Kamis, 20 Oktober 2016

10 Keutamaan Adzan dan Muadzin dan Mengusap Mata Saat Adzan

10 Keutamaan Adzan dan Muadzin

Adzan adalah panggilan untuk shalat. Meskipun disuarakan oleh manusia, pada hakikatnya adzan adalah panggilan Allah kepada segenap hamba-Nya untuk menunaikan shalat. Adzan memiliki banyak keutamaan yang luar biasa.

Berikut ini 10 keutamaan adzan berdasarkan hadits-hadits shahih (minimal hasan):

1. Pahala adzan sangat besar

Pahala adzan sangat besar. Begitu besarnya pahala adzan hingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengisyaratkan, jika orang-orang mengetahui pahalanya, mereka pasti berebut untuk adzan meskiun dengan cara diundi.

لَوْ يَعْلَمُ النَّاسُ مَا فِى النِّدَاءِ وَالصَّفِّ الأَوَّلِ ، ثُمَّ لَمْ يَجِدُوا إِلاَّ أَنْ يَسْتَهِمُوا عَلَيْهِ لاَسْتَهَمُوا


“Seandainya orang-orang mengetahui pahala yang terkandung pada adzan dan shaf pertama, kemudian mereka tidak mungkin mendapatkannya kecuali dengan cara mengadakan undian atasnya, niscaya mereka akan melakukan undian” (HR. Bukhari dan Muslim)

2. Makhluk dan benda yang mendengar adzan akan menjadi saksi bagi muadzin

Seluruh makhluk yang mendengar adzan seorang muadzin, mereka akan menjadi saksi baginya di hari kiamat kelak.

لا يَسْمَعُ صَوْتَهُ جِنٌّ وَلا إِنْسٌ وَلا حَجَرٌ وَلا شَجَرٌ إِلا شَهِدَ لَهُ


“Tidaklah adzan didengar oleh jin, manusia, batu dan pohon kecuali mereka akan bersaksi untuknya” (HR. Abu Ya’la)

لَا يَسْمَعُ صَوْتَهُ شَجَرٌ وَلَا مَدَرٌ وَلَا حَجَرٌ وَلا جِنٌّ وَلا إِنْسٌ إِلا شَهِدَ لَهُ


“Tidaklah suara adzan didengar oleh pohon, lumpur, baru, jin dan manusia, kecuali mereka akan bersaksi untuknya” (HR. Ibnu Khuzaimah)

3. Muadzin akan mendapat ampunan Allah

Di antara keutamaan adzan yang istimewa adalah, para muadzin akan mendapatkan ampunan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Benda-benda yang mendengar adzan –tanpa kita sadari- memohonkan ampunan Allah untuk muadzin.

الْمُؤَذِّنُ يُغْفَرُ لَهُ بِمَدِّ صَوْتِهِ وَيَشْهَدُ لَهُ كُلُّ رَطْبٍ وَيَابِسٍ


“Muadzin diampuni sejauh jangkauan adzannya. Seluruh benda yang basah maupun yang kering yang mendengar adzannya memohonkan ampunan untuknya” (HR. Ahmad)

4. Orang yang adzan mendapat pahala seperti orang yang shalat bersamanya

Jika seorang muadzin mengumandangkan di masjid atau mushola, kemudian orang berduyun-duyun menunaikan shalat jamaah karena mendengar adzan tersebut, maka muadzin mendapatkan keutamaan ahala seperti pahala orang-orang yang shalat bersamanya tersebut.

وَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ مَنْ صَلَّى مَعَهُ


“Muadzin mendapatkan pahala seperti pahala orang yang shalat bersamanya” (HR. An Nasa’i)

5. Muadzin menjadi orang yang dipercaya Allah

الإِمَامُ ضَامِنٌ وَالْمُؤَذِّنُ مُؤْتَمَنٌ اللَّهُمَّ أَرْشِدِ الأَئِمَّةَ وَاغْفِرْ لِلْمُؤَذِّنِينَ


“Imam adalah penjamin dan muadzin adalah orang yang dipercaya. Ya Allah, luruskanlah para imam dan ampunilah muadzin” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)

6. Muadzin didoakan Rasulullah

Seperti hadits di atas, Rasulullah mendoakan muadzin, memintakan ampunan Allah baginya. Doa Rasulullah pastilah maqbul. Dan bukan hanya di hadits itu beliau mendoakan muadzin. Di hadits lain beliau juga mendoakan dan memintakan ampunan.

فَأَرْشَدَ اللَّهُ الْأَئِمَّةَ وَ غَفَرَ لِلْمُؤَذِّيْنَ


“Semoga Allah meluruskan para imam dan mengampuni para muadzin” (HR. Ibnu Hibban)

7. Adzan membuat syetan takut dan lari terkentut-kentut

إِذَا نُودِىَ لِلصَّلاَةِ أَدْبَرَ الشَّيْطَانُ وَلَهُ ضُرَاطٌ حَتَّى لاَ يَسْمَعَ التَّأْذِينَ


“Apabila adzan untuk shalat dikumandangkan, setan melarikan diri terkentut-kentut sampai tidak mendengar adzan” (HR. Bukhari dan Muslim)

8. Leher muadzin akan dipanjangkan di hari kiamat

Para muadzin akan dimuliakan Allah di hari kiamat, di antaranya dengan dipanjangkan lehernya.

الْمُؤَذِّنُونَ أَطْوَلُ النَّاسِ أَعْنَاقًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ


“Para muadzin adalah orang yang berleher panjang pada hari kiamat” (HR. Muslim)

9. Orang yang adzan dibanggakan Allah di hadapan malaikat-Nya

يَعْجَبُ رَبُّكُمْ مِنْ رَاعِى غَنَمٍ فِى رَأْسِ شَظِيَّةٍ بِجَبَلٍ يُؤَذِّنُ بِالصَّلاَةِ وَيُصَلِّى فَيَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ انْظُرُوا إِلَى عَبْدِى هَذَا يُؤَذِّنُ وَيُقِيمُ الصَّلاَةَ يَخَافُ مِنِّى فَقَدْ غَفَرْتُ لِعَبْدِى وَأَدْخَلْتُهُ الْجَنَّةَ


“Tuhanmu takjub kepada seorang penggembala domba di puncak bukit gunung, dia mengumandangkan adzan untuk shalat lalu dia shalat. Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, ‘Lihatlah hambaKu ini, dia mengumandangkan adzan dan beriqamat untuk shalat, dia takut kepadaKu. Aku telah mengampuni hambaKu dan memasukkannya ke dalam surga” (HR. Abu Dawud dan An Nasa’i)

10. Para muadzin akan dimasukkan ke dalam surga

Inilah puncak dari keutamaan adzan. Orang yang adzan akan dimasukkan Allah ke dalam surga-Nya sebagaimana hadits di atas dan hadits di bawah ini:

Dari Abu Hurairah,

كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَامَ بِلَالٌ يُنَادِي فَلَمَّا سَكَتَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ قَالَ مِثْلَ هَذَا يَقِينًا دَخَلَ الْجَنَّةَ


“Kami pernah bersama Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, lalu Bilal berdiri mengumandangkan adzan. Ketika selesai, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Barangsiapa mengucapkan seperti ini dengan yakin, niscaya dia masuk surga’.” (HR. An Nasa’i)

Semoga 10 keutamaan adzan dan muadzin ini menyemangati kita untuk bersemangat dan tidak malu jika memiliki kesempatan adzan atau menjadi muadzin.

Maraji’:
Shahih At Targhib wa At Tarhib
Kitab Fadha’il A’mal
Maktabah Syamilah


Hadis yang membuktikan hal itu adalah :

“Kami pernah bersama Rasulullah SAW, lalu Bilal berdiri mengumandangkan adzan. Ketika selesai, Rasulullah SAW bersabda : “barang siapa yang mengucapkan seperti ini dengan yakin, niscaya dia masuk surga” (HR An Nasa’i).

Bagaimana, apakah anda masih berfikir kembali untuk bisa menjadi seorang muadzin? Setidaknya jika anda tidak berkemampuan untuk mengumandangkan adzan di masjid, maka setidaknya anda wajib mengikuti ucapan adzan.

Ya, mengikuti ucapan adzan adalah hal wajib yang perlu di lakukan siapa saja yang mendengar suara adzan. Lalu selain dengan hadist yang menjelaskan tentang keistimewaan menjadi seorang muadzin, adakan hadis yang tentang keutamaan adzan?

Tentu saja ada dan bahkan begitu banyak, dimana hadist-hadist tersebut antara lain adalah :

• Dari Malik bin Al-Huwairits, sesungguhnya Nabi SAW bersabda, "Apabila waktu shalat telah tiba, maka hendaklah salah seorang diantara kamu adzan untuk (shalat)mu, dan hendaklah yang tertua diantara kamu bertindak sebagai imam bagi kamu". [HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim, dalam Nailul Authar juz 2, hal. 37]

• Dari Abu Hurairah, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, "Imam itu adalah penanggung jawab dan muadzin itu adalah orang yang diserahi amanat. Ya Allah, pimpinlah para imam itu dan ampunilah para muadzdzin". [HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Tirmidzi, dalam NailulAuthar juz 2, hal. 37]

• Dari Nafi' dari Ibnu 'Umar, ia berkata : Dahulu kaum muslimin ketika tiba di Madinah (dari Makkah) mereka berkumpul menunggu-nunggu waktu shalat, sedangkan tidak ada seruan untuk shalat. Lalu pada suatu hari mereka membicarakan tentang hal itu. Sebagian ada yang berkata, "Gunakanlah lonceng seperti loncengnya orang Nashrani". Dan sebagian yang lain berkata, "Gunakanlah terompet seperti terompetnya orang Yahudi". 'Umar berkata, "Mengapa kalian tidak menyuruh seseorang menyeru untuk shalat ?". Lalu Rasulullah SAW bersabda, "Hai Bilal, bangkitlah, serulah untuk shalat !". [HR. Bukhari juz 1, hal. 150]

3 hadis tersebut baru sebagian, masih banyak hadist shahih lainnya yang menjelaskan tentang keutamaan muadzin dan adzan.


Dalil Doa dan Amalan Mengusap Mata Saat Adzan 
Ketika muadzin membaca lafadz syahadat Rasul “Asyhadu anna Muhammadan Rasulullah” biasanya ada sebagian orang yang mencium jempolnya terus diusapkan ke mata. Berikut adalah tulisan Ustadz Ma'ruf Khozin tentang penjelasan para ulama mengenai hal itu.

Masalah ini tidak berkaitan dengan hukum sunnah atau yang lain bila dilakukan dalam adzan, namun sebuah doa yang dilakukan beberapa ulama khususnya yang bermadzhab Malikiyah. Syaikh Abu Abdillah Muhammad bin Muhammad bin Abdurrahman al-Maghrabi berkata:

وَرُوِيَ عَنْ الْخَضِرِ عَلَيْهِ السَّلَامُ أَنَّهُ قَالَ : مَنْ قَالَ حِينَ يَسْمَعُ الْمُؤَذِّنَ يَقُولُ : أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ مَرْحَبًا بِحَبِيبِي وَقُرَّةِ عَيْنِي مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ يُقَبِّلُ إبْهَامَيْهِ ، وَيَجْعَلُهُمَا عَلَى عَيْنَيْهِ لَمْ يَعْمَ ، وَلَمْ يَرْمَدْ أَبَدًا (مواهب الجليل في شرح مختصر الشيخ خليل – ج 3 / ص 355)


Diriwayatkan dari Nabi Khidhir As. bahwa ia berkata: “Barangsiapa yang mendengar bacaan muadzin “Asyhadu anna Muhammadan Rasulullah”, lalu ia berdoa “Marhaban bihabibiy waqurrati ainiy Muhammadibni Abdillah Saw.”, lalu mengecup dua jari jempolnya dan diletakkan (diusapkan) ke kedua matanya, maka ia tidak akan mengalami buta dan sakit mata selamanya.” (Mawahib al-Jalil Syarh Mukhtashar asy-Syaikh Khalil juz 3 halaman 355).

Bahkan dalam referensi ulama Malikiyah tidak sekedar dijelaskan ‘tata caranya’, namun juga faedahnya:

( فَائِدَةٌ ) قَالَ فِي الْمَسَائِلِ الْمَلْقُوطَةِ : حَدَّثَنَا الْفَقِيهُ الصَّدِيقُ الصَّدُوقُ الصَّالِحُ الْأَزْكَى الْعَالِمُ الْأَوْفَى الْمُجْتَهِدُ الْمُجَاوِرُ بِالْمَسْجِدِ الْحَرَامِ الْمُتَجَرِّدُ الْأَرْضَى صَدْرُ الدِّينِ بْنُ سَيِّدِنَا الصَّالِحِ بَهَاءِ الدِّينِ عُثْمَانَ بْنِ عَلِيٍّ الْفَاسِيِّ حَفِظَهُ اللَّهُ تَعَالَى قَالَ : لَقِيتُ الشَّيْخَ الْعَالِمَ الْمُتَفَنِّنَ الْمُفَسِّرَ الْمُحَدِّثَ الْمَشْهُورَ الْفَضَائِلُ نُورَ الدِّينِ الْخُرَاسَانِيَّ بِمَدِينَةِ شِيرَازَ ، وَكُنْتُ عِنْدَهُ فِي وَقْتِ الْأَذَانِ فَلَمَّا سَمِعَ الْمُؤَذِّنَ يَقُولُ : أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ قَبَّلَ الشَّيْخُ نُورُ الدِّينِ إبْهَامَيْ يَدَيْهِ الْيُمْنَى وَالْيُسْرَى وَمَسَحَ بِالظُّفْرَيْنِ أَجْفَانَ عَيْنَيْهِ عِنْدَ كُلِّ تَشَهُّدٍ مَرَّةً بَدَأَ بِالْمُوقِ مِنْ نَاحِيَةِ الْأَنْفِ ، وَخَتَمَ بِاللَّحَاظِ مِنْ نَاحِيَةِ الصُّدْغِ ، قَالَ فَسَأَلَتْهُ عَنْ ذَلِكَ ، فَقَالَ : إنِّي كُنْتُ أَفْعَلُهُ مِنْ غَيْرِ رِوَايَةِ حَدِيثٍ ، ثُمَّ تَرَكْتُهُ فَمَرِضَتْ عَيْنَايَ فَرَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْمَنَامِ ، فَقَالَ لِي لِمَ تَرَكْتَ مَسْحَ عَيْنَيْكَ عِنْدَ ذِكْرِي فِي الْأَذَانِ إنْ أَرَدْتَ أَنْ تَبْرَأَ عَيْنَاكَ فَعُدْ إلَى الْمَسْحِ أَوْ كَمَا قَالَ فَاسْتَيْقَظْتَ وَمَسَحْتَ فَبَرِئَتْ عَيْنَايَ وَلَمْ يُعَاوِدْنِي مَرَضُهُمَا إلَى الْآنَ . (مواهب الجليل في شرح مختصر الشيخ خليل للشيخ ابي عبد الله محمد بن محمد بن عبد الرحمن المغربي - ج 3 / ص 354 وحاشية العدوي على شرح كفاية الطالب الرباني للشيخ علي ابي الحسن المالكي - ج 2 / ص 281)


“(Faedah) disebutkan dalam kitab al-Masail al-Malquthah, bahwa telah bercerita kepada kami ahli fiqh yang sangat terpercaya, yang hsaleh, bersih, berilmu sempurna, seorang mujtahid, bertetangga dengan Masjid al-Haram, menyendiri, Shadruddin bin Sayyidina Shaleh Bahauddin Utsman bin Ali al-Fasi, hafidzahullah, ia berkata: “Saya bertemu dengan seorang syaikh yang ahli di bidang banyak ilmu, ahli tafsir, ahli hadits, yang populer keutamaannya, Nuruddin al-Khurasan di Kota Syiraz. Saya berada di dekatnya saat adzan. Ketika ia mendengar ucapan muadzin “Asyhadu anna Muhammadan Rasulullah”, maka Syaikh Nuruddin mengecup kedua jari jempolnya, kanan dan kiri, lalu mengusapkan dengan kedua kuku ke kelopak matanya setiap bacaan syahadat, dimulai dari ujung mata yang lurus dengan hidung lalu mengenyamping ke arah pelipis.

Saya (Shadruddin) bertanya kepadanya tentang hal itu, maka ia menjawab: “Dulu saya melakukannya tanpa riwayat hadits, lalu saya meninggalkannya. Maka kedua mata saya sakit dan saya mimpi bertemu Rasulullah Saw. dan bersabda kepadaku: “Kenapa kamu tinggalkan mengusap kedua matamu ketika menyebutku dalam adzan. Jika kamu ingin kedua matamu sembuh maka ulangilah mengusap matamu.”

Lalu saya terbangun dan mengusap kedua mataku. Dan sampai sekarang tidak pernah sakit mata lagi.” (Mawahib al-Jalil juz 3 halaman 354 dan Hasyiyah al-Adawi juz 2 halaman 281).

Kendati sudah masyhur dilakukan sebagian ulama, namun ulama Malikiyah menegaskan hal tersebut bukan bersumber dari hadits:

وَاشْتَهَرَ عِنْدَ بَعْضِ النَّاسِ وِرْدٌ إِلَّا قَوْلَ الْمُؤَذِّنِ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللّهِ يُقَبِّلُوْنَ إِبْهَامَهُمْ وَيَمُرُّوْنُ بِهَا عَلَى أَعْيُنِهِمْ قَائِلِيْنَ: مَرْحَبًاً بِحَبِيْبِي وَقُرَّةِ عَيْنِي مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ اللّهِ، وَهَذَا لَمْ يَرِدْ فِي حَدِيْثٍ (إرْشَادُ السَّالِك: للشيخ عبد الرحمن شهاب الدين البغدادي - ج 1 / ص 27)


“Telah masyhur di sebagian ulama sebuah wirid, kecuali saat ucapan muadzin “Asyhadu anna Muhammadan Rasulullah”, lalu mereka mengecup dua jari jempolnya dan diusapkan ke kedua matanya, kemudian mereka berdoa “Marhaban bihabibiy waqurrati ‘ainiy Muhammadibni Abdillah Saw”. Hal ini tidak bersumber dari hadits.” (Syaikh Syihabuddin al-Baghdadi dalam Irsyad as-Salik juz 1 halaman 27).

Sementara dalam madzhab Syafi’iyah penjelasan tersebut terdapat dalam kitab I’anat ath-Thalibin juz 1 halaman 281 yang mengutip dari Hasyiyah Abi Jamrah karya asy-Syaikh asy-Syinwani. Saya sendiri (Ustadz Ma’ruf Khozin) mendapat ijazah ini dari Syaikh Abdul Malik bin KH. Fathul Bari al-Makki, yang hadir saat itu adalah Alm. KH. Zainullah bin KH. Bukhari, abah saya Alm. H. Khozin Yahya dan saya sendiri, sekitar tahun 1990.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar