Dasar hukum talqin mayit
Telah umum dalam masyarakat kita, selesai jenazah dimakamkan salah
seorang dari pihak keluarga mayit duduk disamping makam lalu mulai
melafadzkan bacaan talqin[i]bagi mayit. Namun dewasa ini, ada satu
kelompok yang mengklaim dirinya paling mengikuti al-Qur’an dan sunnah
dengan pemahaman para sahabat dan tabi’in menyatakan bahwa talqin mayit
adalah bid’ah karena tidak memiliki landasan dalam syari’at serta tidak
bermanfaat bagi si mayit. Permasalahan semacam ini telah menjadi polemik
dalam masyarakat, benarkah talqin mayit tidak memiliki landasan
syari’at padahal telah dilakukan oleh para ulama’ pendahulu kita ?.
Oleh karena itu, kami akan membahas tentang dalil-dalil yang menjadi
landasan talqin mayit agar bisa memberikan kejelasan pada masyarakat.
Salah satu dasar hukum mengenai talqin adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, imam Abi Dawud, dan imam An Nasai :
لقنوا موتاكم لا إله إلا الله
“Talqinilah orang-orang mati kalian dengan لا إله إلا الله “
Memang mayoritas ulama mengatakan bahwa yang dimaksud lafadz موتاكم
dalam hadits diatas orang-orang yang hampir mati bukan orang-orang yang
telah mati, sehingga hadits tersebut menggunakan arti majas (arti
kiasan) bukan arti aslinya.
Akan tetapi, tidak salah juga jika kita artikan lafadz tersebut dengan
arti aslinya yaitu orang yang telah mati. karena menurut kaidah bahasa
arab, untuk mengarahkan suatu lafadz kepada makna majasnya diperlukan
adanya qorinah (indikasi) baik berupa kata atau keadaan yang menunjukkan
bahwa yang dimaksud dengan perkataan tersebut adalah makna majasnya
bukan makna aslinya. Sebagai contoh jika kita katakan “talqinillah mayit
kalian sebelum matinya” maka kata-kata “sebelum matinya” merupakan
qorinah yang mengindikasikan bahwa yang dimaksud dengan kata mayit dalam
kalimat ini bukan makna aslinya (yaitu orang yang telah mati) tapi
makna majasnya (orang yang hampir mati).
Sedangkan dalam hadits tersebut tidak diketemukan Qorinah untuk
mengarahkan lafadz موتاكم kepada makna majasnya, maka sah saja jika kita
mengartikannya dengan makna aslinya yaitu orang-orang yang telah mati
bukan makna majasnya. Pendapat inilah yang dipilih oleh sebagian ulama
seperti Imam Ath Thobary, Ibnul Humam, Asy Syaukany, dan Ulama lainya.
Selain hadits di atas, masih ada hadits lain yang menunjukkan kesunahan mentalqini mayit setelah dikuburkan, yaitu :
إِذَا مَاتَ أَحَدٌ مِنْ إِخْوَانِكُمْ، فَسَوَّيْتُمِ التُّرَابَ عَلَى
قَبْرِهِ، فَلْيَقُمْ أَحَدُكُمْ عَلَى رَأْسِ قَبْرِهِ، ثُمَّ لِيَقُلْ:
يَا فُلانَ بن فُلانَةَ، فَإِنَّهُ يَسْمَعُهُ وَلا يُجِيبُ، ثُمَّ
يَقُولُ: يَا فُلانَ بن فُلانَةَ، فَإِنَّهُ يَسْتَوِي قَاعِدًا، ثُمَّ
يَقُولُ: يَا فُلانَ بن فُلانَةَ، فَإِنَّهُ يَقُولُ: أَرْشِدْنَا رَحِمَكَ
اللَّهُ، وَلَكِنْ لا تَشْعُرُونَ، فَلْيَقُلْ: اذْكُرْ مَا خَرَجْتَ
عَلَيْهِ مِنَ الدُّنْيَا شَهَادَةَ أَنْ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ، وَأَنَّ
مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، وَأَنَّكَ رَضِيتَ بِاللَّهِ رَبًّا،
وَبِالإِسْلامِ دِينًا، وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيًّا، وَبِالْقُرْآنِ إِمَامًا،
فَإِنَّ مُنْكَرًا وَنَكِيرًا يَأْخُذُ وَاحِدٌ مِنْهُمْا بِيَدِ
صَاحِبِهِ، وَيَقُولُ: انْطَلِقْ بنا مَا نَقْعُدُ عِنْدَ مَنْ قَدْ
لُقِّنَ حُجَّتَهُ، فَيَكُونُ اللَّهُ حَجِيجَهُ دُونَهُمَا”، فَقَالَ
رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَإِنْ لَمْ يَعْرِفْ أُمَّهُ؟
قَالَ:”فَيَنْسُبُهُ إِلَى حَوَّاءَ، يَا فُلانَ بن حَوَّاءَ. رواه
الطبراني
“Jika salah satu diantara kalian mati, maka ratakanlah tanah pada
kuburnya (kuburkanlah). Hendaklah salah satu dari kalian berdiri di
pinggir kuburnya dan hendaklah berkata : “wahai fulan (sebutkan nama
orang yang mati, pent) anak fulanah (sebutkan ibu orang yang mati,
pent)” sebab dia bisa mendengarnya tapi tidak bisa menjawabnya. Kemudian
berkata lagi : “wahai fulan (sebutkan nama orang yang mati, pent) anak
fulanah (sebutkan ibu orang yang mati, pent)” sebab dia akan duduk.
Kemudian berkata lagi : “wahai fulan (sebutkan nama orang yang mati,
pent) anak fulanah (sebutkan ibu orang yang mati, pent)” sebab dia akan
berkata : “berilah kami petunjuk –semoga Allah merahmatimu-“ dan kalian
tidak akan merasakannya. Kemudian hendaklah berkata : “ sebutlah
sesuatu yang kamu bawa keluar dari dunia, yaitu persaksian bahwa tiada
Tuhan kecuali Allah SWT, Muhammad hamba dan utusan Nya, dan sesungguhnya
kamu ridlo Allah menjadi Tuhanmu, Muhammad menjadi Nabimu, dan Al Quran
menjadi imammu”, sebab Mungkar dan Nakir saling berpegangan tangan dan
berkata : “mari kita pergi. Kita tidak akan duduk (menanyakan) di sisi
orang yang telah ditalqini (dituntun) hujjahnya (jawabannya), maka Allah
menjadi hajiij (yang mengalahkan dengan menampakkan hujjah) baginya
bukan Mungkar dan Nakir”. Kemudian seorang sahabat laki-laki bertanya :
wahai Rasulullah ! Jika dia tidak tahu ibu si mayit ?Maka Rasulullah
menjawab : nisbatkan kepada Hawa, wahai fulan bin Hawa” (H.R. Thabrani)
(2).
Berdasarkan hadits ini ulama Syafi`iyah, sebagian besar ulama
Hanbaliyah, dan sebagian ulama Hanafiyah serta Malikiyah menyatakan
bahwa mentalqini mayit adalah mustahab (sunah)(3).
Hadits ini memang termasuk hadist yang dhaif (lemah), akan tetapi ulama
sepakat bahwa hadits dhaif masih bisa dijadikan pegangan untuk
menjelaskan mengenai fadloilul a`mal dan anjuran untuk beramal, selama
tidak bertentangan dengan hadits yang lebih kuat (hadits shohih dan
hadits hasan lidzatih) dan juga tidak termasuk hadits yang matruk
(ditinggalkan)(4). Jadi tidak mengapa kita mengamalkannya.
Selain itu, hadist ini juga diperkuat oleh hadist-hadits shohih seperti :
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إذَا فَرَغَ مِنْ
دَفْنِ الْمَيِّتِ وَقَفَ عَلَيْهِ وَقَالَ : اسْتَغْفِرُوا ؛ لِأَخِيكُمْ
وَاسْأَلُوا لَهُ التَّثْبِيتَ ، فَإِنَّهُ الْآنَ يُسْأَلُ . رَوَاهُ
أَبُو دَاوُد ، وَصَحَّحَهُ الْحَاكِمُ .
“Apabila Rasulullah SAW selesai menguburkan mayit, beliau berdiri di
dekat kuburan dan berkata : mintalah kalian ampunan untuk saudara kalian
dan mintalah untuknya keteguhan (dalam menjawab pertanyaan Mungkar dan
Nakir) karena sesungguhnya dia sekarang sedang ditanya” (H.R. Abu Daud
dan dishahihkan oleh Hakim)(5).
Juga hadits yang diriwayatkan Imam Muslim r.a :
وعن عمرو بن العاص – رضي الله عنه – ، قَالَ : إِذَا دَفَنْتُمُونِي ،
فَأقِيمُوا حَوْلَ قَبْرِي قَدْرَ مَا تُنْحَرُ جَزُورٌ ، وَيُقَسَّمُ
لَحمُهَا حَتَّى أَسْتَأنِسَ بِكُمْ ، وَأعْلَمَ مَاذَا أُرَاجِعُ بِهِ
رُسُلَ رَبِّي . رواه مسلم
Diriwayatkan dari `Amr bin Al `Ash, beliau berkata : Apabila kalian
menguburkanku, maka hendaklah kalian menetap di sekeliling kuburanku
seukuran disembelihnya unta dan dibagi dagingnya sampai aku merasa
terhibur dengan kalian dan saya mengetahui apa yang akan saya jawab
apabila ditanya Mungkar dan Nakir(6).
Semua hadits ini menunjukkan bahwa talqin mayit memiliki dasar yang
kuat. Juga menunjukkan bahwa mayit bisa mendengar apa yang dikatakan
pentalqin dan merasa terhibur dengannya.
Salah satu ayat yang mendukung hadits di atas adalah firman Allah SWT :
وَذَكِّرْ فَإِنَّ الذِّكْرَى تَنْفَعُ الْمُؤْمِنِينَ [الذاريات/55]
“Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman. “
Ayat ini memerintah kita untuk memberi peringatan secara mutlak tanpa
mengkhususkan orang yang masih hidup. Karena mayit bisa mendengar
perkataan pentalqin, maka talqin bisa juga dikatakan peringatan bagi
mayit, sebab salah satu tujuannya adalah mengingatkan mayit kepada Allah
agar bisa menjawab pertanyaan malaikat kubur dan memang mayit di dalam
kuburnya sangat membutuhkan peringatan tersebut(7). Jadi ucapan
pentalqin bukanlah ucapan sia-sia karena semua bentuk peringatan pasti
bermanfaat bagi orang-orang mukmin.
Referensi
(1)شرح النووي على صحيح مسلم – (6 / 219(
1 ( كتاب الجنائز) 916 الجنازة مشتقة من جنز إذا ستر ذكره بن فارس وغيره
والمضارع يجنز بكسر النون والجنازة بكسر الجيم وفتحها والكسر أفصح ويقال
بالفتح للميت وبالكسر للنعش عليه ميت ويقال عكسه حكاه صاحب المطالع والجمع
جنائز بالفتح لا غير قوله صلى الله عليه وسلم لقنوا موتاكم لا إله إلا الله
معناه من حضره الموت والمراد ذكروه لا إله إلا الله لتكون آخر كلامه كما
في الحديث من كان آخر كلامه لا إله إلا الله دخل الجنة والأمر بهذا التلقين
أمر ندب وأجمع العلماء على هذا التلقين وكرهوا الاكثار عليه والموالاة
لئلا يضجر بضيق حاله وشدة كربه فيكره ذلك بقلبه ويتكلم بما لا يليق قالوا
وإذا قاله مرة لا يكرر عليه إلا أن يتكلم بعده بكلام آخر فيعاد التعريض به
ليكون آخر كلامه ويتضمن الحديث الحضور عند المحتضر لتذكيره وتأنيسه واغماض
عينيه والقيام بحقوقه وهذا مجمع عليه قوله وحدثنا قتيبة حدثنا عبد العزيز
الدراوردي وروح وحدثنا أبو بكر بن أبي شيبة أخبرنا خالد بن مخلد أخبرنا
سليمان بن بلال جميعا بهذا الاسناد هكذا هو في جميع النسخ وهو صحيح قال أبو
علي الغساني وغيره معناه عن عمارة بن غزية الذي سبق فيه الاسناد الأول
ومعناه روى عنه الدراوردي وسليمان بن بلال وهو كما قاله
(2)المعجم الكبير للطبراني – (ج 7 / ص 286(
حَدَّثَنَا أَبُو عَقِيلٍ أَنَسُ بن سَلْمٍ الْخَوْلانِيُّ، حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بن إِبْرَاهِيمَ بن الْعَلاءِ الْحِمْصِيُّ، حَدَّثَنَا
إِسْمَاعِيلُ بن عَيَّاشٍ، حَدَّثَنَا عَبْد اللَّهِ بن مُحَمَّدٍ
الْقُرَشِيُّ، عَنْ يَحْيَى بن أَبِي كَثِيرٍ، عَنْ سَعِيدِ بن عَبْدِ
اللَّهِ الأَوْدِيِّ، قَالَ: شَهِدْتُ أَبَا أُمَامَةَ وَهُوَ فِي
النَّزْعِ، فَقَالَ: إِذَا أَنَا مُتُّ، فَاصْنَعُوا بِي كَمَا أَمَرَنَا
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نصْنَعَ
بِمَوْتَانَا، أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ، فَقَالَ:”إِذَا مَاتَ أَحَدٌ مِنْ إِخْوَانِكُمْ، فَسَوَّيْتُمِ
التُّرَابَ عَلَى قَبْرِهِ، فَلْيَقُمْ أَحَدُكُمْ عَلَى رَأْسِ قَبْرِهِ،
ثُمَّ لِيَقُلْ: يَا فُلانَ بن فُلانَةَ، فَإِنَّهُ يَسْمَعُهُ وَلا
يُجِيبُ، ثُمَّ يَقُولُ: يَا فُلانَ بن فُلانَةَ، فَإِنَّهُ يَسْتَوِي
قَاعِدًا، ثُمَّ يَقُولُ: يَا فُلانَ بن فُلانَةَ، فَإِنَّهُ يَقُولُ:
أَرْشِدْنَا رَحِمَكَ اللَّهُ، وَلَكِنْ لا تَشْعُرُونَ، فَلْيَقُلْ:
اذْكُرْ مَا خَرَجْتَ عَلَيْهِ مِنَ الدُّنْيَا شَهَادَةَ أَنْ لا إِلَهَ
إِلا اللَّهُ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، وَأَنَّكَ رَضِيتَ
بِاللَّهِ رَبًّا، وَبِالإِسْلامِ دِينًا، وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيًّا،
وَبِالْقُرْآنِ إِمَامًا، فَإِنَّ مُنْكَرًا وَنَكِيرًا يَأْخُذُ وَاحِدٌ
مِنْهُمْا بِيَدِ صَاحِبِهِ، وَيَقُولُ: انْطَلِقْ بنا مَا نَقْعُدُ عِنْدَ
مَنْ قَدْ لُقِّنَ حُجَّتَهُ، فَيَكُونُ اللَّهُ حَجِيجَهُ دُونَهُمَا”،
فَقَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَإِنْ لَمْ يَعْرِفْ أُمَّهُ؟
قَالَ:”فَيَنْسُبُهُ إِلَى حَوَّاءَ، يَا فُلانَ بن حَوَّاءَ”.
المقاصد الحسنة للسخاوي ج 1 ص 167
الطبراني في الدعاء ومعجمه الكبير من طريق محمد بن إبراهيم بن العلاء
الحمصي حدثنا إسماعيل بن عياش حدثنا عبد الله بن محمد القرشي عن يحيى بن
أبي كثير عن سعيد بن عبد الله الأودي وقال شهدت أبا أمامة وهو في النزع
فقال إذا أنا مت فاصنعوا بي كما أمر رسول الله أن نصنع بموتانا أمرنا رسول
الله فقال (إذا مات أحد من إخوانكم فسويتم على قبره فليقم أحدكم على رأس
قبره ثم يقول يا فلان ابن فلانة فإنه يسمعه ولا يجيب ثم يقول يا فلان ابن
فلانة فإنه يستوي قاعدا ثم يقول يا فلان ابن فلانة فإنه يقول أرشد رحمك
الله ولكن لا تشعرون فليقل اذكر ما خرجت عليه من الدنيا شهادة أن لا إله
إلا الله وأن محمدا عبده ورسوله وأنك رضيت بالله ربا وبالإسلام دينا ومحمد
نبيا وبالقرآن إماما فإن منكرا ونكيرا يأخذ كل واحد منهما بيد صاحبه يقول
انطلق ما تقعد عند من لقن حجته فيكون الله حجيجه دونهما) فقال رجل يا رسول
الله فإن لم يعرف اسم أمه قال (فلينسبه إلى حواء فلان ابن حواء)
(3)الأذكار ج 1 ص 162
وأما تلقـين الـميت بعد الدفن، فقد قال جماعة كثـيرون من أصحابنا
بـاستـحبـابه، ومـمن نصَّ علـى استـحبـابه: القاضي حسين فـي تعلـيقه،
وصاحبه أبو سعد الـمتولـي فـي كتابه «التتـمة»، والشيخ الإمام الزاهد أبو
الفتـح نصر بن إبراهيـم بن نصر الـمقدسي، والإمام أبو القاسم الرافعي
وغيرهم، ونقله القاضي حسين عن الأصحاب. وأما لفظه: فقال الشيخ نصر: إذا فرغ
من دفنه يقـف عند رأسه ويقول: يا فلان بن فلان، اذكر العهد الذي خرجت
علـيه من الدنـيا: شهادة أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأن مـحمداً
عبدُه ورسوله، وأن الساعة آتـيةٌ لا ريبَ فـيها، وأن الله ببعث من فـي
القبور، قل: رضيت بـالله ربـاً، وبـالإسلام ديناً، وبـمـحمد نبـياً،
وبـالكعبة قبلةً، وبـالقرآن إماماً، وبـالـمسلـمين إخواناً، ربـي الله، لا
إله إلا هو، وهو ربُّ العرش العظيـم، هذا لفظ الشيخ نصر الـمقدسي فـي كتابه
«التهذيب»، ولفظ البـاقـين بنـحوه، وفـي لفظ بعضهم نقص عنه، ثم منهم من
يقول: يا عبد الله بن أمة الله، ومنهم من يقول: يا عبد الله بن حواء، ومنهم
من يقول: يا فلان ـ بـاسمه ـ ابن أمة الله، أو يا فلان بن حواء، وكله
بـمعنًى. وسئل الشيخ الإمام أبو عمرو بن الصلاح ـ رحمه الله ـ عن هذا
التلقـين، فقال فـي «فتاويه»: التلقـين هو الذي نـختاره ونعمل به، وذكره
جماعة من أصحابنا الـخراسانـيـين، قال: وقد روينا فيه حديثا من حديث أبي
أمامة ليس بالقائم إسناده ” (1) ، قال الحافظ بعد تخريجه : هذا حديث غريب ،
وسند الحديث من الطريقين ضعيف جدا ولكن اعتضد بشواهد ، وبعمل أهل الشام به
قديما. قال : وأما تلقين الطفل الرضيع ، فما له مستند يعتمد ، ولا نراه ،
والله أعلم.
الجوهرة النيرة ص2 ج2
[مَنْ كَانَ آخِرُ كَلامِهِ لا إلَهَ إلا اللَّهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ]
وَأَمَّا تَلْقِينُ الْمَيِّتِ فِي الْقَبْرِ فَمَشْرُوعٌ عِنْدَ أَهْلِ
السُّنَّةِ لأَنَّ اللَّهَ تَعَالَى يُحْيِيه فِي الْقَبْرِ وَصُورَتُهُ
أَنْ يُقَالَ يَا فُلانُ بْنَ فُلانٍ أَوْ يَا عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَبْدِ
اللَّهِ اُذْكُرْ دِينَك الَّذِي كُنْت عَلَيْهِ وَقَدْ رَضِيت بِاَللَّهِ
رَبًّا وَبِالإِسْلامِ دِينًا وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيًّا. فَإِنْ قِيلَ إذَا
مَاتَ مَتَى يُسْأَلُ اخْتَلَفُوا فِيهِ قَالَ بَعْضُهُمْ حَتَّى يُدْفَنَ
وَقَالَ بَعْضُهُمْ فِي بَيْتِهِ تُقْبَضُ عَلَيْهِ الأَرْضُ وَتَنْطَبِقُ
عَلَيْهِ كَالْقَبْرِ وَالْقَوْلُ الأَوَّلُ أَشْهَرُ لأَنَّ الآثَارَ
وَرَدَتْ بِهِ. فَإِنْ قِيلَ هَلْ يُسْأَلُ الطِّفْلُ الرَّضِيعُ
فَالْجَوَابُ أَنَّ كُلَّ ذِي رُوحٍ مِنْ بَنِي آدَمَ فَإِنَّهُ يُسْأَلُ
فِي الْقَبْرِ بِإِجْمَاعِ أَهْلِ السُّنَّةِ لَكِنْ يُلَقِّنُهُ الْمَلَكُ
فَيَقُولُ لَهُ مَنْ رَبُّك ثُمَّ يَقُولُ لَهُ قُلْ اللَّهَ رَبِّي ثُمَّ
يَقُولُ لَهُ مَا دِينُك ثُمَّ يَقُولُ لَهُ قُلْ دِينِي الإِسْلامُ ثُمَّ
يَقُولُ لَهُ مَنْ نَبِيُّك ثُمَّ يَقُولُ لَهُ قُلْ نَبِيِّي مُحَمَّدٌ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَ بَعْضُهُمْ لا يُلَقِّنُهُ بَلْ
يُلْهِمُهُ اللَّهُ حَتَّى يُجِيبَ كَمَا أُلْهِمَ عِيسَى عَلَيْهِ
السَّلامُ فِي الْمَهْدِ.
فتاوى ابن حجر الهيثمي ج 5 ص 226
وَسُئِلَ) رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ هَلْ تَلْقِينُ الْمَيِّتِ بَعْدَ صَبِّ
التُّرَابِ أَوْ قَبْلَهُ وَإِذَا مَاتَ طِفْلٌ بَعْدَ مَوْتِ أَبَوَيْهِ
أَوْ أَحَدِهِمَا كَيْفَ الدُّعَاءُ فِي الصَّلاةِ عَلَيْهِ ؟ (فَأَجَابَ)
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ بِقَوْلِهِ لا يُسَنُّ التَّلْقِينُ قَبْلَ إهَالَةِ
التُّرَابِ بَلْ بَعْدَهُ كَمَا اعْتَمَدَهُ بَعْضُ الْمُتَأَخِّرِينَ
وَجَزَمْتُ بِهِ فِي شَرْحِ الإِرْشَادِ وَإِنْ اخْتَارَ ابْنُ الصَّلاحِ
أَنَّهُ يَكُونُ قَبْلَ الإِهَالَةِ قَالَ الإِسْنَوِيُّ وَسَوَاءٌ فِيمَا
قَالُوهُ فِي الدُّعَاءِ فِي الصَّلاةِ عَلَى الطِّفْلِ مَاتَ فِي حَيَاةِ
أَبَوَيْهِ أَمْ لا لَكِنْ خَالَفَهُ الزَّرْكَشِيُّ فَقَالَ إنْ كَانَ
أَبَوَاهُ مَيِّتَيْنِ أَوْ أَحَدُهُمَا أَتَى بِمَا يَقْتَضِيهِ الْحَالُ
وَالدَّمِيرِيُّ فَقَالَ إنْ كَانَ أَبَوَاهُ مَيِّتَيْنِ لَمْ يَدْعُ
لَهُمَا. وَاَلَّذِي قَالَهُ الزَّرْكَشِيُّ أَوْجَهُ كَمَا ذَكَرْتُهُ فِي
شَرْحِ الْعُبَابِ فَحِينَئِذٍ يَقُولُ اللَّهُمَّ اجْعَلْهُ فَرَطًا
لأَبَوَيْهِ وَسَلَفًا وَذُخْرًا وَهَذِهِ الأَوْصَافُ كُلُّهَا لائِقَةٌ
بِالْمَيِّتِ وَالْحَيِّ فَلْيَأْتِ بِهَا سَوَاءٌ كَانَا حَيَّيْنِ أَوْ
مَيِّتَيْنِ أَمَّا السَّلَفُ وَالذُّخْرُ فَوَاضِحٌ وَأَمَّا الْفَرَطُ
فَهُوَ السَّابِقُ الْمُهَيِّئُ لِمَصَالِحِهِمَا فِي الآخِرَةِ وَلَيْسَ
الْمُرَادُ السَّبْقَ بِالْمَوْتِ بَلْ السَّبْقَ بِتَهْيِئَةِ
الْمَصَالِحِ وَلا شَكَّ أَنَّ الْمَيِّتَ يَحْتَاجُ إلَى مَنْ يَسْبِقُهُ
إلَى الْجَنَّةِ أَوْ الْمَوْقِفِ لِيُهَيِّئَ لَهُ الْمَصَالِحَ
وَوَلَدُهُ الطِّفْلُ كَذَلِكَ. وَأَمَّا الْعِظَةُ فَتَخْتَصُّ بِالْحَيِّ
فَيَقُولُ وَعِظَةً لِلْحَيِّ مِنْ أَبَوَيْهِ فَإِنْ مَاتَا حَذَفَ
هَذِهِ اللَّفْظَةَ وَكَذَلِكَ الاعْتِبَارُ وَالشَّفِيعُ عَامٌّ لِلْحَيِّ
وَالْمَيِّتِ فَيَأْتِي بِهِ فِيهِمَا وَتَثْقِيلُ الْمَوَازِينِ كَذَلِكَ
بِخِلافِ أَفْرِغْ الصَّبْرَ وَالْحَاصِلُ أَنَّهُ يَأْتِي بِالأَلْفَاظِ
كُلِّهَا سَوَاءٌ كَانَا حَيَّيْنِ أَمْ مَيِّتَيْنِ إلا قَوْلَهُ عِظَةً
وَاعْتِبَارًا وَأَفْرِغْ الصَّبْرَ فَإِنَّهُ لا يَأْتِي بِهَا إلا إذَا
كَانَا حَيَّيْنِ أَوْ أَحَدُهُمَا فَإِنْ كَانَا حَيَّيْنِ فَوَاضِحٌ أَوْ
أَحَدُهُمَا فَقَطْ ذَكَرَهُ فَقَالَ وَعِظَةً وَاعْتِبَارًا لِلْحَيِّ
مِنْهُمَا وَأَفْرِغْ الصَّبْرَ عَلَى قَلْبِ الْحَيِّ مِنْهُمَا
وَاَللَّهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى أَعْلَمُ بِالصَّوَابِ.
مغني المحتاج إلى معرفة معاني ألفاظ المنهاج ج 1 ص 447
(ويسنُّ أن يقف جماعة بعد دفنه عند قبره ساعة يسألون لـه التثبيت) لأنه كان
إذا فرغ من دفن الميت وقف عليه وقال: «اسْتَغْفِرُوا لأخِيكُمْ
وَاسْأَلُوا لَهُ التَّثْبِيتَ، فَإِنَّهُ الآنَ يُسْأَلُ» رواه البزّار،
وقال الحاكم: إنه صحيح الإسناد. وروى مسلم عن عمرو بن العاص أنه قال: «إذا
دفنتموني فأقيموا بعد ذلك حول قبري ساعة قد ما تُنْحَرُ جزور ويفرَّقُ
لحمها حتى أَستأنِسَ بكم وأعلم ماذا أراجع رُسُلَ ربي». ويسنُّ تلقينُ
الميت المكلف بعد الدفن، فيقال لـه: «يا عبداللـه ابن أَمَةِ اللَّهِ
أَذْكُر ما خرجت عليه من دار الدنيا شهادة أن لا إلـه إلاَّ اللـه وأن
محمداً رسول اللـه، وأن الجنة حقّ، وأن النار حقّ، وأن البعث حقّ، وأن
الساعة آتية لا ريب فيها، وأن اللـه يبعث من في القبور، وأنك رضيت باللـه
ربّاً وبالإسلام ديناً وبمحمدٍ نبيّاً وبالقرآن إماماً وبالكعبة قِبْلَةً
وبالمؤمنين إخواناً». لحديث وَرَدَ فيه. قال في الروضة: والحديث إن كان
ضعيفاً لكنه اعتضد بشواهد من الأحاديث الصحيحة، ولم تزل الناس على العمل به
من العصر الأوّل في زمن من يُقْتَدَى به، وقد قال تعالى: {وَذَكِّرْ
فَإِنَّ الذِّكْرَى تَنْفَعُ المُؤْمِنِينَ} ؛ وَأَحْوَجُ ما يكون العبد
إلى التذكير في هذه الحالة؛ ويقعد الملقِّنُ عند رأس القبر. أما غير
المكلَّف، وهو الطفل ونحوه ممن لم يتقدم لـه تكليفٌ، فلا يسنُّ تلقينه؛
لأنه لا يفتن في قبره. (و) يسنُّ (لجيران أهلـه) ولأقاربه الأباعد وإن كان
الأهل بغير بلد الميت، (تهيئة طعام يشبعهم) أي أهلـه الأقارب، (يومهم
وليلتهم) لقولـه لما جاء خبر قتل جعفر: «اصْنَعُوا لآلِ جَعْفَرَ طَعَاماً
فَقَدْ جَاءَهُمْ مَا يَشْغَلُهُمْ» حسَّنه الترمذي وصحّحه الحاكم؛ ولأنه
بِرٌّ ومعروف.
تتمة في التلقين بعد الدفن اعلم أن مسألة التلقين قبل الموت لم
نعلم فيها خلافا وأما بعد الموت وهي التي تقدم ذكرها في الهداية وغيرها
فاختلف الأئمة والعلماء فيها فالحنفية لهم فيها ثلاثة أقوال الأول أنه يلقن
بعد الموت لعود الروح للسؤال والثاني لا يلقن والثالث لا يؤمر به ولا
ينهى عنه وعند الشافعية يلقن كما قال ابن حجر في التحفة ويستحب تلقين
بالغ عاقل أو مجنون سبق له تكليف ولو شهيدا كما اقتضاه إطلاقهم بعد تمام
الدفن لخبر فيه وضعفه اعتضد بشواهد على أنه من الفضائل فاندفع قول ابن عبد
السلام أنه بدعة انتهى وأما عند الإمام مالك نفسه فمكروه قال الشيخ علي
المالكي في كتابه كفاية الطالب الرباني لختم رسالة ابن أبي زيد القيرواني
ما لفظه وأرخص بمعنى استحب بعض العلماء هو ابن حبيب في القراءة عند رأسه
أو رجليه أو غيرهما ذلك بسورة يس لما روي أنه قال ما من ميت يقرأ عند رأسه
سورة يس إلا هون الله تعالى عليه ولم يكن ذلك أي ما ذكر من القراءة عند
المحتضر عند مالك رحمه الله تعالى أمرا معمولا وإنما هو مكروه عنده وكذا
يكره عند تلقينه بعد وضعه في قبره انتهى وأما الحنبلية فعند أكثرهم يستحب
قال الشيخ عبد القادر بن عمر الشيباني الحنبلي في شرح دليل الطالب ما
لفظه واستحب الأكثر تلقينه بعد الدفن انتهى واستفيد منه أن غير الأكثر
من الحنابلة يقول بعدم التلقين بعد الموت
سبل السلام – (ج 3 / ص 155(
وَعَنْ ضَمْرَةَ بْنِ حَبِيبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ – أَحَدِ
التَّابِعِينَ – قَالَ : كَانُوا يَسْتَحِبُّونَ إذَا سُوِّيَ عَلَى
الْمَيِّتِ قَبْرُهُ ، وَانْصَرَفَ النَّاسُ عَنْهُ .أَنْ يُقَالَ عِنْدَ
قَبْرِهِ : يَا فُلَانُ ، قُلْ : لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ ، ثَلَاثَ
مَرَّاتٍ ، يَا فُلَانُ : قُلْ رَبِّي اللَّهُ ، وَدِينِي الْإِسْلَامُ ،
وَنَبِيِّي مُحَمَّدٌ ، رَوَاهُ سَعِيدُ بْنُ مَنْصُورٍ مَوْقُوفًا –
وَلِلطَّبَرَانِيِّ نَحْوُهُ مِنْ حَدِيثِ أَبِي أُمَامَةَ مَرْفُوعًا
مُطَوَّلًا .
(4)أضواء البيان ج 6 ص 225
ومما قاله ابن القيم في كلامه الطويل، قوله: وقد ترجم الحافظ أبو محمد عبد
الحقّ الأشبيلي على هذا، فقال: ذكر ما جاء أن الموتى يسألون عن الأحياء،
ويعرفون أقوالهم وأعمالهم، ثم قال: ذكر أبو عمر بن عبد البرّ من حديث ابن
عباس، عن النبيّ صلى الله عليه وسلّم: «ما من رجل يمرّ بقبر أخيه المؤمن
كان يعرفه فيسلم عليه، إلاّ عرفه وردّ عليه السّلام». ويروى من حديث أبي
هريرة مرفوعًا، قال: «فإن لم يعرفه وسلّم عليه ردّ عليه السلام»، قال:
ويروى من حديث عائشة رضي اللَّه عنها، أنّها قالت: قال رسول اللَّه صلى
الله عليه وسلّم: «ما من رجل يزور قبر أخيه فيجلس عنده، إلاّ استأنس به حتى
يقوم»، واحتجّ الحافظ أبو محمد في هذا الباب بما رواه أبو داود في سننه،
من حديث أبي هريرة، قال: قال رسول اللَّه صلى الله عليه وسلّم: «ما من أحد
يسلّم عليّ إلاّ ردّ اللَّه عليّ روحي حتى أردّ عليه السّلام». ثم ذكر ابن
القيّم عن عبد الحق وغيره مرائي وآثارًا في الموضوع، ثم قال في كلامه
الطويل: ويدلّ على هذا أيضًا ما جرى عليه عمل الناس قديمًا وإلى الآن، من
تلقين الميت في قبره ولولا أنه يسمع ذلك وينتفع به لم يكن فيه فائدة، وكان
عبثًا. وقد سئل عنه الإمام أحمد رحمه اللَّه، فاستحسنه واحتجّ عليه بالعمل.
ويروى فيه حديث ضعيف: ذكر الطبراني في معجمه من حديث أبي أُمامة، قال: قال
رسول اللَّه صلى الله عليه وسلّم: «إذا مات أحدكم فسوّيتم عليه التراب،
فليقم أحدكم على رأس قبره، فيقول: يا فلان ابن فلانة»، الحديث. وفيه: «اذكر
ما خرجت عليه من الدنيا شهادة ألا إله إلا اللَّه، وأن محمّدًا رسول
اللَّه، وأنك رضيت باللَّه ربًّا، وبالإسلام دينًا، وبمحمّد نبيًّا،
وبالقرءان إمامًا»، الحديث. ثم قال ابن القيّم: فهذا الحديث وإن لم يثبت،
فاتصال العمل به في سائر الأمصار والأعصار من غير إنكار كاف في العمل به
المجموع شرح المهذب ج 5 ص 226
الرابعة: قال جماعات من أصحابنا يستحب تلقين الميت عقب دفنه فيجلس عند رأسه
إنسان ويقول: «يا فلان ابن فلان ويا عبد الله بن أمة الله اذكر العهد الذي
خرجت عليه من الدنيا، شهادة أن لا إله إلاّ الله وحده لا شريك له. وأن
محمداً عبده ورسوله وأن الجنة حق وأن النار حق وأن البعث حق وأن الساعة
آتية لا ريب فيها وأن الله يبعث من في القبور. وإنك رضيت بالله رباً
وبالإسلام ديناً وبمحمد نبياً وبالقرآن إماماً وبالكعبة قبلة وبالمؤمنين
إخواناً» زاد الشيخ نصر: «ربي الله لا إله إلاّ هو عليه توكلت وهو رب العرش
العظيم» فهذا التلقين عندهم مستحب، وممن نص على استحبابه القاضي حسين
والمتولي والشيخ نصر المقدسي والرافعي وغيرهم. ونقله القاضي حسين عن
أصحابنا مطلقاً، وسئل الشيخ أبو عمرو بن الصلاح رحمه الله عنه فقال:
(التلقين هو الذي نختاره ونعمل به، قال: وروينا فيه حديثاً من حديث أبي
أمامة ليس إسناده بالقائم، لكن اعتضد بشواهد، وبعمل أهل الشام قديماً) هذا
كلام أبي عمرو. قلت: حديث أبي أمامة رواه أبو القاسم الطبراني في معجمه
بإسناد ضعيف، ولفظه: عن سعيد بن عبد الله الأزدي قال: «شهدت أبا أمامة رضي
الله عنه وهو في النزع فقال: إذا مت فاصنعوا بي كما أمرنا رسول الله صلى
الله عليه وسلّم فقال: إذا مات أحد من إخوانكم فسويتم التراب على قبره
فليقم أحدكم على رأس قبره ثم ليقل: يا فلان ابن فلانة فإنه يسمعه ولا يجيب،
ثم يقول: يا فلان ابن فلانة فإنه يستوى قاعداً، ثم يقول: يا فلان ابن
فلانة فإنه يقول: أرشدنا رحمك الله ولكن لا تشعرون، فليقل اذكر ما خرجت
عليه من الدنيا شهادة أن لا إله إلاّ الله وأن محمداً عبده ورسوله وإنك
رضيت بالله رباً، وبالإسلام ديناً، وبمحمد نبياً وبالقرآن إماماً، فإن
منكراً ونكيراً يأخذ كل واحد منهما بيد صاحبه ويقول انطلق بنا ما نقعد عند
من لقن حجته فقال رجل يا رسول الله فان لم نعرف أمه قال فينسبه إلى امه
حواء يا فلان ابن حواء ” قلت فهذا الحديث وان كان ضعيفا فيستأنس به وقد
اتفق علماء المحدثين وغيرهم علي المسامحة في أحاديث الفضائل والترغيب
والترهيب وقد أعتضد بشواهد من الاحاديث كحديث ” واسألوا له الثبيت ” ووصية
عمرو بن العاص وهما صحيحان سبق بيانهما قريبا ولم يزل اهل الشام علي العمل
بهذا في زمن من يقتدى به والي الآن وهذا التلقين انما ” هو في حق المكلف
الميت اما الصبى فلا يلقن والله اعلم
(5)سبل السلام – (ج 3 / ص 151)
وَعَنْ عُثْمَانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ { : كَانَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إذَا فَرَغَ مِنْ دَفْنِ الْمَيِّتِ
وَقَفَ عَلَيْهِ وَقَالَ : اسْتَغْفِرُوا ؛ لِأَخِيكُمْ وَاسْأَلُوا لَهُ
التَّثْبِيتَ ، فَإِنَّهُ الْآنَ يُسْأَلُ } رَوَاهُ أَبُو دَاوُد ،
وَصَحَّحَهُ الْحَاكِمُ .
(6)رياض الصالحين – (ج 1 / ص 477)
وعن عمرو بن العاص – رضي الله عنه – ، قَالَ : إِذَا دَفَنْتُمُونِي ،
فَأقِيمُوا حَوْلَ قَبْرِي قَدْرَ مَا تُنْحَرُ جَزُورٌ ، وَيُقَسَّمُ
لَحمُهَا حَتَّى أَسْتَأنِسَ بِكُمْ ، وَأعْلَمَ مَاذَا أُرَاجِعُ بِهِ
رُسُلَ رَبِّي . رواه مسلم
(7)التاج والإكليل لمختصر خليل ج 3 ص 3
قال أبو حامد : ويستحب تلقين الميت بعد الدفن. وقال ابن العربي في مسالكه:
إذا أدخل الميت قبره فإنه يستحب تلقينه في تلك الساعة وهو فعل أهل المدينة
الصالحين من الأخيار لأنه مطايق لقوله تعالى: {وذكر فإن الذكرى تنفع
المؤمنين} وأحوج ما يكون العبد إلى التذكير بالله عند سؤال الملائكة
لسان العرب
اللَّقْنُ: مصدر لَقِنَ الشيءَ يَلْقَنُه لَقْناً ، وكذلك الكلامَ،
وتَلَقَّنه : فَهِمه. ولَقَّنَه إِياه: فَهَّمه. وتَلَقَّنته: أَخذته
لَقانِـيَةً. وقد لَقَّنَنـي فلانٌ كلاماً تَلْقـيناً أَي فَهَّمَنـي منه
ما لـم أَفْهَم. والتَّلْقِـين: كالتَّفْهِيم.
تفسير تنوير الأذهان ص 125 ج 3
{ان} ما {انت الا نذير} منذر بالنار والعقاب واما الاسماع البتة فليس من
وظائفك ولا حيلة لك اليه فى المطبوع على قلوبهم الذين هم بمنزلة الموتى
وقولـه {ان اللـه يسمع} الخ وقولـه {انك لا تهدى من احببت ولكن اللـه يهدى
من يشاء} وقولـه {ليس لك من الامر شئ} وغير ذلك لتمييز مقام الالوهية عن
مقام النبوة كيلا يشتبها على الامة فيضلوا عن سبيل اللـه كما ضل بعض الامم
السالفة فقال بعضهم عزير ابن اللـه وقال بعضهم المسيح ابن اللـه وذلك من
كمال رحمته لـهذه الامة وحسن توفيقه. يقول الفقير ايقظه اللـه القدير ان
قلت قد ثبت انه عليه السلام امر يوم بدر بطرح اجساد الكفار فى القليب ثم
ناداهم باسمائهم وقال ” هل وجدتم ما وعد اللـه ورسولـه حقا فانى وجدت ما
وعدنى اللـه حقا ” فقال عمر رضى اللـه عنه يا رسول اللـه كيف تكلم اجساد
الارواح فيها فقال عليه السلام ” ما انتم با سمع لما اقول منهم غير انهم لا
يستطيعون ان يردوات شيأ ” فهذا الخبر يقتضى ان النبى عليه السلام اسمع من
فى القليب وهم موتى وايضا تلقين الميت بعد الدفن للاسماع والا فلا معنى
لـه. قلت اما الاول فيحتمل ان اللـه تعالى احيى اهل القليب حينئذ حتى سمعوا
كلام رسول اللـه توبيخالـهم وتصغيرا ونقمة وحسرة والا فالميت من حيث ميت
ليس من شأنه السماع وقولـه عليه السلام ” ما انتم باسمع ” الخ يدل على ان
الارواح اسمع من الاجساد مع الارواح لزوال حجاب الحس وانخراقة. واما الثانى
فانما يسمعه اللـه ايضا بعد احيائه بمعنى ان يتعلق الروح بالجسد تعلقا
شديدا بحيث يكون كما فى الدنيا فقد اسمع الرسول عليه السلام وكذا الملقن
باسماع اللـه تعالى وخلق الحياة والا فليس من شأن احد الاسماع كما انه ليس
من شأن الميت السماع واللـه اعلم
[i] Talqin adalah ucapan untuk memahamkan mayit mengenai jawaban pertanyaan malaikat kubur.
Apakah Orang Mati Bisa Mendengar?
Di dalam kitab Tafsir Ahkam, Imam Al Qurtubi menguraikan bahwa firman Allah:
فَإِنَّكَ لَا تُسْمِعُ الْمَوْتَى
“Maka sesungguhnya kamu tidak akan sanggup menjadikan orang-orang yang mati itu dapat mendengar….” (QS. Ar-Rum: 52)
adalah berkaitan dengan peristiwa pertanyaan sahabat Umar bin Khattab
saat Rasulullah SAW memanggil tiga orang pemimpin kafir Quraisy dalam
perang Badar yang telah mati beberapa hari. Saat itu Rasulullah SAW
ditanya oleh Umar bin Khattab RA:
يا رسول الله تناديهم بعد ثلاث وهل يسمعون ؟ يقول الله إنك لا تسمع الموتى
فقال : والذي نفسي بيده ما أنتمبأسمع منهم ولكنهم لا يطيقون أن يجيبوا
“Ya Rasulullah!, apakah engkau memanggil-manggil mereka yang telah
meninggal tiga hari bisa mendengarkan panggilanmu. Bukankah Allah SWT
telah berfirman dalam al Auran: sesungguhnya kamu tidak akan sanggup
menjadikan orang-orang yang mati itu dapat mendengar?. Rasulullah SAW
menjawab: ‘Demi Dzat yang jiwaku ada dalam kekuasaan-Nya, tidaklah
engkau sanggup mendengar mereka, mereka lebih mendengar daripada kamu
hanya saja mereka tidak mampu menjawab’.”(HR. Muslim dari Imam Anas RA).
Menurut hadits Shohihain (Bukhari Muslim) dari sanad yang berbeda-beda,
Rasulullah SAW pernah berbicara kepada orang-orang kafir yang tewas
dalam perang Badar saat mereka dibuang di sumur Qulaib kemudian
Rasulullah SAW berdiri dan memanggil nama-nama mereka: “Ya Fulan bin
Fulan 2x) : “Apakah engkau telah mendapatkan janji dari Tuhanmu dengan
benar, sedangkan saya telah mendapatkan janji yang benar pula dari
Tuhanku.”
Menurut Ibnu Katsir dalam Kitab Tafsirnya, bahwa yang dipanggil oleh
Rasulullah SAW itu adalah: Abu Jahal bin Hisyam, Utbah bin Robi’ah dan
Syaibah bin Robi’ah. Ketiganya itu adalah tokoh kafir Quraisy. Hadits
tersebut diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Anas bin Malik.
Dalam riwayat lain menyebutkan bahwa orang yang mati apabila sudah
dikuburkan dan orang yang menguburkan itu kembali pulang, maka dia (ahli
kubur) itu mampu mendengar gesekan suara sandal. Menurut Imam
Al-Qurtubi, orang yang sudah meninggal itu bukan berarti mereka tidak
lenyap sama sekali juga tidak pula rusak hubungan dengan orang yang
masih hidup. Tetapi yang meninggal itu hanya terputus hubungan antara
ruh dan badan dan hanya berpindah dari alam dunia ke alam kubur.
(Tafsir Ahkam Juz 7: hal 326).
Dengan demikian apakah orang yang meninggal itu bisa mendengar orang
yang masih hidup saat memberi salam atau lainya? Cukup jelas keterangan
ayat dan hadits pada peristiwa dia atas. Untuk lebih jelasnya lagi, kita
bisa membuka Kitab Ar Ruh karangan Ibnu Qoyyim Al Jauziyah (Juz I
halaman 5). Murid kesayangan Ibnu Taimiyah ini mengatakan bahwa, pada
halaman itu tertulis riwayat Ibnu Abdil Bar yang menyandarkan kepada
ketetapan Sabda Rasulullah SAW:
ما من مسلم يمر على قبر أخيه كان يعرفه في الدنيا فيسلم عليه إلا رد الله عليه روحه حتى يرد عليه السلام
“Orang-orang muslim yang melewati kuburan saudaranya yang dikenal saat
hidupnya kemudian mengucapkan salam, maka Allah mengembalikan ruh
saudaranya yang meninggal itu untuk menjawab salam temanya.”
Bahkan menurut Ulama Salaf mereka telah ijma’ (sepakat) bahwa masalah
orang yang mati itu mampu mengenal orang-orang yang masih hidup pada
saat berziarah, bahkan para ahli kubur mersasa gembira atas dengan
kedatangan para peziarah. Hal ini, menurut Ibnu Qoyyim, merupakan
riwayat atsar yang mutawatir.
Selengkapnya kata-kata Ibnu Qoyyim itu adalah sebagai berikut:
والسلف مجمعون على هذاوقد تواترت الآثار عنهم بأن الميت يعرف زيارة الحي له ويستبشر به
Ibnu Qoyyim mengutip ungkapan Abu Bakar Abdullah bin Muhammad bin Abid
bin Abidun-ya dalam kitab Kubur pada bab ma’rifatul mauta biziyaratil
ahya’ yang menyebukan hadits sebagai berikut ini:
عن عائشة رضى الله تعالى عنها قالت: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ما
من رجل يزور قبر أخيه ويجلس عنده إلا استأنس به ورد عليه حتى يقوم
Dari Aisyah RA berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Siapa saja yang
berziarah ke kuburan saudaranya, kemudian duduk di sisi kuburnya maka
menjadi tenanglah si mayit, dan Allah akan mengembalikan ruh saudaranya
yang meninggal itu untuk menemaninya sampai selesai berziarah.”
Orang yang meninggal dunia, akan menjawab salam baik yang dikenal maupun
yang tidak dikenalnya sebagaimana dalam sebuah riwayat hadits berikut:
عن أبى هريرة رضى الله تعالى عنه قال إذا مرالرجل بقبر أخيه يعرفه فسلم
عليه رد عليه السلام وعرفه وإذا مر بقبر لا يعرفه فسلمعليه رد عليه السلام
Dari Abi Hurairah ra, Rasulullahsaw bersabda: “Apabila orang yang lewat
kuburan saudaranya kemudian memberi salam, maka akan dibalas salam itu,
dan dia mengenal siapa yang menyalami. Demikian juga mereka (para
mayyit) akan menjawab salamnya orang-orang yang tidak kenal.”
Satu ketika, Seorang lelaki dari Keluarga ‘Ashim Al Jahdari bercerita
bahwa dia melihat Ashim al Jahdari dalam mimpinya setelah beliau
meninggal dua tahun. Lalu lelaki itu bertanya: “Bukankah Anda sudah
meninggal?” “Betul!” “Lalu dimana sekarang?” “Demi Allah, saya ada
didalam taman Surga. Saya juga bersama sahabat-sahabatku berkumpul
setiap malamJum’at hingga pagi harinya di tempat (kuburan) Bakar bin
Abdullah al Muzanni. Kemudian kami saling bercerita.” “Apakah yang
bertemu itu jasadnya saja atau ruhnya saja?” “Kalau jasad kami sudah
hancur, jadi kami berkumpul dalam ruh” “Apakah Anda sekalian mengenal
kalau kami itu berziarah kepada kalian?” “Benar!, kami mengetahui setiap
sore Jum’at dan hari Sabtu hingga terbit matahari” “Kalau hari
lainnya?” “Itulah fadilahnya hari Jum’at dan kemuliannya”
Cerita itu menurut Ibnu Qoyim bersumber dari Muhammad bin Husein dari
Yahya bin Bustom Al Ashghor dari Masma’dari Laki-laki keluarga Asyim Al
Jahdari. Bahkan bukan sore Jum’at dan hari Sabtu saja, menurut riwayat
Muhammad bin Husein dari Bakar bin Muhammaddari Hasan Al Qoshob berkata
bahwa orang-orang yang sudah meninggal mampu mengetahui para peziarah
pada hari dua hari yang mengiringi Jum’at yaitu Kamis dan Sabtu.
Ucapaan salam yang disampaikan saat melewati makbaroh atau berziarah
biasanya seperti yang banyak ditulis dalam kitab hadits yang sangat
banyak adalah dengan ungkapan:
السلام عليكم دار قوم مؤمنين وإنا ان شاء الله تعالى بكم لاحقون
“Semoga keselamatan atas kamu wahai kaum mu’minin yang ada di alam kubur, Insya Allah kami akan menyusul.”
Wallahu Alam ….
Ini yang menjadi rujukan Talqin mayit dan mayit mendengar orang yang menziarahi
Dalilnya Klik dini sini :
Talqin Kupas al barzanji
لقنوا موتاكم لا إله إلا الله
وَذَكِّرْ فَإِنَّ الذِّكْرَى تَنْفَعُ الْمُؤْمِنِينَ [الذاريات/55]
يا شهدء البدرى أوجدتم ماذا وعدكم الله حقا موعدكم الجنة ,فانى والله وجدنا ماذا وعدنا الله حقا؟
يا أبى جهل و يا سيبة بن رابيعة و يا عقبة بن رابيعة و يا عقبة بن ابى
معيد أوجدتم ماذا وعدكم الله حقا؟ والله نحن وجدنا ماذا وعدنا الله حقا؟
يا رسول الله أتتكلم معهم وهم قد جنره؟ إنهم قد جيهم ولكن يسمعون ولكن لا يجبون
يا رسول الله تناديهم بعد ثلاث وهل يسمعون ؟ يقول الله إنك لا تسمع الموتى
فقال : والذي نفسي بيده ما أنتم بأسمع منهم ولكنهم لا يطيقون أن يجيبوا
(رواه مسلم واناس)
ما من مسلم يمر على قبر أخيه كان يعرفه في الدنيا فيسلم عليه إلا رد الله عليه روحه حتى يرد عليه السلام
إِذَا مَاتَ أَحَدٌ مِنْ إِخْوَانِكُمْ، فَسَوَّيْتُمِ التُّرَابَ عَلَى
قَبْرِهِ، فَلْيَقُمْ أَحَدُكُمْ عَلَى رَأْسِ قَبْرِهِ، ثُمَّ لِيَقُلْ:
يَا فُلانَ بن فُلانَةَ، فَإِنَّهُ يَسْمَعُهُ وَلا يُجِيبُ، ثُمَّ
يَقُولُ: يَا فُلانَ بن فُلانَةَ، فَإِنَّهُ يَسْتَوِي قَاعِدًا، ثُمَّ
يَقُولُ: يَا فُلانَ بن فُلانَةَ، فَإِنَّهُ يَقُولُ: أَرْشِدْنَا رَحِمَكَ
اللَّهُ، وَلَكِنْ لا تَشْعُرُونَ، فَلْيَقُلْ: اذْكُرْ مَا خَرَجْتَ
عَلَيْهِ مِنَ الدُّنْيَا شَهَادَةَ أَنْ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ، وَأَنَّ
مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، وَأَنَّكَ رَضِيتَ بِاللَّهِ رَبًّا،
وَبِالإِسْلامِ دِينًا، وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيًّا، وَبِالْقُرْآنِ إِمَامًا،
فَإِنَّ مُنْكَرًا وَنَكِيرًا يَأْخُذُ وَاحِدٌ مِنْهُمْا بِيَدِ
صَاحِبِهِ، وَيَقُولُ: انْطَلِقْ بنا مَا نَقْعُدُ عِنْدَ مَنْ قَدْ
لُقِّنَ حُجَّتَهُ، فَيَكُونُ اللَّهُ حَجِيجَهُ دُونَهُمَا”، فَقَالَ
رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَإِنْ لَمْ يَعْرِفْ أُمَّهُ؟
قَالَ:”فَيَنْسُبُهُ إِلَى حَوَّاءَ، يَا فُلانَ بن حَوَّاءَ. رواه
الطبراني
ثَنَا أَبُو مُحَمَّدٍ عَبْدُ اللَّهِ الْمَرْزُبَانُ
بِقَزْوِينَ ، ثَنَا أَحْمَد بْنُ الْخَضِرِ الْمَرْزِيُّ ، ثَنَا عَبْدُ
الْحَمِيدِ بْنُ إبراهيم الْبُوشَنْجِيُّ ، ثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَكْرٍ ،
ثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْمُبَارَكِ ، ثَنَا يَحْيَى بْنُ عَبْيدِ
اللَّهِ ، عَنْ أَبِيهِ ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ،
قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :
اسْتَفْرِهُوا ضَحَايَاكُمْ ، فَإِنَّهَا مَطَايَاكُمْ عَلَى الصِّرَاطِ
(كتب اتذويد فى أخبرى قزوين كاريا عبد كريم اشفعى ١١٣٤)
Apakah orang Mati Bisa Mendengar?
Yang Mati Lebih Tajam Pendengarannya daripada yang Hidup
Pertanyaan:
Apakah orang-orang yang di alam kubur mampu mendengar ucapan salam
orang yang berziarah kepada mereka padahal dalam al-Quran (Ar Rum: 52)
“Maka sesungguhnya kamu tidak akan sanggup menjadikanorang-orang yang
mati itu dapat mendengar….”
Lalu kenapa di makbaroh Gajah Ngambung banyak orang berziarah pada sore hari Jum’at adakah dasar hukumnya?
Jawab:
Dari penjelasan di dalam kitab Tafsir Ahkam, Imam Al Qurtubi
menguraikan bahwa ayat “Fainnaka laa tusmi’ul mautaa…” (maka
sesungguhnya kamu tidak akan sanggup menjadikan orang-orang yang mati
itu dapat mendengar….”, adalah berkaitan dengan peristiwa pertanyaan
sahabat Umar bin Khattab saat Rasulullahsaw memanggil tiga orang
pemimpin kafir Quraisy dalam perang Badar yang telah meninggal beberapa
hari.
.
Saat itu Rasulullah saw ditanya oleh Umar bin Khattab ra:
يا رسول الله تناديهم بعد ثلاث وهل يسمعون ؟يقول الله إنك لا تسمع الموتى
فقال : والذي نفسي بيده ما أنتمبأسمع منهم ولكنهم لا يطيقون أن يجيبوا
Ya Rasulullah, apakah engkau memanggil-manggil mereka yang telah
meninggal tiga hari bisa mendengarkan panggilanmu. Bukankah Allah SWT
telah berfirman dalam al quran: Innaka laa tusmi’ul mauta?
Lalu
dijawab oleh Rasulullah saw: “Demi Dzat yang jiwaku ada dalam
kekuasaan-Nya, tidaklah engkau sanggup mendengar mereka, mereka lebih
mendengar daripada kamu hanya saja mereka tidak mampu menjawab.” (HR.
Muslim dari Imam Anas ra)