PADA waktu itu, orang-orang Quraisy tidak berani berhadapan langsung
dengan Nabi Muhammad SAW untuk memintanya agar meninggalkan kegiatan
dakwah, karena mereka masih memandang posisi sosial pamannya, yaitu Abu
Thalib, sebagai salah seorang tokoh masyarakat Quraisy. Tetapi mereka
berani mengambil tindakan terhadap keluarga dan sahabat Nabi.
Melihat usaha pendekatan Abu Thalib gagal dan agama Islam terus
memperoleh pengikut, Abu Jahal dan Abu Sufyan mendatangi Abu Thalib
kembali sambil mengancam. Mereka berkata, “Hai Abu Thalib, kamu sudah
tua, kamu harus mampu menjaga dirimu dan jangan membela Muhammad. Kalau
hal itu dilakukan terus, maka keluarga kita akan pecah.” Tetapi ancaman
itu juga tidak berhasil. Hal itu disebabkan karena tekad kuat Nabi
Muhammad SAW sudah bulat untuk terus melaksanakan dakwah Islam kepada
masyarakat Mekah meskipun ia harus bertaruh nyawa.
Gagal melakukan pendekatan melalui jalur kekeluargaan, akhirnya
pimpinan masyarakat Quraisy lainnya datang kepada Abu Thalib untuk
membujuknya agar bisa menghentikan kegiatan dakwah keponakannya itu.
Kali ini bukan ancaman yang diberikan, melainkan tawaran. Ia menawarkan
seorang pemuda tampan bernama Amrah bin Al-Walid yang usianya sebaya
dengan Nabi Muhammad SAW. Lalu mereka berkata, “Hai Abu Thalib, Muhammad
saya tukar dengan pemuda ini. Peliharalah orang ini dan serahkan
Muhammad kepada kami untuk kami bunuh.”
Mendengar ancaman dan tekanan itu, Abu Thalib menjawab dengan suara
lantang, “Hai orang kasar, silahkan dan berbuatlah sesukamu, aku tidak
takut.” Kemudian Abu Thalib mengundang keluarga Bani Hasyim untuk
meminta bantuan dan menjaga Muhammad dari ancaman dan penganiayaan kafir
Quraisy.
Setelah gagal melakukan tekanan kepada Nabi Muhammad SAW dan Abu
Thalib, pemimpin Quraisy mengutus Uthbah bin Rabi’ah untuk membujuk Nabi
Muhammad SAW agar menghentikan dakwahnya. Untuk itu, ia menawarkan
beberapa pilihan kepada Nabi Muhammad. Lalu ia berkata, “Hai Muhammad,
bila kamu menginginkan harta kekayaan, saya sanggup menyediakannya
untukmu. Bila kamu menginginkan pangkat yang tinggi, saya sanggup
mengangkatmu menjadi raja dan bila kamu menginginkan wanita cantik, saya
sanggup mencarikannya untukmu. Tetapi dengan syarat kamu menghentikan
kegiatan dakwahmu.”
Mendengar tawaran itu, Nabi Muhammad SAW menjawab dengan tegas
melalui surah As-Sajdah ayat 1-30. Demi mendengar firman itu, Uthbah
tertunduk malu dan hati kecilnya membenarkan ajaran Muhammad SAW.
Kemudian ia kembali kepada kaumnya dan menceritakan apa yang baru saja
dialaminya. Kemudian ia menganjurkan kepada masyarakat Quraisy dan
kawan-kawannya untuk menerima ajakan Muhammad SAW daripada memusuhinya.
Namun, mereka yang tidak senang dengan ajakan Nabi Muhammad SAW terus
berusaha mengganggu dan merintangi dakwah Nabi SAW dengan berbagai
cara, termasuk penyiksaan dan pembunuhan. Di antara sahabat Nabi
Muhammad SAW yang mendapat siksaan dari kaum kafir Quraisy adalah Bilal
bin Rabbah, Yasir, Amr bin Yasir, Suamiyah (istri Yasir), Khabbah bin
Aris, Ummu Ubais, Zinnirah, Abu Fukaihah, al-Nadyah, Amr bin Furairah
dan Hamamah. Mereka menerima siksaan di luar batas perikemanusiaan.
Misalnya; dipukul, dicambuk tidak diberi makan dan minum. Bilal dijemur
di bawah terik matahari dan ditindih batu besar. Istri Yasir yang
bernama Sumaiyah ditusuk dengan lembing sampa terpanggang. Siksaan itu
ternyata tidak hanya dialami oleh hamba sahaya dan orang-orang miskin,
tetapi juga dialami oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq, Zubair bin Awwam. Namun,
siksaan yang dialami Abu Bakar tidak berlangsung lama karena ia
mendapat pertolongan dari sukunya Bani Tamim.
4. Boikot dan Rencana Pembunuhan Terhadap Nabi Muhammad SAW
Kegagalan masyarakat kafir Quraisy dalam membujuk Nabi Muhammad SAW
untuk meninggalkan dakwahnya, justru memperkuat posisi umat Islam di
kota Mekah. Menguatnya posisi umat Islam memperkeras reaksi kaum kafir
Quraisy. Mereka mencoba menempuh cara-cara baru, yaitu melumpuhkan
kekuatan Nabi Muhammad SAW, yang bersandar pada perlindungan keluarga
Bani Hasyim. Caranya adalah memboikot mereka dengan memutuskan segala
bentuk hubungan dengan Bani Hasyim. Tidak seorangpun dari penduduk Mekah
yang diperkenankan melakukan hubungan jual beli dengan Bani Hasyim.
Persetujuan itu dibuat dalam bentuk piagam dan ditandatangani bersama
serta disimpan di dalam Ka’bah.
Dengan pemboikotan ini seluruh umat Islam terkepung di lembah
pegunungan dan terputus dari berbagai komunikasi dengan dunia luar.
Pemboikotan ini berlangsung selama lebih kurang 3 tahun, yang dimulai
pada bulan Muharram tahun ke-7 kenabian, bertepatan dengan tahun 616 M.
Di antara isi piagam pemboikotan ini adalah sebagai berikut:
1. Mereka tidak akan menikahi orang-orang Islam
2. Mereka tidak akan menerima permintaan nikah dari orang-orang Islam
3. Mereka tidak akan berjual beli apa saja dengan orang-orang Islam
4. Mereka tidak akan berbicara dan tidak akan menengok orang-orang Islam yang sakit
5. Mereka tidak akan menerima permintaan damai dengan orang-orang Islam, sehingga mereka menyerahkan Muhammad untuk dibunuh.
Akibat pemboikotan tersebut, Bani Hasyim menderita kelaparan,
kemiskinan dan kesengsaraan yang tiada bandingnya saat itu. Pemboikotan
itu baru berhenti setelah beberapa pemimpin Quraisy menyadari bahwa apa
yang mereka lakukan sungguh suatu tindakan yang sangat keterlaluan. Di
antara mereka adalah Zubair bin Umayah, Hisyam bin Amr, Muth’im bin Adi,
Abu Bakhtari bin Hisyam, dan Zama’ah bin al-Aswad. Mereka merasa iba
dengan penderitaan yang dialami Bani Hasyim dan umat Islam. Akhirnya
mereka merobak isi piagam tersebut dan mengeyahkannya. Dengan perobekan
itu, otomatis pemboikotan berakhir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar