Ibnu Ishaq rahimahullah berkata:
وَحَدّثَنِي عَبْدُ اللّهِ بْنُ أَبِي بَكْرِ بْنِ مُحَمّدِ بْنِ عَمْرِو بْنِ حَزْمٍ قَالَ حُدّثْت عَنْ صَفِيّةَ بِنْتِ حُيَيّ بْنِ أَخْطَبَ أَنّهَا قَالَتْ : كُنْت أَحَبّ وَلَدِ أَبِي إلَيْهِ وَإِلَى عَمّي أَبِي يَاسِرٍ لَمْ أَلْقَهُمَا قَطّ مَعَ وَلَدٍ لَهُمَا إلّا أَخَذَانِي دُونَهُ . قَالَتْ فَلَمّا قَدِمَ رَسُولُ اللّهِ صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ الْمَدِينَةَ ، وَنَزَلَ قُبَاءَ ، فِي بَنِي عَمْرِو بْنِ عَوْفٍ ، غَدَا عَلَيْهِ أَبِي ، حُيَيّ بْنُ أَخْطَبَ ، وَعَمّي أَبُو يَاسِرِ بْنِ أَخْطَبَ ، مُغَلّسَيْنِ . قَالَتْ فَلَمْ يَرْجِعَا حَتّى كَانَا مَعَ غُرُوبِ الشّمْسِ . قَالَتْ فَأَتَيَا كَالّيْنِ كَسْلَانَيْنِ سَاقِطَيْنِ يَمْشِيَانِ الْهُوَيْنَى . قَالَتْ فَهَشِشْتُ إلَيْهِمَا كَمَا كُنْتُ أَصْنَعُ فَوَاَللّهِ مَا الْتَفَتَ إلَيّ وَاحِدٌ مِنْهُمَا ، مَعَ مَا بِهِمَا مِنْ الْغَمّ . قَالَتْ وَسَمِعْت عَمّي أَبَا يَاسِرٍ وَهُوَ يَقُولُ لِأَبِي حُيَيّ بْنِ أَخْطَبَ : أَهُوَ هُوَ ؟ قَالَ: نَعَمْ وَاَللّهِ قَالَ: أَتَعْرِفُهُ وَتُثْبِتُهُ ؟ قَالَ: نَعَمْ .قَالَ: فَمَا فِي نَفْسِك مِنْهُ ؟ قَالَ:عَدَاوَتُهُ وَاَللّهِ مَا بَقِيتُ .
” Dan telah mengabarkan kepadaku ‘Abdullah bin Abi Bakr bin Muhammad bin ‘Amr bin Hazm, ia berkata:’ Aku diberitahu dari Shafiyyah binti Huyay bin Akhthab radhiyallahu ‘anha, bahwasanya dia radhiyallahu ‘anha berkata:’ Dahulu aku adalah anak kesayangan bapakku dan (kesayangan) pamanku Abu Yasir, tidaklah sekalipun aku menemui keduanya bersama anak mereka melainkan keduanya membawaku bersamanya (bersama anak tersebut).’ Beliau radhiyallahu ‘anha melanjutkan:’ Maka ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tiba di Madinah, dan singgah di Quba, di rumah Bani ‘Amr bin ‘Auf pergilah bapakku Huyay bin Akhthab dan pamanku Abu Yasir bin Akhthab di waktu pagi buta (masih gelap).’ Beliau radhiyallahu ‘anha melanjutkan:’ Keduanya tidak pulang hingga matahari terbenam.’ Beliau radhiyallahu ‘anha melanjutkan:’ Lalu keduanya datang dalam keadaan letih, malas, dan lemah, keduanya berjalan dengan pelan.’ Beliau radhiyallahu ‘anha melanjutkan:’ Maka aku pun menyambut keduanya sebagaimana yang rutin aku lakukan, maka demi Allah tidak satupun di antara keduanya yang menoleh ke arahku, padahal keduanya sedang sedih.’ Beliau radhiyallahu ‘anha melanjutkan:’ Dan aku mendengar pamanku Abu Yasir berkata kepada bapakku, Huyay bin Akhthab:’ Apakah dia itu orangnya?’ Dia (bapakku) menjawab:’ Iya, demi Allah.’ Dia (pamanku) berkata:’ Apakah engkau mengetahinya dan mengakuinya?’ Dia (ayahku) berkata:’ Iya.’ Dia (pamanku) berkata:’ Apa perasaanmu terhadapnya?’ Dia (ayahku) berkata:’ Permusuhan terhadapanya –demi Allah- selama aku ada (hidup).’” (ar-Raudh al-Unf, as-Sirah an-Nabawiyyah Ibnu Katsir, Sirah Ibnu Hisyam dll)
Al-Hafizh al-’Iraqi rahimahullah berkata dalam takhirj Ahadits Ihyaa ‘Ulumuddin (4/1843):” Ia (sanad ini) ini adalah munqathi’ (terputus).” maksudnya antara ‘Abdullah bin Abu Bakr dengan Shafiyyah radhiyallahu ‘anha.
Dendam Yahudi, kedengkian dan permusuhan mereka, dan pengetahuan mereka bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wasallam adalah Rasulullah (utusan) yang benar tidak membutuhkan atsar (riwayat) dha’if seperti ini. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:
وَدَّكَثِيرُُ مِّنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَوْ يَرُدُّونَكُم مِّن بَعْدِ إِيمَانِكُمْ كُفَّارًا حَسَدًا مِّنْ عِندِ أَنفُسِهِم مِّن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْحَقُّ فَاعْفُوا وَاصْفَحُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ إِنَّ اللَّهَ عَلَىكُلِّ شَيْءٍ قَدِيرُُ{109}
” Sebagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran. Maka ma’afkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintah-Nya. Sesungguh-Nya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah: 109)
Dan firman-Nya Subhanahu wa Ta’ala:
وَلَمَّا جَاءَهُمْ كِتَابُُمِّنْ عِندِ اللَّهِ مُصَدِّقُُلِّمَا مَعَهُمْ وَكَانُوا مِن قَبْلُ يَسْتَفْتِحُونَ عَلَى الَّذِينَ كَفَرُوا فَلَمَّا جَآءَهُم مَّاعَرَفُوا كَفَرُوا بِهِ فَلَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى الْكَافِرِينَ {89}
” Dan setelah datang kepada mereka al-Qur’an dari Allah yang membenarkan apa yang ada pada mereka, padahal sebelumnya mereka biasa memohon (kedatangan Nabi) untuk mendapat kemenangan atas orang-orang kafir, mak setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, lalu mereka ingkar kepadanya. Maka la’nat Allah-lah atas orang-orang yang ingkar itu.” (QS. Al-Baqarah: 89)
Dan firman-Nya Subhanahu wa Ta’ala:
الَّذِينَ ءَاتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَعْرِفُونَهُ كَمَا يَعْرِفُونَ أَبْنَآءَهُمْ وَإِنَّ فَرِيقًا مِّنْهُمْ لَيَكْتُمُونَ الْحَقَّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ {146}
” Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri Al-Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan sesungguhnya sebagian di antara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 146)
Faidah:
Imam al-Bukhari rahimahullah meriwayatkan dalam Shahihnya, dari Shahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwasanya beliau bersabda:
لَوْ آمَنَ بِي عَشَرَةٌ مِنَ الْيَهُودِ لآمَنَ بِي الْيَهُودُ أخرجه البخاري
“Seandainya sepuluh orang Yahudi beriman kepadaku, tentu akan beriman kepadaku seluruh kaum Yahudi.”(HR. al-Bukhari)
Ibnu Hajar rahimahullah berkata:” Yang dimaksud adalah sepuluh orang khusus (tertentu), karena telah beriman kepada beliau shallallahu ‘alaihi wasallam lebih dari sepuluh orang.”(Fathul Bari)
Mungkin saja hal ini merujuk kepada hadits yang ada dalam Musnad Ahmad rahimahullah:
لَوْ آمَنَ بِى عَشْرَةٌ مِنْ أَحْبَارِ الْيَهُودِ لآمَنَ بِى كُلُّ يَهُودِىٍّ عَلَى وَجْهِ الأَرْضِ
“ Seandainya sepuluh orang dari kalangan ulama Yahudi beriman kepadaku, niscaya semua orang Yahudi di muka bumi ini akan turut beriman padaku.” (HR. Ahmad)
Faidah Yang Lain: Imam ath-Thabarani rahimahullah meriwayatkan dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, bahwasanya dia berkata:
كَانَ بِعَيْنَيْ صَفِيَّةَ خُضْرَةٌ، فَقَالَ لَهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:مَا هَذِهِ الْخُضْرَةُ بِعَيْنَيْكِ؟فَقَالَتْ: قُلْتُ لِزَوْجِي: إِنِّي رَأَيْتُ فِيمَا يَرَى النَّائِمِ قَمَرًا وَقَعَ فِي حِجْرِي فَلَطَمَنِي، وَقَالَ: أَتُرِيدِينَ مَلِكَ يَثْرِبَ؟ قَالَتْ: وَمَا كَانَ أَبْغَضُ إِلَيَّ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ، قَتَلَ أَبِي وَزَوْجِي، فَمَا زَالَ يَعْتَذِرُ إِلَيَّ، فَقَالَ:يَا صَفِيَّةُ إِنَّ أَبَاكِ أَلَّبَ عَلَى الْعَرَبَ، وَفَعَلَ وَفَعَلَ حَتَّى ذَهَبَ ذَاكَ مِنْ نَفْسِي.
“Dahulu pada kedua mata Shafiyyah terdapat memar (biru), lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepadanya:” Memar (biru) apa yang ada di kedua matamu ini?” Dia menjawab:”Aku berkata kepada suamiku:‘ Aku melihat seperti apa yang dilihat oleh orang yang tidur (maksudnya bermimpi) ada bulan jatuh di pangkuanku.’ Lalu dia (suamiku) menamparku dan berkata:’ Apakah kamu mengingkinkan Raja Yatsrib (maksudnya Nabi)?’” Dia (Shafiyyah) berkata:” Dan (kala itu) tidak ada yang lebih aku benci dibandingkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dia telah membunuh bapakku dan suamiku.” Maka beliau terus menerus meminta meminta maaf (menjelaskan alasan) kepadaku, beliau shallallahu ‘alaihi wasallam berkata:” Wahai Shafiyyah, sesungguhnya bapakmu telah berkomplot dengan orang-orang Arab, dan melakukan ini dan itu.” Hingga hal itu (kebencian terhadap beliau) hilang dari jiwaku.”
Al-Haitsami rahimahullah berkata:” Dab rijal/para perawinya (maksudnya para perawi ath-Thabarani) adalah rijal ash-Shahih.” (Majma’uz Zawaa’id 9/251) Dan Syaikh Al-Albani rahimahullah menyebutkan hadits ini di dalam Silsilah ash-Shahihah no 2793.
(Sumber:ما شاع ولم يثبت في السيرة النبوية hal 100-101)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar