Riwayat Utsman bin Umar: Saat Suraqah bin Malik mendekat, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam mendoakannya lalu kudanya terbenam ke dalam tanah hingga perutnya lalu Suraqah melompat dan berkata: Hai Muhammad, aku tahu ini adalah perbuatanmu, berdoalah kepada Allah untuk melepaskanku dari yang aku alami, dan untukmu aku akan membutakan orang yang ada dibelakangku. Ini sarung panahku, ambillah satu panah karena kau akan melintasi untaku dan budak-budakku ditempat ini dan ini, silahkan kau ambil yang kau perlukan. Beliau bersabda: Aku tidak memerlukan untamu. Kemudian kami tiba di Madinah pada malam hari lalu mereka berebutan siapa yang mempersinggahkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam. Beliau bersabda: Aku singgah di bani Najjar, paman-paman Abdul Muthallib, aku memuliakan mereka karena hal itu. Kaum lelaki dan wanita naik di atas rumah, anak-anak dan para pelayan menyebar di jalanan, mereka memanggil-manggil: Wahai Muhammad, wahai Rasulullah, wahai Muhammad, wahai Rasulullah.
(Shahih Muslim 2009-m-75)