Kamis, 07 Mei 2015

Tentara Islam tiba di Tabuk.

Tarikh Nabi Muhammad SAW (ke-142)
Tentara Islam tiba di Tabuk.
Setelah singgah di Hijr, kemudian Nabi SAW dan pasukannya melanjutkan perjalanan ke Tabuk. Dalam perjalanan, segenap tentara Islam kelihatan tenang dan tabah, sekalipun menempuh berbagai macam kepayahan dan kesulitan. Tiba-tiba seekor unta Nabi SAW hilang dengan tidak diketahui oleh seorangpun. Nabi SAW lalu menyuruh shahabat-shahabatnya untuk mencarinya.
Zaid bin Lushait Al-Qainuqa’iy yang ketika itu mengendarai kendaraan ‘Umarah bin Hazm, setelah mendengar bahwa Nabi sedang ribut-ribut menyuruh shahabatnya mencari untanya yang hilang, lalu ia berkata :
اَ لَيْسَ مُحَمَّدٌ يَزْعُمُ اَنَّهُ نَبِيٌ، وَ يُخْبِرُكُمْ عَنْ خَبَرِ السَّمَاءِ، وَ هُوَ لاَ يَدْرِى اَيْنَ نَاقَتُهُ؟. ابن هشام
Bukankah Muhammad mendakwakan dirinya menjadi Nabi, ia memberitakan kepada kalian tentang berita-berita dari langit, tetapi mengapa ia tidak mengetahui dimana untanya yang hilang ?. [Ibnu Hisyam juz 5, hal. 203]
Ketika ‘Umarah bin Hazm (seorang yang pernah ikut perang Badr) sedang berada di samping Rasulullah SAW, beliau bersabda :
اِنَّ رَجُلاً قَالَ: هذَا مُحَمَّدٌ يُخْبِرُكُمْ اَنَّهُ نَبِيٌّ وَ يَزْعُمُ اَنَّهُ يُخْبِرُكُمْ بِاَمْرِ السَّمَاءِ وَ هُوَ لاَ يَدْرِى اَيْنَ نَاقَتُهُ. وَ اِنّى وَ اللهِ مَا اَعْلَمُ اِلاَّ مَا عَلَّمَنِيَ اللهُ وَ قَدْ دَلَّنِيَ اللهُ عَلَيْهَا. وَ هِيَ فِى هذَا اْلوَادِى فِى شِعْبِ كَذَا وَ كَذَا وَ قَدْ حَبَسَتْهَا شَجَرَةٌ بِزِمَامِهَا. فَانْطَلِقُوْا حَتَّى تَأْتُوْنِى بِهَا. ابن هشام
Sesungguhnya ada seorang laki-laki berkata, “Muhammad ini memberi-tahukan kepadamu, bahwa sesungguhnya ia itu seorang Nabi dan mendakwakan dirinya bahwa ia memberitahukan kepadamu tentang urusan langit, padahal ia sendiri tidak mengerti dimana untanya yang hilang itu. Demi Allah, sesungguhnya aku tidak dapat mengetahui melainkan apa yang Allah telah beritahukan kepadaku, dan sungguh kini Allah telah menunjukkan kepadaku, bahwa unta itu berada di lembah ini,  di lereng ini dan ini, ia terjerat dengan kendalinya di sebuah pohon, maka dari itu berangkatlah kalian untuk mencarinya, sehingga kalian datang kepadaku dengan membawanya. [Ibnu Hisyam juz 5, hal. 203]
Kemudian sebagian para shahabat mencari ke tempat yang telah ditunjukkan oleh Nabi SAW. Selang beberapa saat kemudian datanglah mereka kepada Nabi SAW dengan membawa unta tersebut.
Setelah unta Nabi itu ditemukan, lalu ‘Umarah bin Hazm memanggil Zaid bin Lushait dan memukul lehernya sambil berkata :
اُخْرُجْ أَيْ عَدُوَّ اللهِ مِنْ رَحْلِى، فَلاَ تُصَحّبْنِى. ابن هشام
Keluarlah kamu dari kendaraanku hai musuh Allah, dan jangan menemaniku lagi. [Ibnu Hisyam juz 5, hal. 203]
Kemudian Nabi SAW bersama pasukannya melanjutkan perjalanan ke Tabuk.
Pasukan Romawi mengundurkan diri
Sebelum tentara muslimin sampai di Tabuk, pihak angkatan perang kerajaan Romawi telah mengambil tempat di perbatasan Jazirah ‘Arab. Setelah mendengar khabar bahwa tentara muslimin dengan dipimpin oleh Nabi Muhammad sendiri sudah mendekati Tabuk, yaitu daerah mereka yang terdepan, dan jumlahnya besar sekali, jauh lebih besar, bahkan berlipat ganda daripada tentara yang pernah datang ke Mu’tah, mereka lalu ketakutan. Kemudian para komandan mereka mengadakan pembicaraan. Pembicaraan mereka itu berakhir dengan memutuskan bahwa lebih baik mundur saja. Kemudian mereka mengumumkan kepada segenap tentaranya, bahwa penyerbuan terhadap kota Madinah dan penyerangan terhadap kaum muslimin tidak jadi dilanjutkan, dan mereka diperintahkan agar kembali ke tempat kedudukan mereka semula, yaitu ke dalam batas-batas negeri sendiri, dan bertahan di negeri sendiri.
Oleh karena tentara musuh telah mundur ke negeri mereka sendiri, maka ketika Nabi SAW bersama pasukannya tiba di Tabuk, tidak seorangpun dari pihak musuh yang dijumpainya. Nabi SAW ketika itu mengambil keputusan, tidak akan melewati perbatasan Jazirah ‘Arab itu, dan tidak akan mengejar musuh yang sudah mundur dengan sendirinya. Hanya Nabi SAW menunggu sampai beberapa hari di tempat tersebut, sambil mengembangkan dakwah Islam kepada segenap penduduk yang bermukim di sekeliling tempat perbatasan itu.
Abu Khaitsamah menyusul Nabi SAW
Abu Khaitsamah, shahabat Nabi SAW yang setia ini ketika Nabi SAW berangkat bersama kaum muslimin, ia tidak ikut berangkat bersama mereka, beberapa hari ia tinggal bersama keluarganya.
Ketika tentara muslimin berangkat dari Tsaniyatul Wada’, Abu Khaitsamah kembali ke tempat kediamannya, puluhan ribu kawannya meninggalkan kampung halaman, meninggalkan keluarga dan meninggalkan segala kesenangan mereka, berjalan mengarungi lautan pasir yang luas, dibawah teriknya sinar matahari dalam perjalanan jauh.
Kemudian pada suatu hari, pada siang hari yang sangat panas Abu Khaitsamah sedang berada di kebunnya yang sejuk udaranya. Dua orang istrinya yang cantik jelita selalu menyediakan dirinya untuk melayaninya, dan masing-masing berada di kemahnya yang telah disirami dengan air agar dapat mendinginkan udara yang sedang panas itu. Keduanya telah menyediakan segala sesuatu yang diinginkannya. Makanan yang lezat-lezat dan minuman yang sejuk segar telah tersedia untuknya.
Ketika ia melihat dua orang istrinya yang cantik jelita dan telah menyediakan segala sesuatu untuknya, tiba-tiba terbayanglah dalam pikirannya dan tergores pula dalam hati sanubarinya tentang keadaan yang sedang dirasakan oleh Nabi SAW dan pasukan muslimin, sehingga dengan serta-merta ia berkata :
رَسُوْلُ اللهِ ص فِى الضّحّ وَ الرّيْحِ وَ اْلحَرّ، وَ اَبُوْ خَيْثَمَةَ فِى ظِلّ بَارِدٍ وَ طَعَامٍ مُهَيّأ وَ امْرَأَةٍ حَسْنَاءَ فِى مَالِهِ مُقِيْمٍ، وَ مَا هذَا بِالنَّصَفِ، ثُمَّ قَالَ: وَ اللهِ لاَ اَدْخُلَ عَرِيْشَ وَاحِدَةً مِنْكُمَا حَتَّى اَلْحَقَ بِرَسُوْلِ اللهِ ص، فَهَيّئَا لِى زِيَادًا. ابن هاشام
“Rasulullah SAW berada di bawah teriknya matahari, terkena angin dan udara yang sangat panas, sedang Abu Khaitsamah berada di tempat yang teduh, dengan disediakan makanan yang lezat-lezat, minuman yang sejuk segar, bersama perempuan yang cantik jelita, bersuka ria dengan kekayaannya. Ini tidak pantas”. Selanjutnya ia berkata, “Demi Allah, saya tidak akan memasuki kemah satupun dari kamu berdua, sehingga saya menyusul Rasulullah. Maka sediakanlah perbekalan untukku”. [Ibnu Hisyam juz 5, hal. 200]
Demikianlah kata Abu Khaitsamah kepada kedua istrinya, lalu keduanya menyiapkan perbekalan. Kemudian Abu Khaitsamah mengambil sebilah pedang dan tombaknya, dan kendaraannya disiapkan, lalu berangkat untuk mengejar dan menyusul Nabi SAW dan kaum muslimin.
Abu Khaitsamah menuju ke Tabuk seorang diri, dan sebelum sampai di tempat yang dituju, tiba-tiba di tengah perjalanan ia bertemu dengan ‘Umair bin Wahab Al-Jumahiy. ‘Umair ini pun sedang mencari Nabi SAW. Dengan demikian, Abu Khaitsamah berjalan bersama dengan ‘Umair, lalu Abu Khaitsamah berkata kepada ‘Umair :
اِنَّ لِى ذَنْبًا فَلاَ عَلَيْكَ اَنْ تَخَلّفَ عَنّى حَتَّى آتِيَ رَسُوْلَ اللهِ ص. ابن هشام
“Sesungguhnya saya ini mempunyai dosa, maka tidak mengapa engkau berjalan di belakang saya saja, sehingga saya datang kepada Rasulullah SAW”. [Ibnu Hisyam jus 5, hal. 200]
Kemudian ‘Umair pun menuruti kemauan Abu Khaitsamah. Ia berjalan di belakangnya hingga ke Tabuk, sedangkan Nabi SAW waktu itu sudah berhenti di Tabuk.
Angkatan perang muslimin setelah melihat ada orang yang datang dengan berkendaraan, lalu berkata :
هذَا رَاكِبٌ عَلَى الطَّرِيْقِ مُقْبِلٌ
Itu ada orang datang sedang berjalan menuju kemari.
Nabi SAW bersabda :
كُنْ اَبَا خَيْثَمَةَ.
“Mudah-mudahan ia Abu Khaitsamah”.
Kemudian mereka berkata :
يَا رَسُوْلَ اللهِ هُوَ وَ اللهِ اَبُوْ خَيْثَمَةَ
“Ya Rasulullah, dia memang betul Abu Khaitsamah”.
Setelah Abu Khaitsamah turun dari kendaraannya, lalu segera datang menghadap Nabi SAW. Kemudian beliau bersabda kepadanya :
اَوْلىَ لَكَ يَا اَبَا خَيْثَمَةَ
Hampir saja kamu mendapat kebinasaan, hai Abu Khaitsamah.
Kemudian Abu Khaitsamah memberitahukan kepada Nabi SAW tentang peristiwa yang dialaminya. Nabi SAW bersabda kepadanya, “Baik”. Dan beliau pun lalu mendoakan kebaikan untuknya.
Abu Dzarr datang terlambat di Tabuk.
Ketika Nabi SAW bersama tentaranya dalam perjalanan menuju ke Tabuk, diantara tentara kaum muslimin ada yang berkata kepada Nabi SAW, “Ya Rasulullah, si Fulan tertinggal tidak ikut berangkat”. Kemudian dikatakan pula kepada Nabi SAW, “Ya Rasulullah, sesungguhnya Abu Dzarr telah tertinggal, karena unta yang dikendarainya sangat lambat”. Nabi SAW lalu menjawab :
دَعُوْهُ، فَاِنْ يَكُ فِيْهِ خَيْرٌ فَسَيُلْحِقُهُ اللهُ تَعَالىَ بِكُمْ، وَ اِنْ يَكُ غَيْرَ ذلِكَ فَقَدْ اَرَاحَكُمُ اللهُ مِنْهُ. ابن هشام
Biarkanlah dia, jika padanya ada kebaikan, maka Allah Ta’aalaa akan menyusulkan dia kepada kalian, dan jika padanya selain yang demikian, maka sesungguhnya Allah telah melapangkan kalian daripadanya. [Ibnu Hisyam juz 5, hal. 203]
Abu Dzarr terlambat karena kendaraannya, maka ketika kendaraannya terus lambat jalannya, lalu ia mengambil perbekalannya, lalu membawanya di atas punggungnya, kemudian ia berjalan kaki mengikuti jejak Nabi SAW dan pasukan muslimin. Ketika Nabi SAW telah berhenti di salah satu tempat, ia datang menuju ke tempat itu, dan ia terlihat oleh sebagian tentara muslimin. Kemudian orang yang melihatnya itu berkata kepada Nabi SAW :
يَا رَسُوْلَ اللهِ، اِنَّ هذَا الرَّجُلَ يَمْشِى عَلَى الطَّرِيْقِ وَحْدَهُ.
“Ya Rasulullah, sesungguhnya itu ada seorang laki-laki datang berjalan kaki sendirian”.
Nabi SAW bersabda :
كُنْ اَبَا ذَرّ.
“Semoga dia Abu Dzarr”.
Ketika orang-orang memperhatikan benar-benar tentang orang yang sedang berjalan sendirian itu, mereka melihat bahwa yang datang itu betul Abu Dzarr, mereka lalu berkata kepada Nabi SAW :
يَا رَسُوْلَ اللهِ، هُوَ وَ اللهِ اَبُوْ ذَرّ.
“Ya Rasulullah, demi Allah, dia adalah Abu Dzarr”.
Lalu Nabi SAW bersabda :
رَحِمَ اللهُ اَبَا ذَرّ يَمْشِى وَحْدَهُ وَ يَمُوْتُ وَحْدَهُ وَ يُبْعَثُ وَحْدَهُ. ابن هشام
“Semoga Allah merahmati kepada Abu Dzarr, ia berjalan sendirian, ia akan mati sendirian, dan ia akan dibangkitkan sendirian”. [Ibnu Hisyam juz 5, hal. 204]
Akhirnya Abu Dzarr betemu juga dengan Nabi SAW di tempat tersebut dan bisa bergabung dengan tentara kaum muslimin.
Perjanjian antara Nabi Muhammad SAW dengan Yuhannah bin Ru’bah
Setelah beberapa hari Nabi SAW bersama tentara muslimin berada di Tabuk, sedang pihak musuh yang akan dihadapinya telah mengundurkan diri, tiba-tiba datanglah seorang yang bernama Yuhannah bin Ru’bah pemegang kekuasaan kota Ailah yang menganut agama Nashrani dan teman-temannya yang menguasai Jarba’, Adzruh dan Miinaa’. Yuhannah memberi hadiah kepada Nabi SAW berupa seekor baghal putih, sedangkan Nabi SAW memberinya hadiah berupa sebuah kain selimut.
Kemudian Nabi SAW menyeru kepadanya supaya masuk Islam, tetapi ia menyatakan dengan terus-terang, bahwa ia belum mau masuk Islam, namun sanggup membayar jizyah dari segenap penduduk yang dibawah kekuasaannya. Maka Nabi SAW mengadakan perjanjian perdamaian dengannya, sebagai jaminan bagi keselamatan penduduknya. Selanjutnya Nabi SAW memerintahkan kepada seorang penulisnya supaya menuliskan surat perjanjian perdamaian untuk Yuhannah bin Ru’bah dan untuk segenap penduduk kota Ailah. Adapun bunyi surat perjanjian yang ditulis itu sebagai berikut :
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ، هذِهِ اَمَنَةٌ مِنَ اللهِ وَ مُحَمَّدٍ النَّبِيّ رَسُوْلِ اللهِ لِيُحَنَّةَ بْنِ رُؤْبَةَ وَ اَهْلِ أَيْلَةِ، سُفُنِهِمْ وَ سَيَّارَتِهِمْ فِى اْلبَرّ وَ اْلبَحْرِ، لَهُمْ ذِمَّةُ اللهِ وَ ذِمَّةُ مُحَمَّدِ النَّبِيّ، وَ مَنْ كَانَ مَعَهُمْ مِنْ اَهْلِ الشَّامِ وَ اَهْلِ اْليَمَنِ وَ اَهْلِ اْلبَحْرِ، فَمَنْ اَحْدَثَ مِنْهُمْ حَدَثًا فَاِنَّهُ لاَ يَحُوْلُ مَالُهُ دُوْنَ نَفْسِهِ، وَ اِنَّهُ طَيّبٌ لِمَنْ اَخَذَهُ مِنَ النَّاسِ، وَ اِنَّهُ لاَ يَحِلُّ اَنْ يُمْنَعُوْا مَاءً يَرِدُوْنَهُ وَ لاَ طَرِيْقًا يُرِيْدُوْنَهُ مِنْ بَرّ اَوْ بَحْرٍ. ابن هشام
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Inilah keamanan dari Allah dan Muhammad seorang Nabi, Rasulullah, kepada Yuhannah bin Ru’bah dan penduduk Ailah, perahu-perahu dan kendaraan-kendaraan mereka di darat mapun di laut. Mereka mendapat jaminan dari Allah dan dari Muhammad seorang Nabi, begitu pula bagi orang yang beserta mereka dari penduduk Syam, penduduk Yaman serta penduduk pantai. Barangsiapa diantara mereka yang melanggar satu pelanggaran (dari perjanjian ini), maka sesungguhnya harta bendanya tidak akan dapat memelihara (melindungi) dirinya, dan sesungguhnya harta benda itu barang yang baik untuk orang yang mengambilnya diantara manusia. Dan sesungguhnya mereka tidak boleh dihalangi untuk mendatangi tempat-tempat air dan tidak boleh pula (dihalangi) untuk melalui jalan yang mereka kehendaki, baik di darat ataupun di laut. [Ibnu hisyam juz 5, hal. 207]
Adapun bunyi surat perjanjian keamanan untuk penduduk Adzruh dan Jarbaa’ sebagai berikut :
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ. هذَا كِتَابٌ مِنْ مُحَمَّدِ النَّبِيّ ِلاَهْلِ اَذْرُحَ وَ جَرْبَاءَ، اِنَّهُمْ امِنُوْنَ بِاَمَانِ اللهِ وَ اَمَانِ مُحَمَّدٍ. وَ اِنَّ عَلَيْهِمْ مِائَةَ دِيْنَارٍ فِى كُلّ رَجَبٍ وافِيَةً طَيّبَةً. وَ اللهُ كَفِيْلٌ بِالنُّصْحِ وَ اْلاِحْسَانِ اِلىَ اْلمُسْلِمِيْنَ. السيرة الحلبية
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Ini adalah surat dari Muhammad seorang Nabi, untuk penduduk Adzruh dan penduduk Jarbaa’. Bahwasanya mereka itu aman dengan keamanan Allah dan keamanan Muhammad, dan bahwasanya mereka wajib membayar jizyah seratus dinar pada tiap bulan Rajab dengan sempurna serta baik. Dan Allah adalah Pemelihara dengan pengajaran yang baik dan berbuat baik kepada kaum muslimin. [Sirah Halabiyah juz 3, hal. 199]
Demikianlah penduduk Adzruh dan penduduk Jarbaa’ ditetapkan masing-masing membayar seratus dinar tiap tahun (setiap bulan Rajab, karena peristiwa tersebut terjadi pada bulan Rajab tahun ke-9 Hijriyah). Dan beliau membuat perjanjian damai dengan penduduk Miinaa’ dengan ditetapkan membayar seperempat dari hasil bumi atau hasil buah-buahan mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar