Di antara perkara populer di tempat perkumpulan Quraisy, bahwa Abu Jahal dipanggil Abu Hakam. Dia dikenal di Mekah dan di kalangan Quraisy dengan pendapatnya yang baik dan ketetapan dalam putusan pekaranya. Karena itu, dalam berbagai majelis musyawarah, tumpuan ada padanya, padahal dia masih muda. Dia masuk ke Darun Nadwah ketika berumur 30 tahun, sedangkan yang lain berumur 40 tahun atau lebih, hal itu disebabkan karena kebaikan pendapatnya.
Ibnu Qutaibah radiyallahu ‘anhu berkata, “Orang-orang Quraisy menjadikan Abu Jahal bersama para sesepuh Darun Nadwah, sedangkan kumisnya belum tumbuh.”
Walau demikian, julukan ini berbalik menjadi Abu Jahal, tatkala datang cahaya petunjuk Islam. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjulukinya Abu Jahal dikarenakan kedengkian, permusuhan dan kebodohan terhadap kedudukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hassan bin Tsabit radiyallahu ‘anhu berkata:
Lebih tinggi darinya, tidak pernah pula pemuda yang lebih fasih, lebih tegar dan lebih gagah dari mereka.”
Abu Jahal menjawab, dengan hati yang panas mendidih karena dengki, “Kamu telah melihatnya?! Itu ‘Abdul Muththalib dan anak-anaknya, hal inilah yang mengikat kemuliaan Quraisy selama masih hidup, semoga Allah tidak mengekalkannya.”
Kedengkian ini tetap tumbuh dan berkembang di hati Abu Jahal hingga Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan petunjuk dan agama yang benar. Abu Jahal melakukan tipu daya yang amat licik terhadap Islam hingga ia menjadi kepala orang-orang kafir dan pengibar benderanya di Mekah. Ia terkenal dengan permusuhan di dunia.
‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata, “Tidak ada pada Quraisy dan tidak pula pada para pemimpin mereka seorang pun, yang paling memusuhi Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam daripada Abu Jahal bin Hisyam, kepala para pemimpin orang kafir.”
Semoga di halaman berikutnya kami bisa menjelaskan gambaran Fir’aun umat ini, dan kita gambarkan kenyataan mengenai kejadian-kejadian yang membuat Abu Jahal tergolong orang-orang yang terhalang, yaitu mereka yang masuk ke Neraka Jahannam dalam keadaan mengeluarkan dan menarik nafas dan merintih.
Kami Tidak Beriman Padanya Selama-lamanya
Kepribadian Abu Jahal merupakan sosok yang terkumpul di dalamnya berbagai sifat yang buruk. Hal itu membuat kepribadiannya menjadi keras, menerima berbagai macam bentuk kerendahan.
Dari seputar topik yang lalu, menjadi jelas gambaran tentang Abu Jahal, dalam kesombongan dan bualannya serta kekacauan karakternya. Kesombongan menampakkan sikap memburu ketenaran dan menjadi buah bibir serta pujian yang muluk di balik perbuatannya, itulah barometer baginya menuju kepemimpinan tertinggi, di antara para pembesar Quraisy di Ummul Qura dan sekitarnya. Dia ikut serta dalam obrolan mereka dan acara begadang di majlis, maupun tempat pertemuan sekitar Masjidil Haram hingga mereka menjadikannya anggota musyawarah, serta salah satu dewan perwakilan dalam berbagai kejadian.
Datanglah Islam, keluarga al-Mughirah adalah musuh bebuyutannya. Mereka merancang tipu muslihat, yang paling buruk perangai dan kedengkiannya adalah Abu Jahal, karena Islam menghancurkan martabat yang dielu-elukan olehnya. Maka patahlah kesombongan dan bualannya, dan lenyaplah angan-angannya. Ia terkalahkan dalam persaingan di antara kaumnya soal kemuliaan yang dimenangkan Abdi Manaf dan Bani Hisyam. Dia berkata dengan perkataan yang menggambarkan kebenciannya terhadap Islam, khususnya kedengkian terhadap Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, saat ia berdialog dengan al-Akhnas bin Syariq dan orang-orang musyrik, setelah mereka mendengarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat malam di rumahnya”
“Kami berebut pengaruh dengan Bani Abdi Manaf berkaitan dengan martabat, mereka memberi makan, maka kami pun berbuat demikian, mereka menanggung beban, kami pun melakukannya, mereka memberi, kami pun memberi. Hingga, saat kami bagaikan dua pacuan yang bertaruh. Mereka berkata, ‘Di antara kami ada Nabi yang menerima wahyu dari langit.’ Kapankah kita mengetahui hal seperti ini? Demi Allah, kami tidak beriman padanya selama-lamanya dan tidak pula membenarkannya.”
Barangkali yang menjadi sebab paling pokoknya berpalingnya dari dakwah dan penentangannya, adalah apa yang dimiliki oleh para pemimpin berhala, berupa peran dominan kala itu. Para pemimpin –khususnya orang-orang kaya- menikmati imbas kepemimpinannya, belum lagi soal kuatnya kefanatikan taqlid pada masyarakat Mekah, seperti kefanatikan suku dan kekeluargaan. Inilah yang menjadikan –musuh Allah- Abu Jahal bersikukuh dengan sikap permusuhannya, dia takut orang-orang kuat masuk Islam hingga menggeser kepemimpinannya. Akan tetapi Allah menyempurnakan Cahaya-Nya walau orang-orang musyrik membencinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar