Senin, 20 April 2015

Pemboikotan

PADA waktu itu, orang-orang Quraisy tidak berani berhadapan langsung dengan Nabi Muhammad SAW untuk memintanya agar meninggalkan kegiatan dakwah, karena mereka masih memandang posisi sosial pamannya, yaitu Abu Thalib, sebagai salah seorang tokoh masyarakat Quraisy. Tetapi mereka berani mengambil tindakan terhadap keluarga dan sahabat Nabi.

Melihat usaha pendekatan Abu Thalib gagal dan agama Islam terus memperoleh pengikut, Abu Jahal dan Abu Sufyan mendatangi Abu Thalib kembali sambil mengancam. Mereka berkata, “Hai Abu Thalib, kamu sudah tua, kamu harus mampu menjaga dirimu dan jangan membela Muhammad. Kalau hal itu dilakukan terus, maka keluarga kita akan pecah.” Tetapi ancaman itu juga tidak berhasil. Hal itu disebabkan karena tekad kuat Nabi Muhammad SAW sudah bulat untuk terus melaksanakan dakwah Islam kepada masyarakat Mekah meskipun ia harus bertaruh nyawa.

Gagal melakukan pendekatan melalui jalur kekeluargaan, akhirnya pimpinan masyarakat Quraisy lainnya datang kepada Abu Thalib untuk membujuknya agar bisa menghentikan kegiatan dakwah keponakannya itu. Kali ini bukan ancaman yang diberikan, melainkan tawaran. Ia menawarkan seorang pemuda tampan bernama Amrah bin Al-Walid yang usianya sebaya dengan Nabi Muhammad SAW. Lalu mereka berkata, “Hai Abu Thalib, Muhammad saya tukar dengan pemuda ini. Peliharalah orang ini dan serahkan Muhammad kepada kami untuk kami bunuh.”

Mendengar ancaman dan tekanan itu, Abu Thalib menjawab dengan suara lantang, “Hai orang kasar, silahkan dan berbuatlah sesukamu, aku tidak takut.” Kemudian Abu Thalib mengundang keluarga Bani Hasyim untuk meminta bantuan dan menjaga Muhammad dari ancaman dan penganiayaan kafir Quraisy.
Setelah gagal melakukan tekanan kepada Nabi Muhammad SAW dan Abu Thalib, pemimpin Quraisy mengutus Uthbah bin Rabi’ah untuk membujuk Nabi Muhammad SAW agar menghentikan dakwahnya. Untuk itu, ia menawarkan beberapa pilihan kepada Nabi Muhammad. Lalu ia berkata, “Hai Muhammad, bila kamu menginginkan harta kekayaan, saya sanggup menyediakannya untukmu. Bila kamu menginginkan pangkat yang tinggi, saya sanggup mengangkatmu menjadi raja dan bila kamu menginginkan wanita cantik, saya sanggup mencarikannya untukmu. Tetapi dengan syarat kamu menghentikan kegiatan dakwahmu.”
Mendengar tawaran itu, Nabi Muhammad SAW menjawab dengan tegas melalui surah As-Sajdah ayat 1-30. Demi mendengar firman itu, Uthbah tertunduk malu dan hati kecilnya membenarkan ajaran Muhammad SAW. Kemudian ia kembali kepada kaumnya dan menceritakan apa yang baru saja dialaminya. Kemudian ia menganjurkan kepada masyarakat Quraisy dan kawan-kawannya untuk menerima ajakan Muhammad SAW daripada memusuhinya.

Namun, mereka yang tidak senang dengan ajakan Nabi Muhammad SAW terus berusaha mengganggu dan merintangi dakwah Nabi SAW dengan berbagai cara, termasuk penyiksaan dan pembunuhan. Di antara sahabat Nabi Muhammad SAW yang mendapat siksaan dari kaum kafir Quraisy adalah Bilal bin Rabbah, Yasir, Amr bin Yasir, Suamiyah (istri Yasir), Khabbah bin Aris, Ummu Ubais, Zinnirah, Abu Fukaihah, al-Nadyah, Amr bin Furairah dan Hamamah. Mereka menerima siksaan di luar batas perikemanusiaan. Misalnya; dipukul, dicambuk tidak diberi makan dan minum. Bilal dijemur di bawah terik matahari dan ditindih batu besar. Istri Yasir yang bernama Sumaiyah ditusuk dengan lembing sampa terpanggang. Siksaan itu ternyata tidak hanya dialami oleh hamba sahaya dan orang-orang miskin, tetapi juga dialami oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq, Zubair bin Awwam. Namun, siksaan yang dialami Abu Bakar tidak berlangsung lama karena ia mendapat pertolongan dari sukunya Bani Tamim.

4. Boikot dan Rencana Pembunuhan Terhadap Nabi Muhammad SAW

Kegagalan masyarakat kafir Quraisy dalam membujuk Nabi Muhammad SAW untuk meninggalkan dakwahnya, justru memperkuat posisi umat Islam di kota Mekah. Menguatnya posisi umat Islam memperkeras reaksi kaum kafir Quraisy. Mereka mencoba menempuh cara-cara baru, yaitu melumpuhkan kekuatan Nabi Muhammad SAW, yang bersandar pada perlindungan keluarga Bani Hasyim. Caranya adalah memboikot mereka dengan memutuskan segala bentuk hubungan dengan Bani Hasyim. Tidak seorangpun dari penduduk Mekah yang diperkenankan melakukan hubungan jual beli dengan Bani Hasyim. Persetujuan itu dibuat dalam bentuk piagam dan ditandatangani bersama serta disimpan di dalam Ka’bah.
Dengan pemboikotan ini seluruh umat Islam terkepung di lembah pegunungan dan terputus dari berbagai komunikasi dengan dunia luar. Pemboikotan ini berlangsung selama lebih kurang 3 tahun, yang dimulai pada bulan Muharram tahun ke-7 kenabian, bertepatan dengan tahun 616 M. Di antara isi piagam pemboikotan ini adalah sebagai berikut:
1. Mereka tidak akan menikahi orang-orang Islam
2. Mereka tidak akan menerima permintaan nikah dari orang-orang Islam
3. Mereka tidak akan berjual beli apa saja dengan orang-orang Islam
4. Mereka tidak akan berbicara dan tidak akan menengok orang-orang Islam yang sakit
5. Mereka tidak akan menerima permintaan damai dengan orang-orang Islam, sehingga mereka menyerahkan Muhammad untuk dibunuh.
Akibat pemboikotan tersebut, Bani Hasyim menderita kelaparan, kemiskinan dan kesengsaraan yang tiada bandingnya saat itu. Pemboikotan itu baru berhenti setelah beberapa pemimpin Quraisy menyadari bahwa apa yang mereka lakukan sungguh suatu tindakan yang sangat keterlaluan. Di antara mereka adalah Zubair bin Umayah, Hisyam bin Amr, Muth’im bin Adi, Abu Bakhtari bin Hisyam, dan Zama’ah bin al-Aswad. Mereka merasa iba dengan penderitaan yang dialami Bani Hasyim dan umat Islam. Akhirnya mereka merobak isi piagam tersebut dan mengeyahkannya. Dengan perobekan itu, otomatis pemboikotan berakhir.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar