Selasa, 06 September 2016

Nabi sampai di Quba dan mendirikan Masjid pertama dalam perjalan hijrah

Masjid Quba, Masjid Pertama yang Dibangun Rasulullah SAW
Masjid Quba

Rasulullah SAW meletakkan batu pertama Masjid Quba tepat di kiblatnya.
Semua masjid yang berada di Makkah, Madinah, dan Palestina selalu istimewa bagi umat Islam. Masjid-masjid ini punya nilai yang lekat dengan sejarah peradaban Islam. Begitupun dengan masjid Quba.
Menilik dari sejarahnya, Masjid Quba punya nilai historis yang sangat tinggi. Masjid ini adalah masjid pertama yang dibangun Rasulullah SAW.

Masjid Quba dibangun pada awal peradaban Islam. Tepatnya, 8 Rabiul Awal pada 1 Hijriyah. Lokasinya berada di sebelah tenggara Kota Madinah, lima kilometer di luarnya.
Dulu, masjid ini dibangun dengan bahan yang sangat sederhana. Seiring berjalannya waktu, renovasi banyak dilakukan Kerajaan Arab Saudi.

Masjid ini juga mengalami perluasan. Dalam buku berjudul Sejarah Madinah Munawwarah yang ditulis Dr Muhammad Ilyas Abdul Ghani, dijelaskan masjid ini direnovasi besar-besaran pada 1986.
Kala itu, Pemerintah Arab Saudi bahkan mengeluarkan dana hingga 90 juta riyal Saudi untuk memperluas masjid ini yang nantinya bisa menampung 20 ribu jamaah yang mengunjunginya.

Dalam sejarah yang dituliskan, tokoh Islam yang memegang peranan penting dalam pembangunan masjid ini adalah Sayyidina 'Ammar Radhiyallahu lanhu.

Ketika Rasulullah SAW berhijrah dari Makkah ke Madinah, pria ini mengusulkan untuk membangun tempat berteduh bagi sang Nabi di kampung Quba yang tadinya hanya terdiri atas hamparan kebun kurma.
Kemudian, dikumpulkanlah batu-batu dan disusun menjadi masjid yang sangat sederhana. Meskipun tak seberapa besar, paling tidak bangunan ini bisa menjadi tempat berteduh bagi rombongan Rasulullah. Mereka pun bisa beristirahat kala siang hari dan mendirikan shalat dengan tenang.
Rasulullah SAW meletakkan batu pertama tepat di kiblatnya dan ikut menyusun batu-batu selanjutnya hingga bisa menjadi pondasi dan dinding masjid.

Rasullullah SAW dibantu para sahabat dan kaum Muslim yang lain. Ammar menjadi pengikut Rasulullah yang paling rajin dalam membangun masjid ini.
Tanpa kenal lelah, ia membawa batu-batu yang ukurannya sangat besar, hingga orang lain tak sanggup mengangkatnya.

Ammar mengikatkan batu itu ke perutnya sendiri dan membawanya untuk dijadikan bahan bangunan penyusun masjid ini. Ammar memang selalu dikisahkan sebagai prajurit yang sangat perkasa bagi pasukan Islam. Dia mati syahid pada usia 92 tahun.
Pada awal pembangunannya yang dibangun dengan tangan Rasulullah sendiri masjid ini berdiri di atas kebun kurma.

Luas kebun kurmanya kala itu 5.000 meter persegi dan masjidnya baru sekitar 1.200 meter persegi. Rasulullah sendiri pula yang mengonsep desain dan model masjidnya.

Meskipun sangat sederhana, Masjid Quba boleh dianggap sebagai contoh bentuk masjid-masjid selanjutnya. Bangunan yang sangat sederhana kala itu sudah memenuhi syarat-syarat yang perlu untuk pendirian masjid.
Masjid ini telah memiliki sebuah ruang persegi empat dan berdinding di sekelilingnya. Di sebelah utara dibuat serambi untuk tempat sembahyang.
Dulu, ruangan ini bertiangkan pohon kurma, beratap datar dari pelepah, dan daun korma yang dicampur dengan tanah liat. Di tengah-tengah ruang terbuka dalam masjid yang kemudian biasa disebut sahn terdapat sebuah sumur tempat wudhu.

Di sini, jamaah bisa mengambil air untuk membersihkan diri. Dalam masjid ini, kebersihan selalu terjaga, cahaya matahari dan udara pun dapat masuk dengan leluasa.
Allah s.w.t memuji masjid ini dan orang yang mendirikan sembahyang di dalamnya dari kalangan penduduk Quba' dengan Firman-Nya:
Sesungguhnya masjid itu yang didirikan atas dasar takwa (Masjid Quba) sejak hari pertama adalah lebih patut bagimu (Hai Muhammad) bersembahyang di dalamnya. Di dalamnya terdapat orang-orang yang ingin membersihkan diri.......(At Taubah, 108).

At-Taubah [9] Ayat 108

لَا تَقُمْ فِيهِ أَبَدًا لَّمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى ٱلتَّقْوَىٰ مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ أَحَقُّ أَن تَقُومَ فِيهِ فِيهِ رِجَالٌ يُحِبُّونَ أَن يَتَطَهَّرُوا۟ وَٱللَّهُ يُحِبُّ ٱلْمُطَّهِّرِينَ

Janganlah kamu shalat dalam masjid itu selama-lamanya. Sesungguhnya masjid yang didirikan atas dasar takwa (masjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu shalat di dalamnya. Di dalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan Allah menyukai orang-orang yang bersih.

Tafsir ayat tersebut di Link ini :
http://www.ibnukatsironline.com/…/tafsir-surat-at-taubah-ay…

Masjid ini telah beberapa kali mengalami renovasi. Khalifah Umar bin Abdul Aziz adalah orang pertama yang membangun menara masjid ini. Sakarang renovasi masjid ini ditangani oleh keluarga Saud. Mengutip buku berjudul Sejarah Madinah Munawarah yang ditulis Dr Muhamad Ilyas Abdul Ghani, masjid Quba ini telah direnovasi dan diperluas pada masa Raja Fahd ibn Abdul Aziz pada 1986. Renovasi dan peluasan ini menelan biaya sebesar 90 juta riyal yang membuat masjid ini memiliki daya tampung hingga 20 ribu jamaah.
Bangunan masjid Quba
Meskipun sangat sederhana, masjid Quba boleh dianggap sebagai contoh bentuk daripada masjid-masjid yang didirikan orang di kemudian hari. Bangunan yang sangat bersahaja itu sudah memenuhi syarat-syarat yang perlu untuk pendirian masjid. Ia sudah mempunyai suatu ruang yang persegi empat dan berdinding di sekelilingnya.

Di sebelah utara dibuat serambi untuk tempat sembahyang yang bertiang pohon korma, beratap datar dari pelepah dan daun korma, bercampurkan tanah liat. Di tengah-tengah ruang terbuka dalam masjid yang kemudian biasa disebut sahn, terdapat sebuah sumur tempat wudhu, mengambil air sembahyang. Kebersihan terjaga, cahaya matahari dan udara dapat masuk dengan leluasa.
Masjid ini memiliki 19 pintu. Dari 19 pintu itu terdapat tiga pintu utama dan 16 pintu. Tiga pintu utama berdaun pintu besar dan ini menjadi tempat masuk para jamaah ke dalam masjid. Dua pintu diperuntukkan untuk masuk para jamaah laki-laki sedangkan satu pintu lainnya sebagai pintu masuk jamaah perempuan. Diseberang ruang utama mesjid, terdapat ruangan yang dijadikan tempat belajar mengajar.

Panduan di masjid Quba

Saat akan memasuki bagian dalam masjid, sebaiknya memperhatikan petunjuk di dinding luar masjid. Itu adalah penunjuk pintu masuk yang dikhususkan bagi jamaah laki-laki atau perempuan. Akan terpampang pada sebuah plakat yang ditempelkan ke dinding pintu masuk untuk jamaah laki-laki maupun perempuan.
Tidak diperbolehkan mengambil gambar di dalam masjid.

Terjemah Al Qur'an, Tafsir Al Qur'an, Ilmu Al Qur'an, Software Al Qur'an, Ebook Al Qur'an, Tilawah Al Qur'an, Murattal Al Qur'an
ibnukatsironline.com

Asbabun Nuzul Surah Baraa’ah / At-Taubah (7)

لَا تَقُمْ فِيهِ أَبَدًا لَّمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى ٱلتَّقْوَىٰ مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ أَحَقُّ أَن تَقُومَ فِيهِ فِيهِ رِجَالٌ يُحِبُّونَ أَن يَتَطَهَّرُوا۟ وَٱللَّهُ يُحِبُّ ٱلْمُطَّهِّرِينَ

108. “janganlah kamu bersembahyang dalam mesjid itu selama-lamanya. Sesungguh- nya mesjid yang didirikan atas dasar taqwa (mesjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu sholat di dalamnya. di dalamnya mesjid itu ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. dan Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersih.”
(Baraa’ah: 108)

Diriwayatkan oleh Ibnu Marduwaih dari ‘Ali bin Abi Thalhah yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa Abu ‘Amir berkata kepada sebagian kaum Anshar yang sedang mendirikan masjid: “Teruskanlah mendirikan masjidmu serta siapkanlah kekuatan dan senjata perangmu sekuat tenagamu. Aku akan berangkat menemui Kaisar Romawi dan kembali membawa tentara Romawi untuk mengusir Muhammad dan shahabat-shahabatnya.” Ketika masjid itu selesai dibangun, mereka datang menghadap Nabi saw. dan berkata: “Kami telah selesai mendirikan masjid. Kami sangat mengharapkan agar tuan shalat di masjid kami itu.” Maka turunlah ayat ini (Baraa’ah: 108) yang melarang Nabi saw. shalat di masjid yang dibangun untuk menghancurkan umat Islam.

Diriwayatkan oleh al-Wahidi yang bersumber dari Sa’d bin Abi Waqqash bahwa kaum munafikin mendirikan masjid sebagai tandingan Masjid Quba’. Mereka berharap agar Abu ‘Amir ar-Rahib nantinya menjadi imam mereka di masjid itu apabila ia berkunjung kesana. Setelah masjid itu selesai dibangun, mereka menghadap Rasulullah saw. dan berkata: “Kami telah selesai mendirikan masjid. Untuk itu kami mengharapkan agar tuan shalat di masjid kami.” Maka turunlah ayat ini (Baraa’ah: 108) yang melarang Rasulullah shalat di Masjid Dlirar, yaitu masjid yang dibangun untuk menghancurkan umat Islam.

Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi yang bersumber dari Abu Hurairah, bahwa turunnya ayat,…fiihi rijaaluy yuhibbuuna ay yatathahharuu wallaahu yuhibbul muththahhiriin…(.. di dalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan Allah menyukai orang-orang yang bersih) (Baraa’ah: 108) berkenaan dengan ahli Masjid Quba’ yang suka bersuci (istinja’) dengan air.

Diriwayatkan oleh ‘Umar bin Syabbah, dalam menceritakan kejadian-kejadian di Madinah, dari al-Walid bin Abi Sandar al Aslami, dari Yahya bin Sahl al-Anshari, yang bersumber dari Sahl al-anshari, bahwa ayat ini (Baraa’ah: 108) turun berkenaan dengan ahli Quba’ yang suka bersuci (istinja’) dengan air.

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari ‘Atha’, bahwa orang-orang Quba’ yang berhadats kecil selalu berwudlu dengan air. Maka turunlah ayat ini (Baraa’ah: 108) berkenaan dengan orang-orang yang dicintai Allah karena kesungguhan mereka dalam bersuci.

111. “Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan Itulah kemenangan yang besar.”
(Baraa’ah: 111)

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Muhammad bin Ka’b al-Qurazhi bahwa ‘Abdullah bin Rawahah bertanya kepada Rasulullah saw.: “Apakah kewajiban-kewajiban terhadap Rabb dan diri tuan menurut kehendak tuan?” Rasul menjawab: “Aku telah menetapkan kewajiban terhadap Rabb-ku untuk beribadah kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya, sedang kewajiban-kewajiban terhadapku ialah agar kalian menjagaku sebagaimana kalian menjaga diri dan harta kalian.” Mereka berkata: “Apabila kami melaksanakan itu, apa bagian kami?” Beliau menjawab: “Surga.” Mereka berkata: “Perdagangan yang sangat menguntungkan. Kami tidak akan membatalkannya dan tidak akan minta dibatalkan. Ayat ini (Baraa’ah: 111) turun berkenaan dengan peristiwa tersebut, yang menegaskan bahwa Allah akan mengganti kerugian harta dan jiwa kaum Mukminin dengan surga.

113. “Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum Kerabat (Nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam.”
(Baraa’ah: 113)

Diriwayatkan oleh asy-Syaikhaan (al-Bukhari dan Muslim) dari Sa’id bin al-Musayyab yang bersumber dari bapaknya. Menurut zhahirnya, ayat ini turun di Mekah. Bahwa ketika Abu Thalib hampir menghembuskan nafasnya yang terakhir, datanglah Rasulullah saw. kepadanhya. Didapatinya Abu Jahl dan ‘Abdullah bin Abi Umayyah berada di sisinya. Nabi saw. bersabda: “Wahai pamanku. Ucapkanlah: laa ilaaha illallaah (tidak ada tuhan selain Allah), agar dengan mengucapkan kalimat itu saya dapat membela Pamanda di hadapan Allah.” Berkatalah Abu Jahl dan ‘Abdullah: “Hai Abu Thalib, apakah engkau benci dengan agama ‘Abdul Muthalib?” kedua orang itu tidak henti-hentinya membujuk Abu Thalib, sehingga kalimat terakhir yang ia ucapkan pun sesuai dengan agama ‘Abdul Muthalib. Nabi saw. bersabda: “Aku akan memintakan ampun untuk Pamanda selagi aku tidak dilarang berbuat demikian.” Maka turunlah ayat ini (Baraa’ah: 113) sebagai larangan untuk memintakan ampun bagi kaum musyrikin. Ayat lain yang diturunkan berkenaan dengan usaha Nabi untuk mengislamkan Abu Thalib ialah surah al-Qashash atau 56, yang menegaskan bahwa Nabi tidak dapat memberikan petunjuk kepada orang yang ia sayangi selagi tidak diberi petunjuk oleh Allah.

Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan al-Hakim, yang bersumber dari ‘Ali bin Abi Thalib. Menurut at-Tirmidzi hadits ini hasan, bahwa ‘Ali bin Abi Thalib mendengar seorang laki-laki sedang memohonkan ampun kepada Allah bagi kedua ibu bapaknya yang musyrik. ‘Ali bertanya kepadanya: “Apakah engkau memintakan ampun bagi kedua orang tuamu yang musyrik?” Ia menjawab: “Ibrahim pun memintakan ampun bagi bapaknya yang musyrik.” Hal ini disampaikan oleh ‘Ali kepada Rasulullah saw.. Maka turunlah ayat ini (Baraa’ah: 113) yang melarang kaum Mukminin memintakan ampun bagi kaum musyrik.

Diriwayatkan oleh al-Hakim, al-Baihaqi di dalam kitab ad-Dalaa-il, dan lain-lain, yang bersumber dari Ibnu Mas’ud bahwa pada suatu hari Rasulullah pergi ke kuburan. Beliau duduk di sebuah kuburan serta berdoa di sana lama sekali, kemudian menangis. Ibnu Mas’ud pun jadi menangis karena tangisan beliau itu. Rasulullah bersabda: “Kuburan yang aku duduk di sisinya itu adalah kuburan ibuku. Aku minta izin kepada Rabb-ku untuk mendoakannya, tetapi Dia tidak memberi izin kepadaku.” Permohonan Nabi itu dijawab dengan turunnya ayat ini (Baraa’ah: 113) yang melarang kaum Mukminin memintakan ampun bagi kaum musyrikin.

Diriwayatkan oleh Ahmad dan Ibnu Marduwaih, yang bersumber dari Buraidah. Hadits ini menurut lafal Ibnu Marduwaih, bahwa ketika Nabi saw. bersama Buraidah berhenti di ‘Asfan, teringatlah beliau kepada kuburan ibunya. Beliau berwudlu dan shalat, kemudian menangis dan bersabda: “Aku minta izin kepada Rabb-ku agar aku dapat memintakan ampunan untuk ibuku, akan tetapi aku dilarang-Nya.” Ayat ini (Baraa’ah: 113) turun berkenaan dengan larangan tersebut.

Keterangan: ath-Thabari dan Ibnu Marduwaih meriwayatkan juga hadits seperti di atas yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas, dengan tambahan bahwa peristiwa itu terjadi setelah beliau pulang dari Peperangan Tabuk, ketika berangkat ke Mekah untuk mengerjakan umrah dan berhenti di pendakian ‘Asfan.
Menurut Ibnu Hajar, ayat ini (Baraa’ah: 113) bisa jadi turun dengan beberapa sebab. Mungkin berkenaan dengan Abu Thalib, mungkin juga berkenaan dengan Ibnu Nabi (Aminah), atau berkenaan dengan kisah ‘Ali, atau kesemuanya itu menjadi sebab turunnya ayat tersebut.
Kemudian Nabi melanjutkan perjalanannya menuju Madinah atau Yasrib....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar