Siapa yang tidak kenal dengan Abu Lahab? Setiap muslim, tentu akrab dengan nama ini. Dia terkenal bukan karena kebaikannya, melainkan karena kebenciannya yang sangat mendalam kepada Junjungan kita Rasulullah SAW dan ajaran yang dibawanya, Islam. Bahkan, secara spesial, Abu Lahab dan Istrinya tercantum di dalam Al-Qur`an sejak permulaan islam disebarkan di tanah suci Mekkah. Allah SWT mengabadikan di dalam Surat Al-Lahab.
Al-Bukhori meriwayatkan dari Ibnu Abbas, suatu ketika Rasulullah SAW pergi ke lembah Al-Batha dan menaiki bukitnya, kemudian berteriak:
يَا صَبَاحَاه
(Wahai manusia, datanglah kemari).
maka orang-orang Quraish pun berkumpul di sekitar Beliau.
Kemudian Beliau berkata:
أَرَأَيْتُمْ إِنْ حَدَّثْتُكُمْ أَنَّ الْعَدُوَّ مُصَبِّحُكُمْ، أَوْ مُمَسِّيكُمْ أَكُنْتُمْ تُصَدِّقُونِّي
(jika aku katakan kepada kalian semua, bahwa ada musuh yang akan menyerang kalian di waktu pagi dan petang, apakah kalian mempercayaiku?)
“Ya” sahut mereka yang berkumpul.
Kemudian Rasulullah SAW melanjutkan:
فَإِنِّي نَذِيرٌ لَكُمْ بَيْنَ يَدَيْ عَذَابٍ شَدِيد
(Maka sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang dikirim kepada kalian semua sebelum datangnya azab yang sangat pedih)
Salah seorang dari mereka, yaitu Abu Lahab kemudian berkata: Celakalah engkau Muhammad, Apakah hanya untuk ini engkau mengumpulkan kami semua disini?.
Kemudian Allah SWT menurunkan Surat Al Lahab:
تَبَّتْ يَدَآ أَبِى لَهَبٍ وَتَبَّ – مَآ أَغْنَى عَنْهُ مَالُهُ وَمَا كَسَبَ – سَيَصْلَى نَاراً ذَاتَ لَهَبٍ – وَامْرَأَتُهُ حَمَّالَةَ الْحَطَبِ – فِى جِيدِهَا >حَبْلٌ مِّن مَّسَدٍ
(Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan dia benar-benar binasa. Tidaklah berguna baginya hartanya dan keturunannya. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang menyala (neraka). Dan (begitu pula) isterinya, pembawa kayu bakar. Di lehernya ada tali dari sabut yang dipintal)
Abu Lahab adalah salah seorang paman Rasulullah SAW. Nama sebenarnya adalah `Abdul `Uzza bin `Abdul Muttalib. Nama panggilannya adalah Abu `Utaybah. Dia dipanggil Abu Lahab karena wajahnya yang terang dan menyala-nyala.
Ibnu Mas`ud berkata suatu ketika Rasulullah SAW mengajak orang-orang Quraish kepada keimanan, lalu Abu Lahab berkata: “Seandainya apa yang dikatakan keponakanku itu benar, maka aku akan melindungi diriku dari pedihnya azab pada hari kiamat nanti dengan hartaku dan anak-anakku”.
Padahal di dalam surat Al Lahab Allah SWT sudah menyebutkan yang artinya: “Tidaklah berguna hartanya dan keturunannya.”
Abu lahab meninggal karena penyakit. Ia tidak ikut memerangi Nabi saat perang Badar karena sakitnya itu. Sepulangnya orang-orang kafir dari perang Badar dengan membawa kekalahan, sakitnya bertambah parah. Dan ia akhirnya meninggal dengan keadaan sakit yang mengerikan. Diriwayatkan bahwa orang-orang kafir, bahkan teman-teman dan keluarganya enggan mengurus jenazahnya karena keadaan sakitnya yang menjijikkan dan timbul bau busuk dari penyakitnya. Inilah akhir hidup seorang musuh Allah.
Selama tiga hari sejak kematiannya, jasad Abu Lahab dibiarkan tergeletak tanpa ada yang bersedia menguburkan. Para warga tidak berani mendekati jasadnya. Akhirnya karena bau busuk yang kian menjadi, maka digali juga sebuah lubang kubur bagi Abu Lahab. Bangkai Abu Lahab didorong-dorong dengan sebilah kayu sampai masuk lubang.
Tidak hanya itu, prosesi penguburan pun berlangsung secara mengenaskan. Dari jauh warga melempari kuburan Abu Lahab dengan batu hingga mereka yakin betul jasadnya telah tertutup rapat. Ya sebuah tragedi kematian yang lebih hina dari kematian seekor ayam sekalipun.
Sedangkan Istrinya Abu Lahab, yaitu Ummu Jamil yang artinya wanita yang cantik. Tapi julukan ini tidak sesuai dengan perilakunya. Ia setali tiga uang dengan suaminya dalam hal memusuhi Nabi. Ia lebih tepat dinamai wanita yang jelek karena perilakunya yang sangat jelek.
Seringkali pada malam hari Ia memanggul kayu yang berduri untuk diletakkan di jalan-jalan yang biasa dilalui Nabi. Sehingga bila Nabi lewat pada malam hari / subuh, Nabi akan menginjak kayu yang berduri itu sehingga Nabi terluka. Ummu jamil senang kalau Nabi terluka karena menginjak kayu berduri.
Ummu jamil juga suka mengadu domba dan memfitnah supaya orang-orang Makkah membenci Nabi. Karena hal ini, ia dijuluki pembawa kayu bakar. Karena ia suka “membakar” emosi, mengadu domba, dan menimbulkan kebencian orang-orang Makkah pada Islam.
Saat membawa kayu, ia mengikatnya dan melilitkan sebagian talinya pada lehernya. Inilah kebiasaan yang dilakukannya saat membawa kayu berduri untuk mencelakai Nabi. Perilaku buruk inilah yang akhirnya membawanya menemui ajalnya. Ummu jamil meninggal karena tercekik tali yang digunakannya untuk membawa kayu. Kelak di akhirat, ia akan disiksa juga dengan tali. Dinyatakan oleh Allah bahwa di neraka, leher Ummu jamil diikat dengan tali dari api neraka jahannam.
Hal - hal di atas diterangkan oleh Allah dalam surat Al lahab. Salah satu surat pendek dalam Al Quran. Surat ini menunjukkan mukjizat Al Quran, karena dengan tepat memprediksi hal-hal yang belum terjadi saat surat ini diturunkan. Telah dinyatakan bahwa Abu lahab dan istrinya termasuk seorang yang celaka. Maka memang sampai akhir hayatnya, mereka tidak pernah beriman kepada Allah dan Rasulullah, meskipun Rasul selalu mengajak mereka untuk beriman.
Saat surat Al Lahab diturunkan, Ummu jamil marah - marah karena merasa terhina. Ia mendatangi Abu Bakar dan menanyakan di manakah Muhammad. Ummu Jamil marah - marah di depan Abu Bakar sambil membawa batu dan mengancam akan melakukan berbagai hal buruk pada Muhammad.
Ummu jamil menanyakan di manakah Muhammad, padahal saat itu Nabi sedang duduk tepat di samping Abu Bakar. Ummu jamil tidak dapat melihat Nabi karena penglihatannya ditutup oleh Allah sehingga ia hanya melihat Abu Bakar. Padahal Nabi sedang duduk di samping Abu Bakar.
Abu bakar heran kenapa Ummu Jamil menanyakan dimana Nabi (padahal berada di sampingnya), maka Abu bakar bertanya apakah Ummu jamil hanya melihat Abu Bakar dan tidak melihat orang lain di sampingnya? Maka Ummu jamil bertambah marah karena merasa diolok-olok oleh Abu bakar seraya menjawab “Apakah engkau bermaksud menghinaku? Aku tidak melihat siapa - siapa selain kau!” Inilah salah satu mukjizat Nabi. Adalah mudah sekali bagi Allah melakukan hal ini.
Secara umum, ulama berpendapat bahwa surat Al-Lahab di turunkan Allah SWT untuk mencela sekaligus memberikan kepastian informasi bahwa Abu Lahab dan Istrinya kelak pasti akan masuk ke dalam Neraka.
YANG MENARIK adalah surat Al Lahab ini turun disaat Abu Lahab dan Istrinya MASIH HIDUP. Ketika itu, tentu saja ayat ini sering di baca berulang-ulang dan di hafal oleh kaum mukmin sementara Abu Lahab di tengah-tengah mereka dan bisa mendengar ayat ini dibacakan.
Tetapi entah apa yang ada di pikiran Abu Lahab dan Istrinya saat itu. Seandainya dia dan Istrinya memang PINTAR, tentu tahu ada jalan yang paling mudah untuk menghentikan dan membuat dakwah islam mati saat itu juga. Mungkin karena begitu bencinya kepada Rasulullah SAW dan ajaran yang dibawanya, sehingga cara termudah menghentikan dakwah islam saat itu tidak pernah terpikirkan olehnya.
Bagaimana tidak? Ketika surat Al-Lahab itu turun, seluruh kaum mukmin saat itu sudah benar-benar meyakini Al-Qur`an sebagai suatu KEBENARAN YANG PASTI, dan ketika itu Al-Qur`an mengabarkan bahwa Abu Lahab dan Istrinya kelak pasti akan masuk neraka karena senantiasa memerangi dan merendahkan Rasulullah SAW dan ajaran Islam.
SEANDAINYA SAJA Abu Lahab dan istrinya pintar, ia dan istrinya bisa berpura-pura memeluk islam dan menerima ajaran Rasulullah SAW, sehingga akan menimbulkan keraguan tentang firman Allah pada surat Al-Lahab di kalangan muslim.
Sebab, jika Abu Lahab dan istrinya berpura-pura masuk islam, tentu Surat Al-Lahab yang turun mengisyaratkan kebohongan Al-Qur`an. Pastilah Islam dan ajarannya sudah mati sejak saat itu juga. Skak Matt…. Abu Lahab dan istrinya menang telak. Mengalahkan Allah dan Nabi Muhammad SAW.
Tetapi SubhanAllah (Maha Suci Allah), semua itu tidak terjadi. Abu Lahab dan isterinya tetap dalam kekafiran yang nyata hingga akhir hayatnya.
Dan kalau begitu adanya, adakah kata yang lebih tepat untuk dinyatakan selain dari Abu Lahab dan Istrinya yang Bodoh dan Al-Qur`an yang Pasti Benar?
SubhanAllah, semakin bertambah keyakinanku akan kebenaran Al-Qur`an yang benar-benar datang dari SisiMu ya Allah. Semoga Engkau menghimpun kami bersama hamba-hamba-Nya yang senantiasa membaca, menghafal dan mengamalkan Al-Qur`an di tengah-tengah kehidupan pribadi, masyarakat dan bernegara, Aamiiin….
Putri Nabi SAW Ruqayyah Binti Rasulullah (Wafat 2 H)
Ruqayyah telah menikah dengan Utbah bin Abu lahab sebelum masa
kenabian. Sebenarnya hat itu sangat tidak disukai oleh Khadijah.. Karena
ia telah mengenal perilaku ibu Utbah, yaitu Umrnu jamil binti Harb,
yang terkenal berperangai buruk dan jahat. Ia khawatir putrinya akan
memperoleh sifat-sifat buruk dari ibu mertuanya tersebut.
Dan ketika
Rasulullah . telah diangkat menjadi Nabi, maka Abu Lahablah, orang yang
paling memusuhi Rasulullah . dan Islam. Abu Lahab telah banyak menghasut
orang-orang Mekkah agar memusuhi Nabi . dan para sahabat . Begitu pufa
istrinya, Ummu Jamil yang senantiasa berusaha mencelakakan Rasulullah .
dan memfitnahnya.
Atas perilaku Abu lahab dan permusuhannya yang keras
terhadap Rasulullah ., maka Allah telah menurunkan wahyu-Nya, ‘Maka
celakalah kedua tangan Abu lahab, (Al lahab: 1)
Selain bernama “Al-Lahab” (nyala) Surat ini pun bernama “Al-Masadd”, yang berarti tali yang terbuat dari sabut itu
Allah Ta’ala berfirman,
تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ (1) مَا أَغْنَى عَنْهُ مَالُهُ وَمَا
كَسَبَ (2) سَيَصْلَى نَارًا ذَاتَ لَهَبٍ (3) وَامْرَأَتُهُ حَمَّالَةَ
الْحَطَبِ (4) فِي جِيدِهَا حَبْلٌ مِنْ مَسَدٍ (5)
“Binasalah
kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah
berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan. Kelak dia
akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan (begitu pula) istrinya,
pembawa kayu bakar. Yang di lehernya ada tali dari sabut.” (QS. Al
Lahab: 1-5)
Sebab Turunnya Ayat
Mengenai asbabun nuzul (sebab turunnya) ayat ini diterangkan dalam riwayat berikut:
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
خَرَجَ إِلَى الْبَطْحَاءِ فَصَعِدَ إِلَى الْجَبَلِ فَنَادَى يَا
صَبَاحَاهْ فَاجْتَمَعَتْ إِلَيْهِ قُرَيْشٌ فَقَالَ أَرَأَيْتُمْ إِنْ
حَدَّثْتُكُمْ أَنَّ الْعَدُوَّ مُصَبِّحُكُمْ أَوْ مُمَسِّيكُمْ
أَكُنْتُمْ تُصَدِّقُونِي قَالُوا نَعَمْ قَالَ فَإِنِّي نَذِيرٌ لَكُمْ
بَيْنَ يَدَيْ عَذَابٍ شَدِيدٍ فَقَالَ أَبُو لَهَبٍ أَلِهَذَا جَمَعْتَنَا
تَبًّا لَكَ فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ
إِلَى آخِرِهَا
“Dari Ibnu Abbas bahwa suatu hari Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar menuju Bathha`, kemudian beliau
naik ke bukit seraya berseru, “Wahai sekalian manusia.” Maka orang-orang
Quraisy pun berkumpul. Kemudian beliau bertanya, “Bagaimana, sekiranya
aku mengabarkan kepada kalian, bahwa musuh (di balik bukit ini) akan
segera menyergap kalian, apakah kalian akan membenarkanku?” Mereka
menjawab, “Ya.” Beliau bersabda lagi, “Sesungguhnya aku adalah seorang
pemberi peringatan bagi kalian. Sesungguhnya di hadapanku akan ada adzab
yang pedih.” Akhirnya Abu Lahab pun berkata, “Apakah hanya karena itu
kamu mengumpulkan kami? Sungguh kecelakanlah bagimu.” Maka Allah
menurunkan firman-Nya: “TABBAT YADAA ABII LAHAB..” Hingga akhir ayat.”
(HR. Bukhari no. 4972 dan Muslim no. 208)
Setelah ayat ini
turun, maka Abu lahab berkata kepada kedua orang putranya, Utbah dan
Utaibah, ‘Kepalaku tidak halal bagi kepalamu selama kamu tidak
menceraikan Putri Muhammad.’
Atas perintah bapaknya itu, maka Utbah
mericeraikan istrinya tanpa alasan. Setelah bercerai dengan Utbah,
kemudian Ruqayyah dinikahkan oleh Rasulullah . dengan Utsman bin Affan.
Hati Ruqayyah pun berseri-seri dengan pernikahannya ini. Karena Utsman
adalah seorang Muslim yang beriman teguh, berbudi luhur, tampan, kaya
raya, dan dari golongan bangan Quraisy.
Setelah pernikahan itu,
penderitaan kaum muslimin bertambah berat, dengan tekanan dan penindasan
dari kafirin Quraisy.
Ketika semakin hari penderitaan kaum muslimin,
termasuk keluarga Rasulutlah . bertambah berat, maka dengan berat hati
Nabi . mengijinkan Utsman beserta keluarganya dan beberapa muslim
lainnya untuk berhijrah ke negeri Habasyah.
Ketika itu Rasulullah .
bersabda, ‘Pergilah ke negeri Habasyah, karena di sana ada seorang raja
yang terkenal baik budinya, tidak suka menganiaya siapapun, Di sana
adalah bumi yang melindungi kebenaran. Pergilah kalian ke sana. Sehingga
Allah akan membebaskan kalian dari penderitaan ini.’
Maka
berangkatlah satu kafilah untuk berhijrah dengan diketuai oleh Utsman
bin Affan. Rasulullah . bersabda tentang mereka, Mereka adalah orang
yang pertama kali hijrah karena Allah setelah Nabi Luth as.’
Setibanya
di Habasyah mereka memperoleh perlakuan yang sangat baik dari Raja
Habasyah. Mereka hidup tenang dan tenteram, hingga datanglah berita
bahwa keadaan kaum muslimin di Mekkah telah aman.
Mendengar berita
tersebut, disertai kerinduan kepada kampung halaman, maka Utsman
memutuskan bahwa kafilah muslimin yang dipimpimnya itu akan kembali lagi
ke kampung halamannya di Mekkah. Mereka pun kembali. Namun apa yang
dijumpai adalah berbeda dengan apa yang mereka dengar ketika di
Habasyah.
Pada masa itu, mereka mendapati keadaan kaum muslimin yang
mendapatkan penderitaan lebih parah lagi. Pembantaian dan penyiksaan
atas kaum muslimin semakin meningkat. Sehingga rombongan ini tidak
berani memasuki Mekkah pada siang hari. Ketika malam telah menyelimuti
kota Mekkah, barulah mereka mengunjungi rumah masingmasing yang dirasa
aman. Ruqayyah pun masuk ke rumahnya, melepas rindu terhadap orang tua
dan saudara-saudaranya.
Namun ketika matanya beredar ke
sekeliling rumah, ia tidak menjumpai satu sosok manusia yang sangat ia
rindukan. la bertanya, ‘Mana ibu?….. mana ibu?….’ Saudara-saudaranya
terdiam tidak menjawab. Maka Ruqayyah pun sadar, orang yang sangat
berarti dalam hidupnya itu telah tiada. Ruqayyah menangis. Hatinya
sangat bergetar, bumi pun rasanya berputar atas kepergiannya.
Penderitaan hatinya, ternyata tidak berhenti sampai di situ. Tidak lama
berselang, anak lelaki satu-satunya, yaitu Abdullah yang lahir ketika
hijrah pertama, telah meninggal dunia pula. Padahal nama Abdullah adalah
kunyah bagi Utsman ra., yaitu Abu Abdullah. Abdullah berusia 6 tahun,
ketika seekor ayam jantan mematuk mukanya sehingga mukanya bengkak, maka
Allah mencabut nyawanya. Ruqayyah tidak mempunyai anak lagi setelah
itu.
Dia hijrah ke Madinah setelah Rasulullah saw. hijrah. Ketika
Rasulullah . bersiap-siap untuk perang Badar, Ruqayyah jatuh sakit,
sehingga Rasulullah . menyuruh Utsman bin Affan agar tetap tinggal di
Madinah untuk merawatnya. Namun maut telah menjemput Ruqayyah ketika
Rasulullah . masih berada di medan Badar pada bulan Ramadhan.
Kemudian
berita wafatnya ini dikabarkan oleh Zaid bin Haritsah ke Badar. Dan
kemenangan kaum muslimin yang dibawa oleh Rasulullah . beserta
pasukannya dari Badar, ketika masuk ke kota Madinah, telah disambut
dengan berita penguburan Ruqayyah.
Pada saat wafatnya Ruqayyah,
Rasulullah . berkata, Bergabunglah dengan pendahulu kita, Utsman bin
Maz’un.’
Para wanita menangisi kepergian Ruqayyah. Sehingga Umar
bin Khattab. datang kepada para wanita itu dan memukuli mereka dengan
cambuknya agar mereka tidak keterlaluan dalam menangisi jenazah
Ruqayyah.
Akan tetapi Rasulullah . menahan tangan Umar. dan berkata,
‘Biarkaniah mereka menangis, ya Umar. Tetapi hati-hatilah dengan bisikan
syaitan. Yang datang dari hati dan mata adalah dari Allah dan merupakan
rahmat. Yang datang dari tangan dan lidah adalah dari syaitan.’
Ruqoyyah dan Ummu Kultsum
Lahir dua orang putri dari rahim ibunya, Khadijah bintu Khuwailid bin
Asad bin ‘Abdil ‘Uzza radhiallahu ‘anha. Menyandang nama Ruqayyah dan
Ummu Kultsum radhiallahu ‘anhuma, di bawah ketenangan naungan seorang
ayah yang mulia, Muhammad bin ‘Abdillah bin ‘Abdil Muththalib
Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Sebelum datang masa sang ayah
diangkat sebagai nabi Allah, Ruqayyah disunting oleh seorang pemuda
bernama ‘Utbah, putra Abu Lahab bin ‘Abdul Muththalib, sementara Ummu
Kultsum menikah dengan saudara ‘Utbah, ‘Utaibah bin Abi Lahab.
Namun,
pernikahan itu tak berjalan lama. Berawal dengan diangkatnya Muhammad
Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai nabi, menyusul kemudian turun
Surat Al-Lahab yang berisi cercaan terhadap Abu Lahab, maka Abu Lahab
dan istrinya, Ummu Jamil, menjadi berang. Dia berkata kepada dua
putranya, ‘Utbah dan ‘Utaibah yang menyunting putri-putri Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Haram jika kalian berdua tidak
menceraikan kedua putri Muhammad!”
Kembalilah dua putri yang
mulia ini dalam keteduhan naungan ayah bundanya, sebelum sempat
dicampuri suaminya.
Bahkan dengan itulah Allah selamatkan mereka berdua
dari musuh-musuh-Nya. Ruqayyah dan Ummu Kultsum pun berislam bersama
ibunda dan saudari-saudarinya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala
memberikan ganti yang jauh lebih baik. Ruqayyah bintu Rasulullah
radhiallahu ‘anha disunting oleh seorang sahabat mulia, ‘Utsman bin
‘Affan radhiallahu ‘anhu.
Sebagaimana kaum muslimin yang lain,
mereka berdua menghadapi gelombang ujian yang sedemikian dahsyat melalui
tangan kaum musyrikin Mekkah dalam menggenggam keimanan. Hingga
akhirnya, pada tahun kelima setelah nubuwah, Allah Subhanahu wa Ta’ala
bukakan jalan untuk hijrah ke bumi Habasyah, menuju perlindungan seorang
raja yang tidak pernah menzalimi siapa pun yang ada bersamanya. ‘Utsman
bin ‘Affan radhiallahu ‘anhu membawa istrinya di atas keledai,
meninggalkan Mekkah, bersama sepuluh orang sahabat yang lainnya,
berjalan kaki menuju pantai. Di sana mereka menyewa sebuah perahu
seharga setengah dinar.
Di bumi Habasyah itulah Ruqayyah
radhiallahu ‘anha melahirkan seorang putra yang bernama ‘Abdullah. Akan
tetapi, putra ‘Utsman ini tidak berusia panjang. Suatu ketika, ada
seekor ayam jantan yang mematuk matanya hingga membengkak wajahnya.
Dengan sebab musibah ini, ‘Abdullah meninggal dalam usia enam tahun.
Perjalanan mereka belum berakhir. Saat kaum muslimin meninggalkan
negeri Makkah untuk hijrah ke Madinah, mereka berdua pun turut berhijrah
ke negeri itu. Begitu pun Ummu Kultsum radhiallahu ‘anha, berhijrah
bersama keluarga Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Selang
berapa lama mereka tinggal di Madinah, bergema seruan perang Badr. Para
sahabat bersiap untuk menghadapi musuh-musuh Allah. Namun bersamaan
dengan itu, Ruqayyah bintu Rasulullah radhiallahu ‘anha diserang sakit.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun memerintahkan ‘Utsman bin
‘Affan radhiallahu ‘anhu untuk tetap tinggal menemani istrinya.
Ternyata itulah pertemuan mereka yang terakhir. Di antara malam-malam
peristiwa Badr, Ruqayyah bintu Rasulullah radhiallahu ‘anha kembali ke
hadapan Rabbnya karena sakit yang dideritanya. ‘Utsman bin ‘Affan
radhiallahu ‘anhu sendiri yang turun untuk meletakkan jasad istrinya di
dalam kuburnya.
Saat diratakan tanah pekuburan Ruqayyah
radhiallahu ‘anha, terdengar kabar gembira kegemilangan pasukan muslimin
melibas kaum musyrikin yang diserukan oleh Zaid bin Haritsah
radhiallahu ‘anhu. Kedukaan itu berlangsung bersama datangnya
kemenangan, saat Ruqayyah bintu Muhammad radhiallahu ‘anha pergi untuk
selama-lamanya pada tahun kedua setelah hijrah.
Sepeninggal
Ruqayyah radhiallahu ‘anha, ‘Umar bin Al Khaththab radhiallahu ‘anhu
menawarkan kepada ‘Utsman bin ‘Affan radhiallahu ‘anhu untuk menikah
dengan putrinya, Hafshah bintu ‘Umar radhiallahu ‘anhuma yang kehilangan
suaminya di medan Badr. Namun saat itu ‘Utsman dengan halus menolak.
Datanglah ‘Umar bin Al-Khaththab radhiallahu ‘anhu ke hadapan Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengadukan kekecewaannya.
Ternyata
Allah Subhanahu wa Ta’ala memilihkan yang lebih baik dari itu semua.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam meminang Hafshah radhiallahu
‘anha untuk dirinya, dan menikahkan ‘Utsman bin ‘Affan radhiallahu ‘anhu
dengan putrinya, Ummu Kultsum radhiallahu ‘anha. Tercatat peristiwa ini
pada bulan Rabi’ul Awwal tahun ketiga setelah hijrah.
Enam tahun
berlalu. Ikatan kasih itu harus kembali terurai. Ummu Kultsum
radhiallahu ‘anha kembali ke hadapan Rabbnya pada tahun kesembilan
setelah hijrah, tanpa meninggalkan seorang putra pun bagi suaminya.
Jasadnya dimandikan oleh Asma’ bintu ‘Umais dan Shafiyah bintu ‘Abdil
Muththalib radhiallahu ‘anhuma.
Tampak Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam menshalati jenazah putrinya. Setelah itu, beliau duduk
di sisi kubur putrinya. Sembari kedua mata beliau berlinang air mata,
beliau bertanya, “Adakah seseorang yang tidak mendatangi istrinya
semalam?” Abu Thalhah menjawab, “Saya.” Kata beliau, “Turunlah!”
Jasad Ummu Kultsum radhiallahu ‘anha dibawa turun dalam tanah
pekuburannya oleh ‘Ali bin Abi Thalib, Al-Fadhl bin Al-‘Abbas, Usamah
bin Zaid serta Abu Thalhah Al-Anshari radhiallahu ‘anhu. Ruqayyah dan
Ummu Kultsum, dua putri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, semoga
Allah meridhai keduanya….
Wallahu ta’ala a’lamu bish-shawab.
Catatan :
Ummu Jamil dan Abu Lahab mati dalam keadaan kafir secara lahir dan batin, mereka akan kekal dalam neraka.
Tidak
boleh memakai nama dengan bentuk penghambaan kepada selain Allah,
karena Abu Lahab disebut dalam ayat ini tidak menggunakan nama aslinya
yaitu Abdul Uzza (hamba Uzza). Padahal Al Qur’an biasa jika menyebut
nama orang akan disebut nama aslinya. Maka ini menunjukkan terlarangnya
model nama semacam ini karena mengandung penghambaan kepada selain
Allah. (Ahkamul Quran, Al Jashshosh, 9/175)
Nama asli (seperti
Muhammad) itu lebih mulia daripada nama kunyah (nama dengan Abu … dan
Ummu …). Alasannya karena dalam ayat ini demi menghinakan Abu Lahab, ia
tidak disebut dengan nama aslinya namun dengan nama kunyahnya. Sedangkan
para Nabi dalam Al Quran selalu disebut dengan nama aslinya (seperti
Muhammad) dan tidak pernah mereka dipanggil dengan nama kunyahnya.
(Ahkamul Quran, Ibnul ‘Arobi, 8/145)
Beberapa faedah dan kesan kita perdapat dari Surat ini.
Pertama:
Meskipun Abu Lahab paman kandung Nabi SAW saudara kandung dari ayahnya,
namun oleh karena sikapnya yang menantang Islam itu, namanya tersebut
terang sekali di dalam wahyu, sehingga samalah kedudukannya dengan
Fir’aun, Haman dan Qarun, sama disebut namanya dalam kehinaan.
Kedua:
Surat Al-Lahab ini pun menjadi i’tibar bagi kita bagaimana hinanya
dalam pandangan agama seseorang yang kerjanya “membawa kayu api”, yaitu
menghasut dan memfitnah ke sana ke mari dan membusuk-busukkan orang
lain.
Dan dapat pula dipelajari di sini bahwasanya
orang yang hidup dengan sakit hati, dengan rasa kebencian kerapkalilah
bernasib sebagai Abu Lahab itu, yaitu mati kejang dengan tiba-tiba
bilamana menerima suatu berita yang tidak diharap-harapkannya. Mungkin
juga Abu Lahab itu ditimpa oleh penyakit darah tinggi, atau sakit
jantung.
Faedah Surat Al Lahab, Celakalah Abu Lahab!
Surat Al
Lahab (nama lainnya: surat Al Masad) mengisahkan paman Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam yang betul-betul memusuhi beliau yaitu Abu Lahab. Nama
asli beliau adalah Abdul ‘Uzza bin ‘Abdil Mutholib. Nama kunyahnya
adalah Abu ‘Utaibah. Namun beliau lebih dikenal dengan Abu Lahab, karena
wajahnya yang memerah (makna lahab: api yang bergejolak). Beliau lah
yang paling banyak menentang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Sehingga Allah Ta’ala membicarakan Abu Lahab dalam satu surat.
Berikut
beberapa pelajaran tafsir yang kami gali dari Tafsir Al Qur’an Al
‘Azhim (karya Ibnu Katsir) dan kami tambahkan faedah dari kitab tafsir
lainnya. Semoga manfaat.
Allah Ta’ala berfirman,
تَبَّتْ
يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ (1) مَا أَغْنَى عَنْهُ مَالُهُ وَمَا كَسَبَ
(2) سَيَصْلَى نَارًا ذَاتَ لَهَبٍ (3) وَامْرَأَتُهُ حَمَّالَةَ الْحَطَبِ
(4) فِي جِيدِهَا حَبْلٌ مِنْ مَسَدٍ (5)
“Binasalah
kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah
berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan. Kelak dia
akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan (begitu pula) istrinya,
pembawa kayu bakar. Yang di lehernya ada tali dari sabut.” (QS. Al
Lahab: 1-5)
Sebab Turunnya Ayat
Mengenai asbabun nuzul (sebab turunnya) ayat ini diterangkan dalam riwayat berikut:
عَنْ
ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
خَرَجَ إِلَى الْبَطْحَاءِ فَصَعِدَ إِلَى الْجَبَلِ فَنَادَى يَا
صَبَاحَاهْ فَاجْتَمَعَتْ إِلَيْهِ قُرَيْشٌ فَقَالَ أَرَأَيْتُمْ إِنْ
حَدَّثْتُكُمْ أَنَّ الْعَدُوَّ مُصَبِّحُكُمْ أَوْ مُمَسِّيكُمْ
أَكُنْتُمْ تُصَدِّقُونِي قَالُوا نَعَمْ قَالَ فَإِنِّي نَذِيرٌ لَكُمْ
بَيْنَ يَدَيْ عَذَابٍ شَدِيدٍ فَقَالَ أَبُو لَهَبٍ أَلِهَذَا جَمَعْتَنَا
تَبًّا لَكَ فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ
إِلَى آخِرِهَا
“Dari Ibnu Abbas bahwa suatu hari Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar menuju Bathha`, kemudian beliau
naik ke bukit seraya berseru, “Wahai sekalian manusia.” Maka orang-orang
Quraisy pun berkumpul. Kemudian beliau bertanya, “Bagaimana, sekiranya
aku mengabarkan kepada kalian, bahwa musuh (di balik bukit ini) akan
segera menyergap kalian, apakah kalian akan membenarkanku?” Mereka
menjawab, “Ya.” Beliau bersabda lagi, “Sesungguhnya aku adalah seorang
pemberi peringatan bagi kalian. Sesungguhnya di hadapanku akan ada adzab
yang pedih.” Akhirnya Abu Lahab pun berkata, “Apakah hanya karena itu
kamu mengumpulkan kami? Sungguh kecelakanlah bagimu.” Maka Allah
menurunkan firman-Nya: “TABBAT YADAA ABII LAHAB..” Hingga akhir ayat.”
(HR. Bukhari no. 4972 dan Muslim no. 208)
Tafsir Ayat
Ayat
(تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ), yaitu binasalah kedua tangan Abu Lahab,
menunjukkan do’a kejelekan padanya. Sedangkan ayat (وَتَبَّ), yaitu
sungguh dia akan binasa, menunjukkan kalimat berita.
Firman
Allah Ta’ala (تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ), maksudnya adalah sungguh Abu
Lahab merugi, putus harapan, amalan dan usahanya sia-sia. Sedangkan
makna (وَتَبَّ), maksudnya adalah kerugian dan kebinasaan akan
terlaksana.
Firman Allah Ta’ala (مَا أَغْنَى عَنْهُ
مَالُهُ وَمَا كَسَبَ), yang dimaksud (وَمَا كَسَبَ) yaitu apa yang ia
usahakan adalah anaknya.
Firman Allah Ta’ala (سَيَصْلَى
نَارًا ذَاتَ لَهَبٍ), yaitu kelak Abu Lahab akan mendapat balasan yang
jelek dan akan disiksa dengan api yang bergejolak, sehingga ia akan
terbakar dengan api yang amat panas.
Firman Allah
Ta’ala (وَامْرَأَتُهُ حَمَّالَةَ الْحَطَبِ), istri Abu Lahab biasa
memikul kayu bakar. Istri Abu Lahab bernama Ummu Jamil, salah seorang
pembesar wanita Quraisy. Nama asli beliau adalah Arwa binti Harb bin
Umayyah. Ummu Jamil ini adalah saudara Abu Sufyan. Ummu Jamil punya
kelakuan biasa membantu suaminya dalam kekufuran, penentangan dan
pembakangan pada Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh karena itu,
pada hari kiamat, Ummu Jamil akan membantu menambah siksa Abu Lahab di
neraka Jahannam. Oleh karena itu, Allah Ta’ala katakan dalam ayat
selanjutnya,
وَامْرَأَتُهُ حَمَّالَةَ الْحَطَبِ (4) فِي جِيدِهَا حَبْلٌ مِنْ مَسَدٍ (5)
“Dan
(begitu pula) istri Abu Lahab, pembawa kayu bakar. Yang di lehernya ada
tali dari sabut.” Yaitu istri Abu Lahab akan membawa kayu bakar, lalu
ia akan bertemu suaminya Abu Lahab. Lalu ia menambah siksaan Abu Lahab.
Dan memang istri Abu Lahab dipersiapkan untuk melakukan hal ini.
Yang
dimaksud firman Allah Ta’ala (فِي جِيدِهَا حَبْلٌ مِنْ مَسَدٍ), yaitu
maksudnya di leher Ummu Jamil ada tali sabut dari api neraka. Sebagian
ulama memaknakan masad dengan sabut. Ada pula yang mengatakan masad
adalah rantai yang panjangnya 70 hasta. Ats Tsauri mengatakan bahwa
masad adalah kalung dari api yang panjangnya 70 hasta.
Tafsiran Istri Abu Lahab Pembawa Kayu Bakar
Di sini ada beberapa tafsiran ulama:
Pertama:
Mengenai ayat (حَمَّالَةَ الْحَطَبِ), pembawa kayu bakar maksudnya
adalah Ummu Jamil adalah wanita sering menyebar namimah, yaitu si A
mendengar pembicaraan B tentang C, lantas si A menyampaikan berita si B
pada si C dalam rangka adu domba. Ini pendapat sebagian ulama.
Kedua:
Sebagian ulama lainnya mengatakan bahwa yang dimaksud Ummu Jamil
pembawa kayu bakar adalah karena kerjaannya sering meletakkan duri di
jalan yang biasa dilewati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Inilah pendapat yang dipilih Ibnu Jarir Ath Thobari.
Ketiga:
Sebagian ulama lainnya mengatakan bahwa yang dimaksud (حَمَّالَةَ
الْحَطَبِ) adalah Ummu Jamil biasa mengenakan kalung dengan penuh
kesombongan. Lantas ia katakan, “Aku aku menginfakkan kalung ini dan
hasilnya digunakan untuk memusuhi Muhammad.” Akibatnya, Allah Ta’ala
memasangkan tali di lehernya dengan sabut dari api neraka.
Surat Al Lahab adalah Bukti Nubuwwah
Surat ini
merupakan mukjizat yang jelas-jelas nampak yang membuktikan benarnya
nubuwwah (kenabian), bahwasanya betul-betul beliau adalah seorang Nabi.
Karena sejak turun firman Allah Ta’ala,
سَيَصْلَى نَارًا ذَاتَ لَهَبٍ (3) وَامْرَأَتُهُ حَمَّالَةَ الْحَطَبِ (4) فِي جِيدِهَا حَبْلٌ مِنْ مَسَدٍ (5)
“Kelak
dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan (begitu pula)
istrinya, pembawa kayu bakar. Yang di lehernya ada tali dari sabut”, Abu
Lahab dan Ummu Jamil tidaklah beriman sama sekali baik secara zhahir
atau batin, dinampakkan atau secara sembunyi-sembunyi. Maka inilah bukti
benarnya nubuwwah beliau. Apa yang dikabarkan pada beliau, maka itu
benar adanya.
Faedah berharga dari Surat Al Lahab:
Allah telah menetapkan akan kebinasaan Abu Lahab dan membatalkan tipu daya yang ia perbuat pada Rasulnya.
Hubungan
kekeluargaan dapat bermanfaat jika itu dibangun di atas keimanan.
Lihatlah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Abu Lahab punya
kedekatan dalam kekerabatan, namun hal itu tidak bermanfaat bagi Abu
Lahab karena ia tidak beriman.
Anak merupakan hasil
usaha orang tua sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Sesungguhnya anak adalah hasil jerih payah orang tua.” (HR. An Nasai
no. 4452, Ibnu Majah no. 2137, Ahmad 6/31). Jadi apa pun amalan yang
dilakukan oleh anak baik shalat, puasa dan amalan lainnya, orang tua pun
akan memperoleh hasilnya.
Tidak bermanfaatnya harta
dan keturunan bagi orang yang tidak beriman, namun sebenarnya harta dan
keturunan dapat membawa manfaat jika seseorang itu beriman.
Api neraka yang bergejolak.
Mendengar
berita neraka dan siksaan di dalamnya seharusnya membuat seseorang
takut pada Allah dan takut mendurhakai-Nya sehingga ia pun takut akan
maksiat.
Bahaya saling tolong menolong dalam kejelekan
sebagaimana dapat dilihat dari kisah Ummu Jamil yang membantu suaminya
untuk menyakiti Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Akibat
dosa namima_adu domba, yaitu menyulut api permusuhan sehingga diancam
akan disiksa dengan dikalungkan tali sabut dari api neraka.
Siksaan pedih akibat menyakiti seorang Nabi.
Terlarang menyakiti seorang mukmin secara mutlak.
Setiap
Nabi dan orang yang mengajak pada kebaikan pasti akan mendapat cobaan
dari orang yang tidak suka pada dakwahnya. Inilah sunnatullah yang mesti
dijalani dan butuh kesabaran.
Akibat jelek karena infaq dalam kejelekan dan permusuhan.
Benarnya nubuwwah (kenabian) Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Ummu Jamil dan Abu Lahab mati dalam keadaan kafir secara lahir dan batin, mereka akan kekal dalam neraka.
Tidak
boleh memakai nama dengan bentuk penghambaan kepada selain Allah,
karena Abu Lahab disebut dalam ayat ini tidak menggunakan nama aslinya
yaitu Abdul Uzza (hamba Uzza). Padahal Al Qur’an biasa jika menyebut
nama orang akan disebut nama aslinya.
Maka ini
menunjukkan terlarangnya model nama semacam ini karena mengandung
penghambaan kepada selain Allah. (Ahkamul Quran, Al Jashshosh, 9/175)
Nama asli (seperti Muhammad) itu lebih mulia daripada nama kunyah (nama dengan Abu … dan Ummu …)
Alasannya
karena dalam ayat ini demi menghinakan Abu Lahab, ia tidak disebut
dengan nama aslinya namun dengan nama kunyahnya. Sedangkan para Nabi
dalam Al Quran selalu disebut dengan nama aslinya (seperti Muhammad) dan
tidak pernah mereka dipanggil dengan nama kunyahnya. (Ahkamul Quran,
Ibnul ‘Arobi, 8/145)
Kedudukan mulia yang dimiliki Abu
Lahab dan istrinya tidak bermanfaat di akhirat. Ini berarti kedudukan
mulia tidak bermanfaat bagi seseorang di akhirat kelak kecuali jika ia
memiliki keimanan yang benar.
Imam Asy Syafi’i
menyebutkan bahwa pernikahan sesama orang musyrik itu sah, karena dalam
ayat ini Ummu Jamil dipanggil dengan “imro-ah” (artinya: istrinya).
Berarti pernikahan antara Ummu Jamil dan Abu Lahab yang sama-sama
musyrik itu sah.
Abu Lahab adalah paman dari
Nabi SAW sendiri, saudara dari ayah beliau. Nama kecilnya Abdul ‘Uzza.
Sebagai kita tahu, ‘Uzza adalah nama sebuah berhala yang dipuja orang
Quraisy, Abdul ‘Uzza bin Abdul Muthalib. Nama isterinya ialah Arwa,
saudara perempuan dari Abu Sufyan Sakhar bin Harb, khalah dari
Mu’awiyah. Dia dipanggilkan Abu Lahab, yang dapat diartikan ke dalam
bahasa kita dengan “Pak Menyala”, karena mukanya itu bagus, terang
bersinar dan tampan. Gelar panggilan itu sudah dikenal orang buat
dirinya.
Dalam kekeluargaan sejak zaman sebelum Islam,
hubungan Muhammad SAW sebelum menjadi Rasul amat baik dengan pamannya
ini, sebagai dengan pamannya yang lain-lain juga. Tersebut di dalam
riwayat seketika Nabi Muhammad SAW lahir ke dunia, Abu Lahab menyatakan
sukacitanya, karena kelahiran Muhammad dipandangnya akan ganti adiknya
yang meninggal dunia di waktu muda, ayah Muhammad, yaitu Abdullah.
Sampai Abu Lahab mengirimkan seorang jariahnya yang muda, bernama
Tsuaibah untuk menyusukan Nabi sebelum datang Halimatus-Sa’diyah dari
desa Rani Sa’ad.
Dan setelah anak-anak pada dewasa, salah seorang puteri Rasulullah SAW kawin dengan anak laki-laki Abu Lahab.
Tetapi
setelah Rasulullah SAW menyatakan da’wahnya menjadi Utusan Allah,
mulailah Abu Lahab menyatakan tantangannya yang amat keras, sehingga
melebihi dari yang lain-lain. Bahkan melebihi dari sikap Abu Jahal
sendiri.
Seketika datang ayat yang tersebut di dalam Surat 26, Asy-Syu’ara, ayat 214:
“Dan
beri peringatanlah kepada kaum kerabatmu yang terdekat,” keluarlah Nabi
SAW dari rumahnya menuju bukit Shafa. Dia berdiri dan mulai menyeru:
“Ya Shabahah!” (Berkumpullah pagi-pagi!). Orang-orang yang mendengar
tanya bertanya, siapa yang menyeru ini. Ada yang menjawab: “Muhammad
rupanya.” Lalu orang pun berkumpul.
Maka mulailah
beliau mengeluarkan ucapannya: “Hai Bani Fulan, Hai Bani Fulan, Hai Bani
Abdi Manaf, Hai Bani Abdul Muthalib!” Semua Bani yang dipanggilnya itu
pun datanglah berkumpul. Lalu beliau berkata: “Kalau aku katakan kepada
kamu semua bahwa musuh dengan kuda peperangannya telah keluar dari balik
bukit ini, adakah di antara kamu yang percaya?”
Semua menjawab: “Kami belum pernah mengalami engkau berdusta.”
Maka
beliau teruskanlah perkataannya: “Sekarang aku beri peringatan kepadamu
semuanya, bahwasanya di hadapan saya azab Tuhan yang besar sedang
mengancam kamu.”
Tiba-tiba sedang orang lain terdiam
mempertimbangkan perkataannya yang terakhir itu bersoraklah Abu Lahab:
“Apa hanya untuk mengatakan itu engkau kumpulkan kami ke mari?”
“Tubbanlaka!” Anak celaka!.
Tidak berapa saat kemudian
turunlah Surat ini, sebagai sambutan keinginan Abu Lahab agar Nabi
Muhammad SAW anaknya itu dapat kebinasaan:
“Binasalah
kedua tangan Abu Lahab.” (pangkal ayat 1). Diambil kata ungkapan kedua
tangan di dalam bahasa Arab, yang berarti bahwa kedua tangannya yang
bekerja dan berusaha akan binasa. Orang berusaha dengan kedua tangan,
maka kedua tangan itu akan binasa, artinya usahanya akan gagal:
“Watabb!” – “Dan binasalah dia.” (ujung ayat 1). Bukan saja usaha kedua
belah tangannya yang akan gagal, bahkan dirinya sendiri, rohani dan
jasmaninya pun akan binasa. Apa yang direncanakan di dalam menghalangi
da’wah Nabi SAW tidaklah ada yang akan berhasil, malahan gagal!
Menurut
riwayat tambahan dari Al-Humaidi: “Setelah isteri Abu Lahab mendengar
ayat Al-Qur’an yang turun menyebut nama mesjid. Beliau SAW di waktu itu
memang ada di dalam mesjid di dekat Ka’bah dan di sisinya duduk Abu
Bakar r.a. Dan di tangan perempuan itu ada sebuah batu sebesar
segenggaman tangannya. Maka berhentilah dia di hadapan Nabi yang sedang
duduk bersama Abu Bakar itu. Tetapi kelihatan olehnya hanya Abu Bakar
saja. Nabi SAW sendiri yang duduk di situ tidak kelihatan olehnya. Lalu
dia berkata kepada Abu Bakar: “Hai Abu Bakar, telah sampai kepada saya
beritanya bahwa kawanmu itu mengejekkan saya. Demi Allah! Kalau saya
bertemu dia, akan saya tampar mulutnya dengan batu ini.”
Sesudah berkata begitu dia pun pergi dengan marahnya.
Maka
berkatalah Abu Bakar kepada Nabi SAW “Apakah tidak engkau lihat bahwa
dia melihat engkau?” Nabi menjawab: “Dia ada menghadapkan matanya
kepadaku, tetapi dia tidak melihatku. Allah menutupkan penglihatannya
atasku.”
“Tidaklah memberi faedah kepadanya hartanya
dan tidak apa yang diusahakannya.” (ayat 2). Dia akan berusaha
menghabiskan harta-bendanya buat menghalangi perjalanan anak saudaranya,
hartanyalah yang akan licin tandas, namun hartanya itu tidaklah akan
menolongnya. Perbuatannya itu adalah percuma belaka. Segala usahanya
akan gagal.
Menurut riwayat dari Rabi’ah bin ‘Ubbad
Ad-Dailiy, yang dirawikan oleh Al-Imam Ahmad: “Aku pernah melihat
Rasulullah SAW di zaman masih jahiliyah itu berseru-seru di Pasar Dzil
Majaz: ‘Hai sekalian manusia! Katakanlah ‘Laa Ilaha Illallah,’ (Tidak
ada Tuhan melainkan Allah), niscaya kamu sekalian akan beroleh
kemenangan.’”
Orang banyak berkumpul mendengarkan dia
berseru-seru itu. Tetapi di belakangnya datang pula seorang laki-laki,
mukanya cukup pantas. Dan dia berkata pula dengan kerasnya: “Jangan
kalian dengarkan dia. Dia telah khianat kepada agama nenek-moyangnya,
dia adalah seorang pendusta!” Ke mana Nabi SAW pergi, ke sana pula
diturutkannya. Orang itu ialah pamannya sendiri, Abu Lahab.
Menurut
riwayat dari Abdurrahman bin Kisan, kalau ada utusan dari
kabilah-kabilah Arab menemui Rasulullah SAW di Makkah hendak minta
keterangan tentang Islam, mereka pun, ditemui oleh Abu Lahab. Kalau
orang itu bertanya kepadanya tentang anak saudaranya itu, sebab dia
tentu lebih tahu, dibusukkannyalah Nabi SAW dan dikatakannya: “Kadzdzab,
Sahir.” (Penipu, tukang sihir).
Namun segala usahanya membusuk-busukkan Nabi itu gagal jua!
“Akan
masuklah dia ke dalam api yang bernyala-nyala.” (ayat 3). Dia tidak
akan terlepas dari siksaan dan azab Allah. Dia akan masuk api neraka.
Dia kemudiannya mati sengsara karena terlalu sakit hati mendengar
kekalahan kaum Quraisy dalam peperangan Badar. Dia sendiri tidak turut
dalam peperangan itu. Dia hanya memberi belanja orang lain buat
menggantikannya. Dengan gelisah dia menunggu berita hasil perang Badar.
Dia sudah yakin Quraisy pasti menang dan kawan-kawannya akan pulang dari
peperangan itu dengan gembira. Tetapi yang terjadi ialah sebaliknya.
Utusan-utusan yang kembali ke Makkah lebih dahulu mengatakan mereka
kalah. Tujuh puluh yang mati dan tujuh puluh pula yang tertawan.
Sangatlah sakit hatinya mendengar berita itu, dia pun mati. Kekesalan
dan kecewa terbayang di wajah jenazahnya.
Anak-anaknya
ada yang masuk Islam seketika dia hidup dan sesudah dia mati. Tetapi
seorang di antara anaknya itu bernama Utaibah adalah menantu Nabi, kawin
dengan Ruqaiyah. Karena disuruh oleh ayahnya menceraikan isterinya,
maka puteri Nabi itu diceraikannya. Nabi mengawinkan anaknya itu
kemudiannya dengan Usman bin Affan. Nabi mengatakan bahwa bekas
menantunya itu akan binasa dimakan “anjing hutan”. Maka dalam perjalanan
membawa perniagaan ayahnya ke negeri Syam, di sebuah tempat bermalam di
jalan dia diterkam singa hingga mati.
“Dan isterinya.”
(pangkal ayat 4). Dan isterinya akan disiksa Tuhan seperti dia juga.
Tidak juga akan memberi faedah baginya hartanya, dan tidak juga akan
memberi faedah baginya segala usahanya: “Pembawa kayu bakar.” (ujung
ayat 4).
Sebagai dikatakan tadi nama isterinya ini
Arwa, gelar panggilan kehormatannya sepadan dengan gelar kehormatan
suaminya. Dia bergelar Ummu Jamil: Ibu dari kecantikan! Dia saudara
perempuan dari Abu Sufyan. Sebab itu dia adalah ‘ammah (saudara
perempuan ayah) dari Mu’awiyah dan dari Ummul Mu’minin Ummu Habibah.
Tetapi meskipun suaminya di waktu dulu seorang yang tampan dan ganteng,
dan dia ibu dari kecantikan, karena sikapnya yang buruk terhadap Agama
Allah kehinaan yang menimpa diri mereka berdua. Si isteri menjadi
pembawa “kayu api”, kayu bakar, menyebarkan api fitnah ke sana sini buat
membusuk-busukkan Utusan Allah.
“Yang di lehernya ada tali dari sabut.” (ayat 5).
Ayat
ini mengandung dua maksud. Membawa tali dari sabut, artinya, karena
bakhilnya, dicarinya kayu api sendiri ke hutan, dililitkannya kepada
lehernya, dengan tali daripada sabut pelepah korma, sehingga berkesan
kalau dia bawanya berjalan.
Tafsir yang kedua ialah
membawa kayu api ke mana-mana, atau membawa kayu bakar. Membakar
perasaan kebencian terhadap Rasulullah mengada-adakan yang tidak ada.
Tali dari sabut pengikat kayu api fitnah, artinya bisa menjerat lehernya
sendiri.
Ibnu Katsir mengatakan dalam tafsirnya bahwa
Tuhan menurunkan Surat tentang Abu Lahab dan isterinya ini akan menjadi
pengajaran dan i’tibar bagi manusia yang mencoa berusaha hendak
menghalangi dan menantang apa yang diturunkan Allah kepada Nabi-Nya,
karena memperturutkan hawa nafsu, mempertahankan kepercayaan yang salah,
tradisi yang lapuk dan adat-istiadat yang karut-marut. Mereka menjadi
lupa diri karena merasa sanggup, karena kekayaan ada. Disangkanya sebab
dia kaya, maksudnya itu akan berhasil. Apatah lagi dia merasa bahwa
gagasannya akan diterima orang, sebab selama ini dia disegani orang,
dipuji karena tampan, karena berpengaruh. Kemudian ternyata bahwa
rencananya itu digagalkan Tuhan, dan harta-bendanya yang telah
dipergunakannya berhabis-habis untuk maksudnya yang jahat itu menjadi
punah dengan tidak memberikan hasil apa-apa. Malahan dirinyalah yang
celaka. Demikian Ibnu Katsir.
Dan kita pun menampak di
sini bahwa meskipun ada pertalian keluarga di antara Rasulullah SAW
dengan dia, namun sikapnya menolak kebenaran Ilahi, tidaklah akan
menolong menyelamatkan dia hubungan darahnya itu.
Semoga bermanfaat. Semoga Allah memberi taufik kepada kita untuk terus mengkaji Al Quran dan menggali faedah di dalamnya.