Aqiqah atau Qurban Dulu?
Pembahasan kali ini masih melanjutkan pertanyaan dari saudara Nurgianto yang ada di Lampung Barat. Adapun isi pertanyaannya adalah: Jika kita sampai dewasa belum diaqiqahi oleh orang tua kita manakah yang harus kita dahulukan antara kurban dan aqiqah? <>
Wa’alaikum salam warahamatullah wa barakatuh. Saudara Nurgianto yang mudah-mudahan selalu disayangi Allah. Sebenarnya dalam aqiqah dan qurban ada persamaan diantara kedua ibadah ini yakni sama-sama sunnah hukumnya menurut madzhab Syafi’i (selama tidak nadzar), serta adanaya aktifitas penyembelihan terhadap hewan yang telah memenuhi syarat untuk dipotong.
Sementara perbedaan yang ada diantara keduanya lebih pada waktu pelaksanaannya. Qurban hanya dapat dilakukan pada bulan DzulHijjah saja, sedangkan aqiqah dilaksanakan pada saat mengiringi kelahiran seorang bayi dan lebih dianjurkan lagi pada hari ketujuh dari kelahirannya.
Saudara Nurgianto yang kami hormati Pada dasarnya aqiqah merupakan hak seorang anak atas orang tuanya, artinya anjuran untuk menyembelih hewan aqiqah sangat ditekankan kepada orang tua bayi yang diberi kelapangan rizki untuk sekedar berbagi dalam rangka menyongsong kelahiran anaknya.
Hal ini sesuai sabda Rasulullah saw:
مَعَ الغُلاَمِ عَقِيقَةٌ
Artinya: aqiqah menyertai lahirnya seorang bayi (HR. Bukhari). Para ulama memberi kelonggaran pelaksanaan aqiqah oleh orang tua hingga si bayi tumbuh sampai dengan baligh.
Setelah itu, anjuran aqiqah tidak lagi dibebankan kepada orang tua melainkan diserahkan kepada sang anak untuk melaksanakan sendiri atau meninggalkannya. Dalam hal ini tentunya melaksanakan aqiqah sendiri lebih baik dari pada tidak melaksanakanya. Terkait dengan pertanyaan saudara, manakah yang didahulukan antara qurban dan aqiqah?
Menurut hemat kami jawabannya adalah tergantung momentum serta situasi dan kondisi. Apabila mendekati hari raya Idul Adha seperti sekarang ini, maka mendahulukan qurban adalah lebih baik dari pada malaksanakan aqiqah. Ada baiknya pula- apabila saudara menginginkan kedua-keduanya (qurban&aqiqah)- saudara mengikuti pendapat imam Ramli yang membolehkan dua niat dalam menyembelih seekor hewan, yakni niat qurban dan aqiqah sekaligus.
Adapun referensi yang kami gunakan mengacu pada kitab Tausyikh karya Syekh Nawawi al-Bantani:
قال ابن حجر لو أراد بالشاة الواحدة الأضحية والعقيقة لم يكف خلافا للعلامة الرملى حيث قال ولو نوى بالشاة المذبوحة الأضحية والعقيقة حصلا
Artinya; Ibnu Hajar berkata: “Seandainya ada seseorang meginginkan dengan satu kambing untuk kurban dan aqiqah, maka hal ini tidak cukup”. Berbeda dengan al-‘allamah Ar-Ramli yang mengatakan bahwa apabila seseorang berniat dengan satu kambing yang disembelih untuk kurban dan aqiqah, maka kedua-duanya dapat terealisasi.
Konsekuensi yang mungkin kotradiktif dari pendapat imam Romli ini adalah dalam pembagian dagingnya, mengingat daging qurban lebih afdhal dibagikan dalam kondisi belum dimasak (masih mentah), sementara aqiqah dibagikan dalam kondisi siap saji. Problem ini tentunya tidak perlu dipermasalahkan karena cara pembagian tersebut bukanlah termasuk hal yang subtantif. Kedua cara pembagian daging tersebut adalah demi meraih keutamaan, bukan menyangkut keabsahan ibadah. Wallahu a’lam bisshawab.
Niat lafal Kurban
Jawaban :
Anugerah dan Cahaya Rahmat Nya semoga selalu menerangi hari hari anda,
Saudaraku yg kumuliakan,
Lafadznya mudah saja :
بِاسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ (.......... ناما اوراع ياع كوربان)
"Bismillah, Allahumma Taqabbal min.....(nama orang yg berkurban)....artinya : Dengan Nama Allah, Wahai Allah terimalah ini dari ........,
sebagaimana Rasul saw berkurban untuk beliau saw dan atas nama ummat beliau saw :
بِاسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ وَمِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ
Wahai Allah terimalah Qurban ini dari Muhammad dan dari keluarga Muhammad dan Ummat Muhammad.Lafadz niat kurban sunnah :
نَوَيْتُ التَّضْحِيَةَ بِهَذِهِ لِلَّهِ تَعَالَى
“ Aku niat berkurban dengan hewan ini karena Allah ta’ala “Membaca do’a ketika menyembelih :
اَللَّهُمَّ هَذِهِ مِنْكَ وَإِلَيْكَ فَتَقَبَّلْ مِنِّي
Semoga bermanfaat.
Menggabung niat Qurban dengan Aqiqah
Assalamu'alaikum.
Saat anak kami lahir belum aqiqoh karena belum ada dana, lalu setelah
dewasa sudah kami aqiqoh dengan niat dalam hati, kambing aqiqoh kami
serahkan ke panitia kurban (Idul Adha) di masjid,
saat
penyembilhan tukang penyembelih tidak menggunakan doa aqiqoh, tapi
dengan doa kurban & lalu daging dibagi ke masyarakat. Pertanyaan :
- Bolehkah aqiqoh dengan cara spt itu?
- bagaimana hukumnya ?
Demikian prtanyaan kami, terima kasih, Mohon segera dijawab.
Wassalamu'alaikum
Assalamu'alaikum w.w.
Apabila hari
penyembelikan Qurban bertepatan dengan hari ketujuh kelahiran bayi,
apakah mencukupi untuk tujuan aqiqah juga? Bolehkah menggabung Qurban
dengan Aqiqah?
Ada dua pendapat ulama tentang masalah tersebut.
Pendapat
pertama mengatakan: Qurban juga mencukupi Aqiqah. Pendapat ini
diriwayatkan dari Imam Ahmad dan Abu Hanifah dan beberapa ulama seperti
Hasan Basri, Ibnu Sirin, Qatadah dan lain-lain.
Ini masalah
manggabung dua niat dalam satu ibadah yang sejenis maka sah, seperti
seseorang yang masuk ke masjid lalu dia niat sholat tahiyatul masjid dan
sunnah rawatib maka sah dan mendapatkan pahala keduanya, begitu juga
seorang yang melakukan haji tamattu’ ketika menyembelih dam dia
meniatkan qurban, maka dia mendapatkan keduanya. Banyak sekali
contohnya.
Pendapat kedua
mengatakan tidak sah. Ini pendapat Imam Syafi’I dan Imam Malik. Pendapat
kedua ini juga salah satu riwayat dari Imam Ahmad. Alasannya karena
keduanya mempunyai tujuan yang berbeda dan sebab yang berbeda, itu mirip
dam tamattu’ dan fidyah, maka tidak bisa saling mencukupi dan harus
dilaksanakan sendiri-sendiri. Qurban adalah tebusan untuk diri sendiri
sedangkan Aqiqah adalah tebusan untuk anak yang lahir, dengan
menggabungkannya, akan mengaburkan tujuannya.
Ini berbeda
dengan menggabung dua sholat sunnah, karena tahiyatul masjid bukanlah
sholat yang menjadi tujuan utama, itu hanya pelengkap masuk masjid
sehingga bisa terlaksana bersama dengan sholat lainnya.
Dipersilahkan ikut pendapat yang diyakini. Wallahu a’lam
NIAT QURBAN dan AQIQOH di gabung SEKALIGUS
PERTANYAAN :
Apakah boleh
melakukan aqiqah pada hari idul adha? setahu saya, untuk aqiqah di sunah
kan untuk membagi nya dalam keadaan sudah matang.. kalau boleh
melakukan aqiqah pada hari idul adha, apakah boleh juga membagikan nya
bersama2 dengan kurban? mohon penjelasan dari para asatidz :)
JAWABAN :
Menurut Imam
Romli satu kambing boleh dan cukup bila di niati untuk aqiqah sekaligus
kurban meskipun menurut Imam Ibnu Hajar tidak menganggapnya cukup.
(مسئلة)
لو نوي العقيقة والضحية لم تحصل غير واحد عند حجر ويحصل كل عند رملى اهـ
(كتاب بغية المسترسدى ص ١٥٤ و البجورى ج ٢ ص ٣٠٤ و القليوبي ج ٤ ص ٢٥٥)
(Masalah)
Apabila
seseorang meniati aqiqah dan qurban, maka tidak hasil kecuali satu
(niat) menurut Imam Ibnu Hajar dan bisa hasil keseluruhannya menurut
Imam Muhammad Ramli. (Itsmid al-‘Ain Hal 77)
Ibarot senada bisa dilihat di :
Bughyah alMustarsyidin 154
al-Baajuri II/304 dan al-Qalyubi
IV/255
Untuk pembagian
daging kurban pada dasarnya harus (wajib) dibagikan berupa daging
mentah, karena maksud nya adalah tamlik (memberi milik). Jika kurban itu
nadzar, maka wajib semuanya dibagikan pada fakir miskin dan berupa
daging mentah. Jika kurbannya hanya sunah (bukan nadzar), maka hrs ada
sebagian yg dikasihkan fakir miskin dan diberikan berupa daging mentah.
Untuk sisanya boleh dibagikan bkn miskin (kaya) dan boleh dgn sudah
matang.
Sedangkan
Aqiqah, yg afdlol diberikan dgn wujud masakan, sebab maksud asalnya
adalah untuk hidangan. Namun jika diberikan berupa mentah, itu boleh
saja.
I'anatutthalibien: Juz: II. hlm. 333
Nambahi 'IBAROT untuk kelengkapan DOKUMEN
ويجب التصدق ولو على فقير واحد بشيء نيئا ولو يسيرا من المتطوع بها والأفضل التصدق بكله إلا لقما يتبرك بأكلها وأن تكون من الكبد وأن لا يأكل فوق ثلاث والتصدق بجلدها وله إطعام أغنياء لا تمليكهم ويسن أن يذبح الرجل بنفسه ( وقوله نيئا ) أي ليتصرف فيه المسكين بما شاء من بيع وغيره فلا يكفي جعله طعاما ودعاء الفقير إليه لأن حقه في تملكه لا في أكله
(إعانة طالبين ج ٢ص ٣٣٣)
I’aanah at-Thoolibiin II/333والتصدق بمطبوخ يبعثه إلى الفقراء أحب من ندائهم إليها ومن التصدق نيئا
( وقوله ومن التصدق نيئا ) أي وأحب من التصدق بها نيئا
(إعانة طالبين ج ٢ص ٣٣٦)
I’aanah at-Thoolibiin II/336.
Hukum Memotong Kuku dan Rambut Bagi Orang Yang Akan Berqurban
Posted on September 14, 2015 by Ustadz Ma'ruf Khozin
Hukum Memotong Kuku Bagu yang Berqurban
Hukum Memotong Kuku dan Rambut Bagi Orang Yang Akan Berqurban
Berikut
Pendapat Ahli Hadits Terkemuka, Seorang Huffadz, dan ‘Allamah, yaitu
Syekh Imam Nawawi, Pengarang Kitab Hadits Riyadus Shalihin, dan Hadits
Arba’in Nawawi. Beliau menjelaskan dalam Syarah Muslim makna dan
pemahaman hadits diatas sbb:
الحاشية رقم: 1
قوله صلى الله عليه وسلم
( إذا دخلت العشر وأراد أحدكم أن يضحي فلا يمس من شعره وبشره شيئا ) وفي رواية : ( فلا يأخذن شعرا ولا يقلمن ظفرا )
?واختلف العلماء فيمن دخلت عليه عشر ذي الحجة وأراد أن يضحي ، فقال سعيد بن المسيب ، وربيعة ، وأحمد ، وإسحاق ، وداود وبعض أصحاب الشافعي : إنه يحرم عليه أخذ شيء من شعره وأظفاره حتى يضحي في وقت الأضحية ، وقال الشافعي وأصحابه :? هو مكروه كراهة تنزيه ?وليس بحرام ، وقال أبو حنيفة : ?لا يكره ، وقال مالك في رواية : ?لا يكره ، وفي رواية : يكره ، وفي رواية : يحرم في التطوع دون الواجب ، واحتج من حرم بهذه الأحاديث ، واحتج الشافعي والآخرون بحديث عائشة – رضي الله عنها – ” قالت :
كنت أفتل قلائد هدي رسول الله صلى الله عليه وسلم ثم يقلده ، ويبعث به ولا يحرم عليه شيء أحله الله حتى ينحر هديه ” رواه البخاري ومسلم
قال الشافعي : البعث بالهدي أكثر من إرادة التضحية ، فدل على أنه ? لا يحرم ذلك وحمل أحاديث النهي ? على كراهة التنزي
قال أصحابنا : والمراد بالنهي عن أخذ الظفر والشعر النهي عن إزالة الظفر بقلم أو كسر أو غيره ، والمنع من إزالة الشعر بحلق أو تقصير أو نتف أو إحراق أو أخذه بنورة أو غير ذلك ، وسواء شعر الإبط والشارب [ ص: 120 ] والعانة والرأس ، وغير ذلك من شعور بدنه ، قال إبراهيم المروزي وغيره من أصحابنا : حكم أجزاء البدن كلها حكم الشعر والظفر ، ودليله الرواية السابقة : ( فلا يمس من شعره وبشره شيئا ) قال أصحابنا : والحكمة في النهي أن يبقى كامل الأجزاء ليعتق من النار ، وقيل : التشبه بالمحرم ، قال أصحابنا : هذا غلط ؛ لأنه لا يعتزل النساء ولا يترك الطيب واللباس وغير ذلك مما يتركه المحرم .
Artinya : “
Sabda Rasulullah SAW:” “Jika (Salah seorang) telah masuk sepuluh (Dzul
Hijjah), sedangkan ia memiliki hewan kurban yang hendak dikurbankan,
maka jangan sekali-kali ia mencukur rambut atau memotong kuku.” Dan
dalam satu riwayat :” hendaknya ia tidak mencukur rambut dan tidak
memotong kuku terlebih dahulu.”
Pendapat Ulama
Dalam hal ini, para Ulama berbeda pendapat tentang orang yang memasuki tanggal 10 bulan Dzulhijjah dan ingin berkurban.
Sa’id bin
Musayyab , Rabi’ah, Ahmad, Ishaq, Daud dan sebagian kecil dari
sahabat-sahabat Imam Syafi’I berpendapat : Hukumnya Haram memotong
sesuatu dari rambut dan kukunya sehingga datang waktu berkurban.
•) Imam As
Syafi’I sendiri dan mayoritas Sahabat2nya berpendapat hal itu hukumnya
dimakruhkan dengan makruh tanjih tidak sampai pada batas hukum haram.
•) Abu Hanifah berpendapat tidak makruh.
•)mam Malik
dalam salah satu riwayat berpendapat tidak makruh. Tetapi dalam riwayat
lain berpendapat makruh. Dan dalam salah satu riwayat lain berpendapat
haram namun dalam hal Qurban sunnah dan tidak haram dalam qurban wajib.
Imam As Syafi’I dan yang lainnya berargumentasi dengan Hadis ‘Aisyah RA beliau berkata : Aisyah radliallahu ‘anha berkata:
“Aku
mengikatkan tali pada hewan qurban Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengikatnya
kembali dengan tangan Beliau lalu mengirimnya . Maka sejak itu tidak ada
yang diharamkan lagi bagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dari
apa-apa yang Allah halalkan hingga hewan qurban disembelih” diriwayatkan
oleh Bukhari dan Muslim.
As Syafi’I
berkata : Mengirim hewan Qurban lebih banyak dari pada ingin berqurban,
maka ini menunjukan bahwa hal itu tidak diharamkan dan hadis-hadis
tentang larangan diatas itu membawa pengertian hukum makruh tanzih.
Sahabat-sahabat
kami ( As Syafi’i) berkata : Yang dikehendaki dengan larangan mengambil
kuku dan rambut yaitu larangan memotong kuku atau membelah atau dengan
cara lainyya, dan larangan menghilangkan rambut adalah menghilangkan
rambut dengan cara cukur, memotong, mencabut, membakar, mengambilnya
dengan kapur atau dengan cara yang lainnya. Apakah itu rambut ketiak,
jenggot, Rambut kemaluan, Kepala dan rambut-rambut lain yang terdapat di
badan.”
Sahabat-sahabat
kami, Ibrahim Al Marjawi dan yang lainnya berkata : hukum seluruh
angota badan adalah hukumnya rambut dan kuku, dan dalilnya adalah
riwayat diatas : “ lalu hendaknya ia tidak menyentuhkan sesuatupun akan
rambut dan kulit.”
Sahabat-sahabat
dari kalangan Madzhab Syafii berkata : “hikmah dalam larangan itu
adalah supaya semua anggota badan tetap dibebaskan dari Neraka, dan ada
yg mengatakan :
“ karena serupa dengan orang yang sedang ihram.”
Tapi pendapat
terakhir ini salah (karena orang yang berkurban) tidak perlu menghindari
istri, tidak perlu meninggalkan wewangian, pakaian dan yang lainnya
berupa larangan-larangan ihram.”
Sumber:
Imam Nawawi, Syarah Shahih Muslim, Juz 7, Daarul Kutub, Bab Udhiyyah.
KEMAKRUHAN MEMOTONG KUKU BAGI ORANG YANG HENDAK BERQURBAN PADA SEPULUH HARI PERTAMA DZULHIJJAH
PERTANYAAN :
assalamualikum wr.wb
para ustadz
yang saya hormati. saya mau tanya apakah orang yang mau berqurban tdk
boleh memotong kuku dan rambut sampai mulai tgl 1 s/d 10 dzulhijah?
suwun atas jawabanya
JAWABAN :
Makruh tanzih, dalam arti tidak makruh jika orang tsb tidak hendak berkurban.
باب الأضحية هي سنة مؤكدة يندب لمن ارادها ان لا يحلق شعره ولا يقلم ظفره فى عشر ذى الحجة حتى يضحى فان ازال شيأ من ذالك كره كراهة تنزيه
Bab Qurban.
Qurban itu sunnah muakkadah. Disunnahkan bagi yang hendak berkurban
untuk tidak mencukur rambut dan memotong kuku di 10 hari pertama
dzulhijjah sampai dengan ia memotong qurbannya. Apabila ia menghilangkan
sesuatu dari rambut atau kukunya maka makruh tanzih. Anwarul Masalik
bukan hanya sebatas kuku dan rambut, tetapi juga bagian tubuh yang lain tangan, gigi ,kumis, janggut dll.
Adapun hikmah
dibalik itu semua adalah agar semuanya mendapatkan ampunan dan terbebas
dari api neraka. Ketentuan ini berlaku baik untuk qurban sendiri atau
qurban hadiah
و يكره) لمريد التضحية عن نفسه او اهداء شئ من النعم (ان يزيل شيئا من شعره او غيره) كظفره و سائر اجزائه الظاهرة الا الدم على خلاف فيه (فى عشر ذى الحجة) و ما بعدها من ايام التشريق ان لم يضح يوم العيد (حتى يضحى) للامر بالامساك عن ذلك في خبر مسلم. و حكمته شمول المغفرة و العتق من النار لجميعه لا التشبه بالمحرمين و الا لكره نحو الطيب و قيل يحرم مالم يحتاج اليه و عليه احمد فان احتاج فقد يجب كقطع يد سارق و ختان بالغ و قد يسن كختان صبي و قد يباح كقطع سن وجعة
بشرى الكريم ٢/١٢٨
Imam Nawawi menjelaskan dalam Syarah Muslim:
الحاشية رقم: 1
قوله صلى الله عليه وسلم : ( إذا دخلت العشر وأراد أحدكم أن يضحي فلا يمس من شعره وبشره شيئا ) وفي رواية : ( فلا يأخذن شعرا ولا يقلمن ظفرا ) واختلف العلماء فيمن دخلت عليه عشر ذي الحجة وأراد أن يضحي ، فقال سعيد بن المسيب ، وربيعة ، وأحمد ، وإسحاق ، وداود وبعض أصحاب الشافعي : إنه يحرم عليه أخذ شيء من شعره وأظفاره حتى يضحي في وقت الأضحية ، وقال الشافعي وأصحابه : هو مكروه كراهة تنزيه وليس بحرام ، وقال أبو حنيفة : لا يكره ، وقال مالك في رواية : لا يكره ، وفي رواية : يكره ، وفي رواية : يحرم في التطوع دون الواجب ، واحتج من حرم بهذه الأحاديث ، واحتج الشافعي والآخرون بحديث عائشة – رضي الله عنها – ” قالت : كنت أفتل قلائد هدي رسول الله صلى الله عليه وسلم ثم يقلده ، ويبعث به ولا يحرم عليه شيء أحله الله حتى ينحر هديه ” رواه البخاري ومسل
قال الشافعي : البعث بالهدي أكثر من إرادة التضحية ، فدل على أنه لا يحرم ذلك وحمل أحاديث النهي على كراهة التنزي
قال أصحابنا : والمراد بالنهي عن أخذ الظفر والشعر النهي عن إزالة الظفر بقلم أو كسر أو غيره ، والمنع من إزالة الشعر بحلق أو تقصير أو نتف أو إحراق أو أخذه بنورة أو غير ذلك ، وسواء شعر الإبط والشارب [ ص: 120 ] والعانة والرأس ، وغير ذلك من شعور بدنه ، قال إبراهيم المروزي وغيره من أصحابنا : حكم أجزاء البدن كلها حكم الشعر والظفر ، ودليله الرواية السابقة : ( فلا يمس من شعره وبشره شيئا ) قال أصحابنا : والحكمة في النهي أن يبقى كامل الأجزاء ليعتق من النار ، وقيل : التشبه بالمحرم ، قال أصحابنا : هذا غلط ؛ لأنه لا يعتزل النساء ولا يترك الطيب واللباس وغير ذلك مما يتركه المحر (امام نووى فى شرح مسلم)
Artinya : “
Sabda Rasulullah SAW:” “Jika (Salah seorang) telah masuk sepuluh (Dzul
Hijjah), sedangkan ia memiliki hewan kurban yang hendak dikurbankan,
maka jangan sekali-kali ia mencukur rambut atau memotong kuku.” Dan
dalam satu riwayat :” hendaknya ia tidak mencukur rambut dan tidak
memotong kuku terlebih dahulu.”
Para Ulama
berbeda pendapat tentang orang yang memasuki tanggal 10 bulan Dzulhijjah
dan ingin berkurban. Sa’id bin Musayyab , Rabi’ah, Ahmad, Ishaq, Daud
dan sebagian sahabat-sahabat Syafi’I berpendapat : Haram atasnya sesuatu
dari rambut dan kukunya sehingga datang waktu berkurban.
As Syafi’I dan Sahabat-sahabatnya berpendapat hal itu dimakruhkan dengan makruh tanjih tidak sampai haram.
Abu Hanifah berpendapat tidak makruh.
Imam Malik
dalam salah satu riwayat berpendapat tidak makruh. Tetapi dalam riwayat
lain berpendapat makruh. Dan dalam salah satu riwayat berpendapat haram
dalam Qurban sunnah dan tidak haram dalam qurban wajib.
As Syafi’I dan
yang lainnya berargumentasi dengan Hadis ‘Aisyah RA beliau berkata :
Aisyah radliallahu ‘anha berkata: “Aku mengikatkan tali pada hewan
qurban Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kemudian Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam mengikatnya kembali dengan tangan Beliau
lalu mengirimnya . Maka sejak itu tidak ada yang diharamkan lagi bagi
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dari apa-apa yang Allah halalkan
hingga hewan qurban disembelih” diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.
As Syafi’I
berkata : Mengirim hewan Qurban lebih banyak dari pada ingin berqurban,
maka ini menunjukan bahwa hal itu tidak diharamkan dan hadis-hadis
larangan membawa pengertian makruh tanjih.
Sahabat-sahabat
kami ( As Syafi’i) berkata : Yang dikehendaki dengan larangan mengambil
kuku dan rambut yaitu larangan memotong kuku atau membelah atau dengan
cara lainyya, dan larangan menghilangkan rambut adalah menghilangkan
rambut dengan cara cukur, memotong, mencabut, membakar, mengambilnya
dengan kapur atau dengan cara yang lainnya. Apakah itu rambut ketiak,
jenggot, Rambut kemaluan, Kepala dan rambut-rambut lain yang terdapat di
badan.”
Sahbt-sahabat
kami, Ibrahim Al Marjawi dan yang lainyya berkata : hukum seluruh angota
badan adalah hukumnya rambut dan kuku, dan dalilnya dalah riwayat yang
telah : “ lalu hendaknya ia tidak menyentuhkan sesuatupun akan rambut
dan kulit.”
Sahabat-sahabatku
berkata : “hikmah dalam larangan itu adalah supaya semua anggota badan
tetap dibebaskan dari Neraka, dan dikatakan : “ serupa dengan orang yang
ihram.” Sahabat-sahabatku berkata : pendapat ini salah (karena orang
yang berkurban) tidak menghindari istri, tidak meninggalkan wewangian,
pakaian dan yang lainnya berupa laranga-larangan ihram.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar