Jumat, 25 Agustus 2017

Surga diperuntukkan bagi orang-orang yang mau

قُلْ اِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللهَ فَاتَّبِعُوْنِيْ يُحْبِبْكُمُ اللهَ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَاللهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

"Katakanlah (Muhammad) “Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu”. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang." (Q.S. Ali Imran : 31)
Al-Hadits,.

رواه البغوي في تفسيىره، كما روى البخاري في الإعتصم، باب الإقتداء بسنن رسول الله صل الله عليه وسلم: ج، ٢٢. ص: ٢٤٩. عن أبي هريرة رضي الله عنه، قال رسول الله صل الله عليه وسلم: كل أمتي يدخلون الجنة إلا من أبى. قالو: ومن أبى؟ قال: من أطاعني دخل الجنة ومن عصاني فقد أبى.

,- aku muroja'ah kita Tafsir al-Baghawi, disana beliau meriwayatkan, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam kitab al-I'tisham, dalam bab al-'Iqtida' bisunan rasulillah shallallahu 'alaihi wasallam, dari Abu Hurairah radlialLahu 'anh wa ardlah.
- Ketika Mufasir ini menjelaskan QS: 3: 31. bahwa Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam, bersabda: Semua umatku kelak di hari kiyamat akan masuk surga, kecuali yang tidak menginginkan masuk surga! Para sahabat bertanya: siapa yang tidak menginginkan masuk surga, ya rasulallah? Mereka adalah orang-orang yang taat kepada-ku (menjalankan syariat dan sunahku) akan dimasukkan ke-surga, dan mereka maksiat kepada-ku, adalah orang-orang yang enggan masuk surga. Jawab Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam.
- dari semua yang sudah ditulis-ceritakan, surga hanya untuk orang yang mau. Semoga aku dan juga panjenengan semua dipertemukan disini, surga. Dan Allah-pun Meridla-i nya.
Selain dijanjikan oleh cinta dan ampunan-Nya, orang-orang yang dicintai Allah akan mendapat banyak keistimewaan. Seperti disebutkan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Abu Hurairah r.a:

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ عَبْدًا دَعَا جِبْرِيلَ فَقَالَ إِنِّي أُحِبُّ فُلَانًا فَأَحِبَّهُ فَيُحِبُّهُ جِبْرِيلُ ثُمَّ يُنَادِي فِي السَّمَاءِ فَيَقُولُ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ فُلَانًا فَأَحِبُّوهُ فَيُحِبُّهُ أَهْلُ السَّمَاءِ ثُمَّ يُوضَعُ لَهُ الْقَبُولُ فِي الْأَرْضِ. رواه البخاري

Rasulullah Saw bersabda: Sesungguhnya Allah SWT jika mencintai seorang hamba, maka Dia memanggil malaikat Jibril dan berkata: “Wahai Jibril, aku mencintai orang ini maka cintailah dia!” Maka Jibrilpun mencintainya, lalu Jibril mengumumkannya kepada seluruh penduduk langit dan berkata: “Wahai penduduk langit, sesungguhnya Allah mencintai orang ini, maka cintai pulalah dia oleh kalian semua, maka seluruh penduduk langit pun mencintainya. Kemudian orang itu pun dicintai oleh segenap makhluk Allah di muka bumi ini.” (HR. Bukhari)
Semoga bermanfaat.

ASAL-USUL PENAMAAN HARI TASYRIQ

PERTANYAAN :
Assalamualaikum.. Pengen nanya, sejak kapan istilah hari tasrik muncul ? Dan apa alasan kita diharamkan puasa? Apakah ada sejarah atau cerita di hari tasrik ? nuwun.

JAWABAN :
Wa'alaikumussalam..

أَيَّامُ التَّشْرِيقِ - عِنْدَ اللُّغَوِيِّينَ وَالْفُقَهَاءِ - ثَلاثَةُ أَيَّامٍ بَعْدَ يَوْمِ النَّحْرِ ، قِيلَ : سُمِّيَتْ بِذَلِكَ لأَنَّ لُحُومَ الأَضَاحِيِّ تُشَرَّقُ فِيهَا ، أَيْ تُقَدَّدُ فِي الشَّمْسِ

Hari Tasyriq menurut ahli bahasa dan ahli fiqh adalah tiga hari setelah hari raya idhul adha (nahar). Dikatakan, dinamakan tasyriq karena di hari-hari tersebut daging-daging qurban didendeng (dipanaskan di bawah terik matahari). [ Mausu'ah fiqhiyyah kuwait ].

Diharamkan berpuasa di hari-hari tersebut karena hari-hari tersebut masih satu rangkaian dengan hari raya idhul adha, dan disebutkan dalam hadits, hari-hari tersebut adalah hari-hari makan dan minum.

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سَابِقٍ قَالَ أَخْبَرَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ طَهْمَانَ عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ عَنْ ابْنِ كَعْبِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ أَبِيهِ كَعْبِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّهُ حَدَّثَهُأَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعَثَهُ وَأَوْسُ بْنُ الْحَدَثَانِ فِي أَيَّامِ التَّشْرِيقِ فَنَادَيَا أَنْ لَا يَدْخُلَ الْجَنَّةَ إِلَّا مُؤْمِنٌ وَأَيَّامُ التَّشْرِيقِ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ

Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Sabiq] berkata; telah mengabarkan kepada kami [Ibrahim bin Thahman] dari [Abu Az Zubair] dari [Ibnu Ka'ab bin Malik] dari [Bapaknya] menceritakannya Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam mengutusnya bersama Uwais bin Al Hadatsan pada Hari Tasyrik, lalu keduanya menyerukan bahwa tidak akan masuk surga kecuali orang mukmin dan Hari Tasyrik adalah hari makan dan minum. [HR. AHMAD].

Juga Nabi shallalloohu 'alaihi wa sallam Bersabda “Hari-hari Mina adalah hari makan, minum dan berdzikir pada Allah” (HR. Muslim II/800).

ثانياً: الصوم المحرم

يحرم صيام الأيام التالية :

1ـ صيام يومي عيد الفطر والأضحى :

ودليل ذلك ما رواه مسلم (1138) عن أبي هريرةt:” أن رسول الله r نهى عن صيام يومين: يوم الأضحى، ويوم الفطر “.

2ـ صوم أيام التشريق الثلاثة:

وهي الأيام التي تلي يوم عيد الأضحى، ودليل تحريم صومها ما رواه مسلم (1142) عن كعب بن مالك t أن رسول الله r بعثه، وأوس بن الحدثان أيام التشريق ، فنادى : “ أنه لا يدخل الجنة إلا مؤمن ، وأيام منى أيام أكل وشرب “.

وروى أبو داود ( 2418 ) عن عمرو بن العاص t قال: “ فهذه الأيام التي كان رسول الله r يأمرنا بإفطارها وينهانا عن صيامها “ قال مالك: وهي أيام التشريق .

[ Fiqh Manhajiy 'ala madzhabil imamisy syafi'iy ].
Lebih detil tentang keharaman puasa di hari tasyriq baca dokumen no. 0700

 

Allah Akan Mengembalikan Hewan Qurban Di Akhirat


Khutbah Idul Adha 2016 : Allah Akan Mengembalikan Hewan Qurban Di Akhirat

حَطبة الاولى لعيد الاضحى


Khutbah Pertama

الله اكبر تسع مرات

اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ . الْحَمْدُ للهِ الَّذِي بَعَثَ نَبِيَّهُ مُحَمَّدًا صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ وَقُدْوَةً لِلْعَامِلِيْنَ وَحُجَّةً عَلَى الْعِبَادِ أَجْمَعِيْنَ ، بَعَثَهُ بِدِيْنِ الْهُدَى وَالرَّحْمَةِ وَشَرَّعَ لِاُمَّتِهِ النَّحْرَ وَالتَّضْحِيَةَ ، اِقْتِدَاءً بِأَبِي الْاَنْبِيَاءِ عَلَيْهِ وَعَلَيْهِمْ اَزْكَى السَّلَامِ وَالتَّحِيَّةِ . وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ أَنْجَزَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اَمَّا بَعْدُ فَيَا عِبَادَ اللهِ اِتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ


Kaum Muslimin, Jamaah salat Idul Adlha, semoga senantiasa dalam rahmat dan perlindungan dari Allah. Mari kita saling mengingatkan untuk senantiasa bertakwa kepada Allah, dengan menjalankan perintah-perintahnya sesuai dengan kemampuan kita, dan menjauhi larangan-larangan Nya sekuat tenaga kita. Sebab hanya dengan takwa inilah yang akan mengantarkan kebahagiaan hidup, baik di dunia hingga di akhirat.

Allahu Akbar 3x. Hadirin Jamaah Idul Adlha, Yarhamukumullah.
Sahabat Anas bin Malik meriwayatkan bahwa:

قَدِمَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِيْنَةَ وَلَهُمْ يَوْمَانِ يَلْعَبُوْنَ فِيْهِمَا فَقَالَ : مَا هَذَانِ الْيَوْمَانِ ؟ قَالُوْا : يَوْمَانِ كُنَّا نَلْعَبُ فِيْهِمَا فِي الْجَاهِلِيَّةِ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ اللهَ قَدْ أَبْدَلَكُمْ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا يَوْمَ الْأَضْحَى وَيَوْمَ الْفِطْرِ (رواه ابو داود واحمد والحاكم


Rasulullah tiba di Madinah dan mereka telah memiliki 2 hari untuk bersenang-senang di masa Jahiliyah. Maka Nabi bersabda: “Sungguh Allah telah mengganti bagi kalian sesuatu yang lebih baik darinya, yaitu Idul Adlha dan Idul Fitri” (HR Abu Dawud, Ahmad, al-Hakim dan lainnya)

Mengapa Rasulullah menilai keduanya lebih baik? Sebab dalam kedua hari raya tersebut terdapat 2 unsur keharmonisan ibadah, baik secara vertikal antara manusia dan Allah, atau secara horizontal antara sesama manusia.

Dalam Idul Fitri, nilai ibadah kepada Allah adalah berbentuk ibadah puasa sebulan penuh, sebagaimana dalam ayat:

وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ :البقرة/185


“... Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (al-Baqarah: 185)

Sementara nilai ibadah kepada sesama manusia tercermin dalam zakat fitrah, seperti dalam firman Allah:

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ تَزَكَّى وَذَكَرَ اسْمَ رَبِّهِ فَصَلَّى :الأعلى/14، 15


“Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri, dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia sembahyang.” (al-A’la, 14-15)

Dalam sebagian penafsiran ulama, ‘Tazakka’ artinya mengeluarkan zakat fitrah, ‘dzikir menyebut nama Allah’ artinya adalah bertakbir di malam hari raya, dan esok paginya dilanjutkan dengan Salat Idul Fitri.

Demikian halnya dengan Idul Adlha. Nilai ibadah kepada Allah diantaranya berbentuk melaksanakan ibadah haji dan umrah di Makkah, semoga kita mendapat anugerah dua ibadah tersebut. Sementara nilai ibadah terhadap sesama manusia adalah menyembelih binatang ternak yang dijelaskan dalam firman Allah:

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ : الكوثر/2


“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan ber-qurbanlah.” (al-Kautsar: 2)

Allahu Akbar 3x. Hadirin Jamaah Idul Adlha yang dirahmati oleh Allah

Ibadah Qurban adalah termasuk syariah yang telah diperintahkan oleh Allah kepada umat-umat terdahulu. Al-Quran telah menegaskan:

وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ :الحج/34


”Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka…” (al-Hajj: 34)

Kita mencoba mengurai dua contoh bentuk Qurban antara putra Nabi Adam dan Qurban oleh Nabi Ibrahim. Meski jarak terbentang jauh, namun keduanya memiliki benang merah. Allah mengisahkan dalam kalam-Nya yang mulia:

إِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنْ أَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ الْآَخَرِ :المائدة/27


“..Ketika dua putera Adam (Habil dan Qabil) mempersembahkan kurban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil).”

Habil yang diriwayatkan sebagai peternak, ia melakukan Qurban kepada Allah dari hasil ternak terbaiknya, sebuah domba besar. Sementara Qabil diriwayatkan sebagai petani, ia melakukan Qurban kepada Allah dari hasil panennya yang buruk. Maka Allah pun hanya menerima dari Habil. Wal hasil domba yang diqurbankan oleh Habil diangkat ke surga.

Pada masa yang jauh sesudahnya, di masa Nabi Ibrahim. Beliau diperintahkan melalui wahyu mimpi untuk menyembelih putra tersayangnya, Nabi Ismail. Setelah keduanya berpasrah kepada Allah untuk melakukan perintah itu, maka Allah berfirman:

وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ : الصافات/107

“Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.” (ash-Shaffat: 107)

Dari mana seekor sembelihan besar tersebut? Jawabannya adalah dari surga yang dahulu kala sebagai Qurban dari Habil, putra Nabi Adam, sebagaimana dijelaskan para ulama ahli Tafsir:

وَهُوَ الْكَبْشُ الَّذِي قَرَّبَهُ ابْنُ آدَمَ فَتُقُبِّلَ مِنْهُ (تفسير ابن كثير - ج 7 / ص 31

“Sembelihan yang disembelih oleh Nabi Ibrahim adalah domba qurban Habil yang telah diterima” (Ibnu Katsir 7/31)

Dari dua peristiwa Qurban ini dapat kita ambil kesimpulan, bahwa apa yang telah di-Qurbankan untuk Allah tidaklah sia-sia, namun tetap terjaga dan dapat dikembalikan oleh Allah dengan kuasa-Nya yang tiada batas. Hal ini selaras dengan sabda dari Nabi Muhammad shalla Allahu alaihi wa sallama:

مَا عَمِلَ آدَمِىٌّ مِنْ عَمَلٍ يَوْمَ النَّحْرِ أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ مِنْ إِهْرَاقِ الدَّمِ إِنَّهَا لَتَأْتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَشْعَارِهَا وَأَظْلاَفِهَا :رواه الترمذى

“Tidak ada amal manusia yang lebih dicintai oleh Allah di hari qurban dari pada mengalirkan darah hewan. Sebab hewan itu akan datang di hari kiamat dengan tanduknya, rambutnya dan kaki-kakinya” (HR al-Tirmidzi)

Sekali lagi dari hadis ini menunjukkan bahwa hewan yang telah kita Qurban-kan akan dikembalikan oleh Allah kepada kita kelak di akhirat. Hewan yang telah disembelih dan telah dibagikan kepada fakir-miskin tetap dalam kondisi utuh saat menjadi kendaraan kita menuju surga Allah. Kita tidak meragukan masalah ini karena Allah telah membuktikan dalam Qurban putra Nabi Adam dan Qurban di masa Nabi Ibrahim.

Akan tetapi untuk dapat mencapai tujuan tersebut tidaklah bisa sekedar mengandalkan sisi kekayaan uang saja, namun harus didasari dengan takwa:

لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ :الحج/37

“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.” (al-Haj: 37)

Semoga amal ibadah Qurban kita diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, amin.

اللهُ اَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ اِنَّ اَحْسَنَ الْكَلَامِ كَلَامُ اللهِ الْمَلِكِ الْعَلَّامِ وَاللهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى يَقُوْلُ وَبِقَوْلِهِ يَهْتَدِى الْمُهْتَدُوْنَ اَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ وَأَذِّنْ فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالًا وَعَلَى كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ () لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ الحج/27، 28


بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْاَيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ اَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا وَاَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ فَاسْتَغْفِرُوْا اِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

 

Semoga bermanfaat.
Catatan 
Biar tidak kaget bahwa hadis dho'if boleh di amalkan Ini dalilnya

“Para ulama ahli Hadits dan lainnya sepakat bahwa Hadits Dha’if dapat dijadikan sebagai pedoman dalam masalah fadha’il al-a’mal. Di antara ulama yang mengatakannya adalah Imam Ahmad bin Hanbal, Ibn Mubarak, dan Sufyan, al-Anbari serta ulama lainnya. (Bahkan) Ada yang menyatakan, bahwa mereka pernah berkata: Apabila kami meriwayatkan (Hadfts) menyangkut perkara halal ataupun yang haram, maka kami akan berhati-hati. Tapi apabila kami meriwayatkan Hadfts tentang fadha’il al-a’mal, maka kami melonggarkannya”. (Majmu’ Fatawi wa Rasa’il, 251)

Hadits-hadits dhaif (lemah), yang tidak bisa dipastikan asalnya dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, para ulama sepakat tidak boleh dipakai dalam perkara aqidah dan hukum agama. Ada pun penggunaan hadits dhaif untuk perkara menggalakan dan merangsang manusia untuk melaksanakan fadhailul a’mal (amal-amal utama), akhlaq, kelembutan hati, dan semisalnya, maka para ulama berbeda pendapat.

Imam An Nawawi mengklaim bahwa para ulama telah sepakat (konsensus) bolehnya menggunakan hadits-hadits dhaif untuk perkara fadhailul a’mal tersebut. Beliau mengatakan:

وقد اتفق العلماء على جواز العمل بالحديث الضعيف في فضائل الأعمال


Para ulama telah sepakat bahwa bolehnya beramal dengan hadits-hadits dhaif dalam masalah fadhailul a’mal .. (Muqadimah Al Arbain An Nawawiyah)
 
Imam BUKHARI, pengarang Sahih AL-BUKHARI, bahkan tak segan-segan mencantumkan lebih dari 200 Hadits Dhoif di dalam bukunya yang berjudul Adabul Mufrad, buku yang berisikan adab keseharian seorang Muslim dalam mengarungi kehidupan dunia. Ini menunjukkan bahwa Imam Bukhari yang sangat mengerti mana Shahih dan mana Dhoif, beliau justru tidak alergi kepada Hadits Dhoif.

Ibnu Katsir, seorang pakar Hadits dan sekaligus ahli tafsir, dalam tafsirnya yang sangat terkenal, bahkan juga mencantumkan begitu banyak Hadits Dhoif untuk memperkuat argumennya dalam menafsirkan sebuah ayat.
Imam Ahmad bin Hambal, pemuka madzhab Hambali yang menghapal satu juta Hadits bahkan menyatakan, “Hadits dhaif itu lebih baik daripada qiyas.” Beliau bahkan menjadikan Hadits Dhoif sebagai landasan untuk menentukan sebuah ketentuan hukum saat tidak ditemukan Hadits Shahih yang menjelaskannya.
Kesimpulannya, Hadits Dhoif adalah ucapan Nabi, bukan Hadits Palsu, dan sehubungan dengan anjuran kebajikan dan arahan untuk beramal saleh, MAYORITAS ULAMA SEPAKAT AGAR UMAT 

Hewan Qurban Menjadi Tunggangan Melewati Shirath

Hadits dhaif: 'Perbaguslah hewan qurban kalian, karena dia akan menjadi tunggangan kalian melewati shirath'

Manfaat Berkurban Di Akhirat Fungsi Hewan Kurban Di Akhirat Hadis Tunggangan Hewan Qurban Sebagai Kendaraan Di Akhirat Manfaat Qurban Di Akhirat

Dikeluarkan oleh Abdul Karim Ar Rafi’i Asy Syafi’i dalam kitab At Tadwin fii Akhbari Qazwiin (1134),

ثَنَا أَبُو مُحَمَّدٍ عَبْدُ اللَّهِ الْمَرْزُبَانُ بِقَزْوِينَ ، ثَنَا أَحْمَد بْنُ الْخَضِرِ الْمَرْزِيُّ ، ثَنَا عَبْدُ الْحَمِيدِ بْنُ إبراهيم الْبُوشَنْجِيُّ ، ثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَكْرٍ ، ثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْمُبَارَكِ ، ثَنَا يَحْيَى بْنُ عَبْيدِ اللَّهِ ، عَنْ أَبِيهِ ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : اسْتَفْرِهُوا ضَحَايَاكُمْ ، فَإِنَّهَا مَطَايَاكُمْ عَلَى الصِّرَاطِ


“Abu Muhammad Abdullah Al Marzuban di Qazwin menuturkan kepadaku, Ahmad bin Al Hadr Al Marziy menuturkan kepadaku, Abdul Hamid bin Ibrahim Al Busyanji menuturkan kepadaku, Muhammad bin Bakr menuturkan kepadaku, Abdullah bin Al Mubarak menuturkan kepadaku, Yahya bin ‘Ubaidillah menuturkan kepadaku, dari ayahnya, dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

‘Perbaguslah hewan qurban kalian, karena dia akan menjadi tunggangan kalian melewati shirath‘”

juga dikeluarkan oleh Al Dailami dalam Musnad Al Firdaus (268).
Derajat hadits

Riwayat ini sangat lemah, karena adanya beberapa perawi yang lemah:

Abdul Hamid bin Ibrahim Al Busyanji, dikatakan oleh Abu Zur’ah dan Abu Hatim: “ia tidak kuat hafalannya dan tidak memiliki kitab”. An Nasa’i mengatakan: “ia tidak tsiqah”. Ibnu Hajar Al Asqalani mengatakan: “ia shaduq, namun kitab-kitabnya hilang sehingga hafalannya menjadi buruk”. Maka Abdul Hamid bin Ibrahim bisa diambil periwayatannya jika ada mutaba’ah.

Yahya bin ‘Ubaidillah Al Qurasyi, dikatakan oleh Imam Ahmad: “munkarul hadits, ia tidak tsiqah”. An Nasa’i berkata: “matrukul hadits”. Ibnu Abi Hatim mengatakan: “dha’iful hadits, munkarul hadits, jangan menyibukkan diri dengannya”. Ibnu Hajar mengatakan: “Yahya sangat lemah”. Adz Dzahabi berkata: “para ulama menganggapnya lemah”. Sehingga Yahya bin ‘Ubaidillah ini sangat lemah atau bahkan matruk.

‘Ubaidillah bin Abdillah At Taimi, Abu Hatim berkata: “ia shalih”. Al Hakim mengatakan: “shaduq”. Imam Ahmad mengatakan: “ia tidak dikenal, dan memiliki banyak hadits munkar”. Asy Syafi’i berkata: “kami tidak mengenalnya”. Ibnu ‘Adi berkata: “hasanul hadits, haditsnya ditulis”. Ibnu Hajar berkata: “maqbul“, dan ini yang tepat insya Allah. Maka ‘Ubaidillah ini hasan hadist-nya jika ada mutaba’ah.

Dengan demikian jelaslah bahwa hadits ini sangat lemah. Sebagaimana dikatakan oleh para ulama seperti Al Hafidz Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Talkhis Al Habir (2364), As Sakhawi dalam Maqasidul Hasanah (114), Al Munawi dalam Faidhul Qadir (1/496), As Suyuthi dalam Jami’ Ash Shaghir (992), Az Zarqani dalam Mukhtashar Al Maqashidil Hasanah (96), Al Ajluni dalam Kasyful Khafa (1/133), Al Albani dalam Silsilah Adh Dha’ifah (74), serta para ulama yang lain.

Memang terdapat lafadz lain,

عظِّموا ضحاياكم ، فإنها على الصراطِ مطاياكم


“Perbesarlah hewan qurban kalian, karena dia akan menjadi tunggangan kalian melewati shirath”

Namun Al Hafidz Ibnu Hajar Al Asqalani setelah membawakan hadits ini beliau berkata,

لَمْ أَرَهُ، وَسَبَقَهُ إلَيْهِ فِي الْوَسِيطِ، وَسَبَقَهُمَا فِي النِّهَايَةِ، وَقَالَ مَعْنَاهُ: إنَّهَا تَكُونُ مَرَاكِبَ الْمُضَحِّينَ، وَقِيلَ: إنَّهَا تُسَهِّلُ الْجَوَازَ عَلَى الصِّرَاطِ، قَالَ ابْنُ الصَّلَاحِ: هَذَا الْحَدِيثُ غَيْرُ مَعْرُوفٍ وَلَا ثَابِتٌ فِيمَا عَلِمْنَاهُ


“aku tidak pernah melihat (sanad) nya. Hadits ini ada di Al Wasith (karya Al Ghazali) dan kedua hadits tersebut ada di An Nihayah (karya Al Juwaini). Mereka mengatakan tentang maknanya: ‘bahwa hewan kurban akan menjadi tunggangan bagi orang yang berkurban‘. Juga ada yang mengatakan maknanya, ia akan memudahkan orang yang berkurban untuk melewati shirath. Ibnu Shalah berkata: ‘hadits ini tidak dikenal, dan sepengetahuan saya tidaklah shahih'” (Talkhis Al Habir, 2364).

Ibnu Mulaqqin berkata,

لا يحضرني من خرجه بعد البحث الشديد عنه


“tidak aku dapatkan siapa yang mengeluarkan hadits ini walaupun sudah aku cari dengan sangat gigih” (Badrul Munir, 9/273).

Oleh karena itu Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani mengatakan, “tidak ada asal-usulnya dengan lafadz ini” (Silsilah Adh Dha’ifah, 74).
Kesimpulan

Hadits yang menyatakan bahwa hewan qurban akan menjadi tunggangan melewati shirath tidak shahih, bahkan sangat lemah. Ibnul ‘Arabi dalam Syarah Sunan At Tirmidzi mengatakan:

ليس في الأضحية حديث صحيح


“tidak ada hadits yang shahih mengenai keutamaan hewan qurban” (dinukil dari Kasyful Khafa, 1/133).

Maka keyakinan tersebut tidaklah didasari landasan yang shahih sehingga tidaklah dibenarkan.

Wallahu ta’ala a’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar