Alloh swt berfirman:
إِنَّ اللَّـهَ وَمَلَئِكَتَهُۥ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِىِّ ۚ
يٰٓأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا۟ صَلُّوا۟ عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا۟
تَسْلِيمًا
”Sesungguhnya Alloh dan malaikat-malaikat-Nya bershalowat untuk Nabi.
Hai orang-orang yang beriman, bersholawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (QS. Al-Ahzab :56).
Ketika Rosululloh saw belum dilahirkan, Nabi-Nabi terdahulu, mulai
Nabi Adam as sampai Nabi Isa as telah memberi kabar kepada ummatnya akan
datangnya Nabi akhir zaman dengan ciri-ciri tertentu. Yaitu, dilahirkan
di kota Makkah, hijrah di kota Madinah dan wafatnya juga di kota
Madinah, dan kekuasaannya membentang sampai di kota Syam.
Nama Rosululloh saw kalau di Kitab Injil adalah Ahmad. Alloh swt berfirman:
وَإِذْ قَالَ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ إِنِّي
رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيَّ مِنَ
التَّوْرَاةِ وَمُبَشِّرًا بِرَسُولٍ يَأْتِي مِنْ بَعْدِي اسْمُهُ
أَحْمَدُ فَلَمَّا جَاءَهُمْ بِالْبَيِّنَاتِ قَالُوا هَذَا سِحْرٌ مُبِينٌ
“Dan (Ingatlah) ketika Isa ibnu Maryam berkata:
“Hai Bani Isra’il, Sesungguhnya Aku adalah utusan Alloh kepadamu,
membenarkan Kitab sebelumku, yaitu Taurot, dan memberi khabar gembira
dengan (datangnya) seorang Rosul yang akan datang sesudahku, yang
namanya Ahmad (Muhammad).”
Maka tatkala Rosul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti
yang nyata, mereka berkata: “Ini adalah sihir yang nyata.”
(QS. As-Shof : 6).
Perlu diketahui, bahwa nama yang dikemukam oleh Nabi Isa tadi, itu
bukan sekedar nama. Akan tetapi merupakan pemberian dari Alloh swt yang
tentunya ada ma’na yang terkandung didalamnya.
Nama Ahmad jika ditulis dengan huruf Arab tanpa dipisah-pisah ada filosof tentang adanya gerakan dalam sholat.
Huruf alif (ا) menunjukan simbol tentang orang yang berdiri.
Huruf cha’ (ح) menggambarkan tentang orang yang sedang rukuk.
Huruf mim (م) menggambarkan tentang orang yang sedang sujud.
Huruf dal (د) menunjukan gambaran orang yang sedang duduk tahiyat sholat.
Selain ma’na tersebut, ada juga ma’na yang tersembunyi di balik nama
Ahmad. Yaitu, secara Gramatika Arab, kata Ahmad itu termasuk sighot
mubalaghoh (bentuk yang mempunyai arti banyak), dari kata Hamdu
(memuji). Jadi, bisa diambil kesimpulan bahwa Nabi Ahmad saw, nama dari
Nabi Muhammad saw mempunyai arti orang yang paling banyak memuji Alloh
swt.
Nabi Muhammad saw bersabda:
“Aku adalah Ahmad tanpa mim (م)”
Ahmad tanpa mim (م) akan mempunyai arti Ahad (Esa), yang merupakan sifat Alloh swt yang sangat unik.
Mim (م) yang merupakan simbol personafikasi dan manifestasi Alloh swt
dalam diri Nabi Muhammad saw pada hakikatnya adalah bayangan Ahad yang
ada di alam semesta.
Mim adalah wasilah antara makhluk dengan Kholiqnya. Mim adalah jembatan
yang menghubungkan para kekasih Alloh swt dengan sang kekasihnya yang
mutlak.
Dengan kata lain, Nabi Muhammad saw merupakan mediator antara makhluk dengan Kholiq (Yang Maha Pencipta).
Menurut Iqbal seorang ulama pakistan mengatakan:
“Muhammad benar-benar berfungsi “mim” yang “membumikan” Alloh swt dalam
kehidupan manusia. Dialah “dhohir”nya Alloh; dialah Syafi’ (yang
memberikan syafaat, pertolongan dan rekomendasi) antara makhluk dengan
Kholiqnya.
Ketika anda ingin merasakan kehadiran Alloh dalam diri anda, hadirkan
Muhammad ketika anda ingin disapa oleh Alloh, sapalah Muhammad ketika
anda ingin dicintai Alloh, cintailah Muhammad “Apabila kalian cinta
kepada Alloh maka ikutilah aku (Muhammad) Alloh akan cinta kepada
kalian.”
Kepada orang seperti inilah kita diwajibkan cinta, berkorban dan
bermohon untuk selalu bersamanya, di dunia dan akhirat. Seperti kata
Nabi saw: “Setiap orang akan senantiasa bersama orang yang dicintainya.”
Selain nama Ahmad saw, Rosululloh saw juga mempunyai nama Muhammad
saw. Nama ini pemberian dari Alloh swt yang dibisikkan malaikat Jibril
as kepada Aminah ibunda Nabi saw.
Adapun nama tersebut kalau ditinjau secara Gramatika Arab berstatus
sebagai Isim Maf’ul (obyek) dari asal kata Hammada. Menurut kiai Ali
Maksum Krapyak Yogya dalam kitab Amsilatut-Tasrifiyah menyebutkan bahwa
penambahan tasdid mempunyai faidah Taksir (banyak). Jadi, artinya adalah
orang yang banyak dipuji. Sebab semua makhluk di dunia ini memuji
Rosululloh saw dengan membaca sholawat untuknya.
Nama Muhammad apabila ditulis dengan hurup Arab menunjukan kerangka
manusia. Sebab, mim (م) yang bundar dari kata Muhammad (محمد) itu
menunjukan kepala manusia, karena kepala manusia itu bundar. Huruf cha’
(ح) kalau kita dobelkan menjadi dua akan menunjukan dua tangan manusia.
Huruf mim (م) yang kedua menunjukan tentang perut manusia. Huruf dal
(د) menunjukan kedua kaki manusia.
Selain itu, ada juga ma’na-ma’na yang tersembunyi lagi. Yaitu:
Huruf mim menunjukan kata “Minnah” (anugerah). Alloh swt memberi
anugerah kepada Rosululloh saw dengan anugerah yang sangat luar biasa
melebihi apa yang telah diberikan kepada yang lainnya.
Huruf cha’ menunjukan kata “Hubbun” (cinta). Alloh swt mencintai Nabi
Muhammad saw dan ummatnya melebihi cintanya kepada Nabi dan Rosul yang
lain beserta ummatnya.
Huruf mim yang kedua menunjukan kata “Maghfiroh” (ampunan). Alloh swt
mengampuni segala dosa yang dilakukan oleh Nabi Muhammad saw, baik yang
sudah lampau atau yang akan datang. Nabi Muhammad saw adalah Nabi yang
maksum (terjaga dari melakukan dosa). Adapun jika disandarkan untuk
ummatnya, maka Alloh swt akan mengampuni dosa-dosa ummat Nabi Muhammad
saw jikalau mereka mau bertaubat. Tidak seperti ummat-ummat terdahulu
yang apabila melakukan dosa langsung mendapat siksa dan teguran dari
Alloh swt.
Huruf dal menunjukan kata “Dawaamuddin” (abadinya agama Islam). Sebab,
agama Islam akan tetap ada sampai akhir zaman. Apabila agama Islam sudah
lenyap karena ditinggal oleh manusia, maka tunggulah kehancuran dunia
ini.
Kesimpulan dari semua ini, kalau orang itu sudah mengaku agamanya
Islam, maka kerjakanlah sholat. Sebab, sholat merupakan tiang agama dan
merupakan ajaran Nabi-Nabi terdahulu yang disempurnakan oleh Nabi
Muhammad saw.
Jika seseorang sudah menjalankan sholat dan ajaran Islam yang lainnya,
maka dia termasuk orang yang bertaqwa yang akan mendapatkan anugrah
rohmat dan dimasukkannya oleh Alloh swt ke dalam sorga-Nya. Karena ummat
Nabi Muhammad saw yang masuk ke sorga itu akan dirupakan manusia.
Mengapa demikian .?
Ini kembalinya kepada keagungan nama Nabi Muhammad saw yang menunjukkan
kerangka manusia. Apabila manusia masih berbentuk manusia, maka dia
tidak akan masuk neraka.
IKHLAS SHOLAT
Sebuah pengalaman Spiritual dalam iman seorang guru besar mengatakan
bahwasanya di dalam setiap ibadah yang kita kerjakan harus bisa
menyentuh dan memasuki dimensi spritual. Dimensi spiritual itu tidak
lain adalah ihsan:
“An ta’budalloh ka annaka taroohu waillam yakun taroohu fainnahu
yarooka”. Kita beribadah kepada Alloh seakan kita melihat-Nya, apabila
kita tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihat kita”.
Ulama-ulama dahulu sering berdebat seputar masalah “MELIHAT ALLOH” di akhirat nanti.
Menurut paham sebagian besar ulama, di akhirat nanti Alloh swt dapat
dilihat, “yang tak dapat terlihat itu hanyalah yang tak mempunyai
wujud”. Yang mempunyai wujud mesti dapat dilihat. Sedangkan Alloh
swt “mempunyai wujud”.
Sementara argumen ulama yang lain, “Alloh swt tidak dapat dilihat”
Argumen mereka, dikatakan “Alloh swt tak mengambil tempat dan dengan
demikian tidak dapat dilihat karena yang dapat dilihat hanya yang
mengambil tempat.”
Kedua paham yang saling bertolak belakang ini pun memakai dalil-dalil
Al-Qur’an untuk menegaskan pendapatnya, di antaranya surat al-Qiyamah
ayat 22-23 :
“Wajah-wajah orang mukmin pada waktu itu berseri-seri. Kepada Tuhan-nyalah mereka nadhirah (melihat).”
Menurut paham ulama yang pertama kata nadhirah dalam ayat itu harus
diartikan melihat, bukan berpikir, sebab akhirat bukan tempat berpikir.
Kata itu juga tidak bisa diartikan menunggu karena wujuh, ya’ni muka
atau wajah, tidak dapat menunggu, yang menunggu adalah manusia.
Sedangkan menurut ulama kedua kata nadhoro harus di artikan menunggu. “nadhora bukan berarti ru’yah (Arab : Melihat),”
Itulah teolog-teolog dahulu, mereka punya argumen masing-masing untuk meneguhkan keyakinannya.
Tapi, yang lebih penting sebenarnya bukan bisa atau tidak bisanya
kita melihat Tuhan di akhirat nanti, melainkan bagaimana di dalam setiap
beribadah kita seakan-akan ada di hadapan-Nya, “melihat”-Nya, atau
meyakini bahwa kita “dilihat-Nya”, supaya ibadah kita benar-benar bisa
memasuki satu pengalaman spritual yang indah dan menakjubkan.
Misalnya, ketika kita berdzikir atau sholat.
Sholat yang ihsan bisa membawa kita pada satu pengalaman yang sepenuhnya
terjadi komunikasi dan dialog langsung dengan Alloh swt, yang pada
akhirnya akan membekas pada hati dan akal pikiran kita, dan akan
memberikan dorongan untuk mencegah dan menjauhi perbuatan keji dan
munkar.
Sholat tanpa pengalaman spritual di dalamnya hanya akan menggugurkan
kewajiban kita semata, tidak akan menjadi satu perisai untuk menghadapi
perbuatan keji dan munkar. Sholat yang tidak mencapai ihsan tidak akan
menimbulkan satu komitmen moral dan tindakan aktual dalam memperjuangkan
kebenaran.
Salah besar jika ada orang yang mengatakan bahwa sholat itu tidak penting .. Tetapi SHOLAT SANGATLAH PENTING.
Kata mereka yang lupa, “Yang penting adalah perjuangan membela
golongan orang-orang kaum kecil,” Justru dengan sholat yang ihsan akan
membimbing kita dalam perjuangan itu, supaya tidak anarkis dan brutal,
kita akan dituntun oleh NAFSUL-MUTHMAINNAH.
An-Nafs Al-Muthmainnah artinya Inilah jiwa/nafsu yang tenang dan
tentram karena senantiasa mengingat Alloh swt. Jiwa/nafsu yang tenang
dan tentram karena senantiasa gemar berdekatan dengan Alloh swt.
Jiwa/nafsu yang tenang dan tentram dalam ketaatan kepada Alloh swt.
Jiwa/nafsu yang tenang dan tentram baik ketika ditimpa musibah maupun
mendapatkan ni’mat.
Jika mendapatkan musibah, ia ridho terhadap taqdir Alloh swt. Jika
kehilangan sesuatu, ia tidak putus asa, dan jika ia mendapatkan ni’mat,
ia tidak lupa daratan. Inilah jiwa/nafsu yang tenang dan tentram dalam
iman. Tidak tergoyahkan oleh keragu-raguan dan syubhat. Jiwa/nafsu yang
rindu untuk bertemu dengan Tuhannya.
Dan inilah jiwa/nafsu yang ketika wafat dikatakan kepadanya: “Wahai jiwa
yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dalam keadaan ridho dan
diridhoi.” (QS Al-Fajr: 27-28)
Pengalaman Iman akan membawa seseorang pada perkenalan dengan Alloh
swt secara pribadi. Ia mengenal Alloh swt karena imannya sanggup
membawanya pada “perjumpaan” dengan-Nya. Yang namanya pengalaman
pastinya objektif, pengalaman iman pun seperti itu adanya, namun terjadi
secara spiritual.
DUNIA SUFI
Puncak dari perjalanan iman yang bersifat spiritual yang ada di dunia
yang fana ini adalah Pengalaman “PERJALANAN” Isro’ Mi’roj nya Nabi kita
Muhammad saw dan kembalinya beliau saw ke dunia yang brutal ini. Itulah
Rosul kita.
Kita tahu bahwa tujuan kita hidup di dunia ini ingin bertemu dengan
Alloh swt, namun Rosululloh saw berbeda beliau saw kembali lagi ke dunia
untuk memberikan pencerahan bagi umat manusia.
Seorang Sufi mengatan:
“Demi Alloh, seandainya aku Muhammad saw, aku tidak ingin kembali lagi
ke dunia karena sudah bertemu dengan Tuhan, sedangkan Tuhan adalah
tujuan terakhir hidupku, mengapa ketika aku sampai ke puncak tujuanku
aku harus kembali lagi ke dunia yang fana ini.”
Kembalinya Rosululloh saw ini pun bisa kita pahami dari bahasa-bahasa
beliau saw. Bahasa-bahasa hadits ini tidak membuat kita bingung tujuh
lapis. Berbeda dengan bahasa para sufi, “Aku adalah al-Haqq,” kata
al-Halaj.
Para sufi begitu asyik di dunianya yang telah “berjumpa” Alloh swt.
Mereka mabuk dalam keindahan Alloh swt. Ketika mereka mabuk, mereka
tidak mampu dan bisa kembali lagi ke dunia manusia; dalam pema’naan
bahasa, mereka tak turun ke bahasa manusia biasa seperti kita.
Rosululloh tidak akan membingungkan umatnya.
Bahkan Beliau swt sendiri berkata dalam hadits shohih, “Saya bukan Tuhan dan Anak Tuhan”.
Kembalinya Rosululloh saw. ke dunia setelah bertemu dengan Tuhan
mengisyaratkan bahwa pengalaman spiritual kita pun harus kembali membumi
dalam kehidupan sehari-hari dengan terus menerus tak kenal lelah
memperjuangkan kebajikan dan kebenaran.
Wallohu a’lam bish-showab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar